[17] Terkencar-Kencar

8 0 0
                                    

"Hei, Regina. Jam berapa ini? Mengapa kamu baru sampai?"

Regina yang sedang terkencar-kencar, sontak menghentikan langkahan kakinya ketika suara tersebut masuk ke gendang telinganya. Dia mulai merutuki kebodohannya hari ini yang tidak dapat bangun pagi, sehingga harus terlambat masuk ke kelas.

Sebenarnya Regina ingin sekali absen pada mata kuliah Biblioterapi. Namun, enggan dilakukannya karena terlalu sering absen pada mata kuliah tersebut.

Dengan penuh rasa khawatir, Regina mencoba untuk membalikkan tubuhnya. Dia menundukkan kepala dan berkata, "Maafkan saya, Pak. Saya tidak dapat memanajemen waktu, sehingga bangun kesiangan. Namun, saya tetap mengusahakan untuk masuk ke kelas Bapak, sekalipun tahu bahwa saya akan mendapat hukuman."

Nada suara Regina terasa bergetar. Akan tetapi, tidak ada suara bentakan yang dibayangkannya ketika mengatakan alasan itu. Sebaliknya, malah terdengar suara kekehan yang membuatnya merasa bingung.

Regina lantas mendongakkan kepala dan melihat Aelvin berdiri di belakangnya. Seketika dia membelalakkan mata. Kaget sekaligus bingung.

"Aelvin, ternyata kamu, kukira siapa ih. Bikin senam jantung aja tahu!" ucap Regina kesal.

Aelvin masih tidak berhenti menertawai Regina. Namun, setelah itu dia tersadar dan mencoba untuk bersikap profesional. Aelvin mulai melipat tangannya di perut dan menatap Regina dengan tegas. "Memangnya kalau berhadapannya dengan saya, kamu tidak akan mau menghargai saya?"

Perkataan Aelvin sontak membuat Regina bingung bukan kepalang. Apa maksudnya? Mengapa ucapan Aelvin terdengar serius? Lalu, untuk apa Aelvin berada di belakangnya dan berucap layaknya dosen?

"Daripada kamu kebanyakan mikir, lebih baik langsung masuk saja."

Regina hanya dapat menatap langkahan kaki Aelvin dengan linglung. Bukannya memberi penjelasan, Aelvin malah memasuki ruang kelasnya. Untuk apa?

Kepala Regina semakin dibuat menerka-nerka. Namun, dia memutuskan untuk langsung masuk ke kelas agar tidak terlalu jauh tertinggal jam mata kuliah. Dan betapa kagetnya dia karena ketika dia masuk, Aelvin malah duduk di meja dosen.

"Regina, Anda terlambat lebih dari lima belas menit. Bahkan Anda masuk ke kelas ini setelah saya masuk. Anda tahu 'kan konsekuensinya apa?" kata Aelvin dengan nada serius.

Regina menganggukkan kepalanya. Dia tahu apa konsekuensi dari keterlambatannya, yaitu hanya boleh mengikuti kelas tanpa mengisi presensi. Akan tetapi, mengapa Aelvin yang mengatakan hal itu? Di mana dosen Biblioterapi yang biasanya mengisi kelasnya?

Apa Aelvin dosennya?

"Mengapa Anda diam saja? Saya bicara dengan Anda? Tidak bisakah Anda menjawab pertanyaan saya?"

Perkataan Aelvin yang bertubi-tubi, membuat Regina semakin salah tingkah. Semua pun makin terlihat jelas, Aelvin memang dosen mata kuliah Biblioterapi.

"Iya, Pak, saya tahu konsekuensinya," ucap Regina kemudian.

Regina ingin bersalaman kepada Aelvin, tetapi laki-laki itu malah mengajukan sebuah spidol terhadapnya. Lagi-lagi Regina dibuat bingung dengan perilaku Aelvin.

"Jelaskan media yang digunakan dalam biblioterapi, beserta contoh konkretnya. Jika kamu bisa menjelaskannya dengan baik, kamu bisa mengikuti kelas saya."

Wajah Regina yang sebelumnya sayu karena mengira akan terusir dari kelas, mendadak menjadi semringah. Dia menatap wajah Aelvin, terlihat bahwa Aelvin sedang tersenyum ke arahnya. Aelvin memang penyelamat dari setiap situasi. Regina yakin di balik ketegasan Aelvin, laki-laki itu sedang berusaha membantunya untuk ikut kelas tanpa membuat siapa pun curiga.

Regina mulai mengikuti permainan Aelvin. Dia menjelaskan materi yang diminta Aelvin dengan sangat apik, sampai-sampai memberikan contoh kasus ysng tidak banyak diketahui banyak orang. Semuanya merasa terpukau, sampai teman-temannya saling bertepuk tangan. Lalu ketika penjelasan tersebut selesai, Regina mendapatkan haknya untuk duduk.

*****

Aelvin itu beneran dosen gak sih? 😂

Semarang, 18 Desember 2021—

Feeling BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang