[7] Bertalaran

10 0 0
                                    

"Ini maksudnya apa, Gi? Kamu beneran hamil?"

Mata Regina langsung terbelalak ketika Ara menghampirinya sambil menunjukkan sebuah postingan. Postingan tersebut berasal dari menfess kampus, yang menyebarkan berita hoax tentang kehamilan Regina.

Lagi dan lagi, Hanuun tidak berhenti mengganggu Regina. Gadis itu tidak hanya membuat satu kelas salah paham kepada Regina, tetapi juga membuat satu kampus menghujat Regina atas kesalahan yang tidak pernah Regina lakukan.

"Kamu percaya?" tanya Regina kepada Ara dengan santainya.

Ara dibuat berpikir atas pertanyaan tersebut. Di satu sisi, dia tahu bahwa Regina tidak akan macak-macam sampai berani memberikan kehormatannya, sebelum ada tali suci pernikahan. Namun, di sisi lain Regina juga terlihat sangat mencintai Andi. Bisa saja dia melakukan hal yang berada di luar batas nalar, hanya agar dapat bersama Andi.

"Ya, aku enggak tahu. Aku yakin seratus persen bahwa kamu itu sangat memegang teguh iman dan kehormatanmu. Tapi ..." Ara melirik Regina sekilas. " ... ini ada bukti yang valid."

"Kayak gitu valid menurut kamu, Ra?" Regina terkekeh. Dari tawanya, terselip kemirisan atas apa yang telah terjadi padanya. Tidak ada satu pun yang memercayainya, bahkan sahabatnya sendiri. Kemudian dia melanjutkan kalimatnya dengan berkata, "Kalau valid, dia bakal minta aku tes urin. Atau minimal periksa ke dokter gitu. Bukan membuat sensasi yang enggak penting kayak gini."

Perkataan Regina membuat Ara terdiam. Meski gadis itu tidak bertalaran bahwa dia tersinggung dengan ucapan Ara, tetapi Ara dapat melihat bahwa hal ini menjadi sisi sensitif untuknya. Ara mulai berpikir bahwa berita tentang kehamilan Regina adalah sebuah kebohongan. Akan tetapi, Regina juga tidak berusaha membela diri ketika dituduh seperti ini.

"Berita itu enggak benar, 'kan, Gi? Kamu enggak beneran hamil, 'kan? Plissss, jelasin yang sebenarnya terjadi sama aku." Ara mulai menggapai tangan Regina, mencoba mencari jawaban pasti akan hal ini.

Regina langsung menyentakkan tangan Ara. Matanya mulai menatap Ara dengan sayu, seakan terselip perasaan kecewa dari tatapan tersebut.

"Kamu merasa paling tahu semuanya, 'kan, Ra? Jadi, aku pikir kamu bisa menyimpulkan semuanya, tanpa aku beritahu secara langsung. Lagi pula, jika kamu memang temanku, harusnya kamu lebih mengenal aku dibanding mereka."

Mata Regina berkaca-kaca. Kesedihan yang berusaha ditahannya ketika semua orang memberikan tatapan menjijikkan kepadanya, seakan luruh ketika Ara juga tidak mempercayainya. Padahal Ara adalah sahabat terbaiknya, yang selalu ada untuknya di saat sedih maupun senang. Dan untuk pertama kalinya, Ara mengecewakannya.

Regina segera pergi dari hadapan Ara, tanpa mendengar perkataan maaf dari sahabatnya itu. Regina merasa bahwa dia perlu waktu untuk sendiri, mempertimbangkan semua hal yang terjadi kepadanya.

Kaki Regina melangkah ke koridor kampus, kepalanya dibiarkan menunduk agar menjumpai mata-mata yang menatapnya sebagai pendosa. Langkahnya makin dibuat terburu-buru, agar segera pergi dari tempat yang dalam sekejap menjadi neraka untuknya.

Sayangnya, Regina kurang berhati-hati dalam melangkah. Dia menabrak seseorang yang berbadan tegap, yang membuat tubuhnya terpental ke lantai.

"Awwwwww," erang Regina.

*****

—Semarang, 7 Desember 2021—

Feeling BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang