BAGIAN 8

132 12 0
                                    

Melihat kejadian ini tentu murid-murid yang lain tidak tinggal diam. Bahkan yang berada di bagian belakang padepokan setelah mendengar teriakan sekarat kawan mereka tadi, sekarang telah mengurung Dwi Gata Bayu.
"Bunuh dia!" teriak seorang pemuda lain yang berbadan agak bungkuk. Dia tidak lain Bawuk Bangkotan, murid tertua Padepokan Umbul Perkasa.
Mendengar aba-aba dari saudara tertuanya, murid-murid lainnya dengan pedang terhunus langsung melakukan serangan kembali. Akan tetapi dengan lebih cepat lagi, Dwi Gata Bayu melemparkan senjata rahasianya.
Set! Set! Set!
Jarum-jarum itu langsung melesat bagaikan anak panah dari busurnya. Mereka yang sempat melihat serangan senjata-senjata rahasia ini segera menangkis dengan pedang. Hanya beberapa buah senjata rahasia saja yang berhasil ditangkis. Sedangkan serangan berikutnya, tidak mampu dihindari lagi.
Crap! Crap!
"Huaagkh...!" Lagi-lagi jeritan mengerikan kembali terdengar. Beberapa sosok tubuh tampak roboh dengan dada tertancap senjata rahasia berupa jarum-jarum halus yang mengandung racun mematikan. Rata-rata mereka yang terkena senjata milik Dwi Gata Bayu tidak dapat bertahan lama. Langsung mati dengan sekujur tubuh membiru dan mulut berbusa.
"Manusia iblis!" bentak Bawuk Bangkotan. Selanjutnya laki-laki agak bungkuk ini segera memberi isyarat pada Basra untuk mengurung rapat.
Murid-murid lainnya tampaknya semakin geram saja melihat keganasan Dwi Gata Bayu. Sehingga kejap berikutnya berbagai senjata pun menghujani pemuda berbaju putih itu. Namun Dwi Gata Bayu hanya tertawa terbahak melihat serangan-serangan itu. Dan tiba-tiba tubuhnya melenting ke udara. Begitu menjejak dengan tumpuan kepala murid-murid Padepokan Umbul Perkasa, dia melakukan serangan dari atas.
"Hiyaaa...!"
Wuut! Wuuut!
Tebasan ujung tombak dua orang murid padepokan berhasil dielakkan Dwi Gata Bayu. Kemudian laki-laki berbaju putih ini melakukan serangan balasan....
Buk! Buk!
"Aaakh!" Beberapa murid jatuh terpelanting dengan tulang dada remuk. Mereka bahkan terinjak-injak kawan sendiri yang sibuk mencecar Dwi Gata Bayu.
"Sheaaa...!" Basra akhirnya ikut pula menyerang. Dengan turunnya Basra dan Bawuk Bangkotan, maka pertempuran menjadi semakin seru dan membahayakan bagi Dwi Gata Bayu.
Pemuda berbaju putih ini segera mengerahkan jurus Langkah-Langkah Setan. Dengan gesitnya, Dwi Gata Bayu menghindari setiap serangan. Sementara Basra dan Bawuk Bangkotan segera mengerahkan jurus-jurus ampuh milik Padepokan Umbul Perkasa.
Pertempuran berlangsung semakin seru. Basra menerjang sambil menusukkan tombak pendek di tangannya. Sedangkan dari arah belakang, Bawuk Bangkotan melepaskan tendangan dahsyat ke arah Dwi Gata Bayu. Serangan ujung tombak yang terarah ke bagian perut berhasil dihindari Dwi Gata Bayu dengan menggeser tubuhnya sedikit ke samping. Namun, tendangan Bawuk Bangkotan telak menghantam bagian pinggangnya.
"Aaagkh...!" Dwi Gata Bayu tersungkur ke depan.
Melihat kenyataan ini para pengeroyok semakin bersemangat.
"Bunuh! Jangan beri kesempatan padanya untuk meloloskan diri!" teriak Basra sambil melompat ke depan.
Tombak di tangannya dikibaskan ke arah sasaran. Dwi Gata Bayu terus berguling-gulingan. Namun, tidak urung tombak itu masih sempat menggores bahunya.
"Aaakh...!" Dwi Gata Bayu menggeram kesakitan. Di luar dugaan, dia mendadak melenting ke udara. Begitu meluruk tangannya menghantam ke kiri dan kanan.
Des! Des! Des!
"Aukh...!" Beberapa orang murid Padepokan Umbul Perkasa yang berada paling dekat berpelantingan ke sembarang arah. Mulut mereka menyemburkan darah. Bahkan dua orang ada yang mengalami patah tulang.
Namun semua ini tidak mengurangi semangat Basra dan Bawuk Bangkotan untuk meningkatkan serangan. Dua mata tombak membelah udara menghantam ke bagian mata, dada, serta iga Dwi Gata Bayu. Sedangkan dari samping kiri, Bawuk Bangkotan menusukkan pedangnya. Kedua serangan ini cukup membahayakan. Dwi Gata Bayu tidak mungkin menghindari lagi, mengingat kedua jenis senjata itu semakin dekat jaraknya. Namun pada saat-saat yang sangat menegangkan diambilnya tindakan yang begitu tepat.
Trang! Trang!
"Heh...?!" Baik Basra maupun Bawuk Bangkotan sama-sama terkejut. Mereka terdorong mundur ke belakang. Sementara sinar putih terus berkelebat. Kedua murid Padepokan Umbul Perkasa itu bermaksud melakukan serangan kembali. Namun, mereka terkejut ketika melihat tombak dan pedang di tangan masing-masing telah buntung menjadi beberapa bagian.
"Mampuslah kalian! Hiyaaa...!" teriak Dwi Gata Bayu.
Sebelum Basra dan Bawuk Bangkotan menyadari apa yang terjadi, tiba-tiba meluruk ke depan. Pedang Kilat Buana di tangannya menghantam mereka sekaligus.
Cras! Cras! Cras!
"Aaa...!" Terdengar jeritan susul-menyusul. Basra dan Bawuk Bangkotan tampak mendekap perutnya. Yang isinya terburai berserabutan disertai mengucurnya darah yang tidak dapat terbendung lagi. Mereka jatuh terduduk dan terkapar di atas tanah dengan luka-luka sangat mengerikan. Dan sebelum Dwi Gata Bayu menebar petaka kembali....
"Berhenti...!" Sebuah suara langsung menghentikan tindakan Dwi Gata Bayu.
Laki-laki berbaju putih ini langsung memandang ke arah datangnya suara.
Di depan pintu bangunan, berdiri tegak ketua padepokan yang bernama Umbul Perkasa. Dia yakin laki-laki itu bukan Pendekar Belalang. Memang wajah Tri Gata Bayu dengan pemuda berbaju putih ini memiliki banyak kesamaan. Hanya saja, tatapan mata pemuda di depannya tampak menyorot penuh kebencian. Umbul Perkasa berjalan menghampiri Dwi Gata Bayu. Tampaknya, dia tidak mau bersikap gegabah mengingat pemuda ini memegang Pedang Kilat Buana yang telah menelan banyak korban jiwa.
"Benarkah kau putra Sepasang Manjangan Merah?" tanya Umbul Perkasa, seakan ingin meyakinkan.
"Ya.... Aku anak kedua dari tiga anak kembar Sepasang Manjangan Merah. Ingat, kau telah ikut membunuh orangtua ku! Jadi tidak ada ampun lagi bagimu!" dengus Dwi Gata Bayu.
Kini Umbul Perkasa makin yakin dengan apa yang dilihatnya. Jadi benar kalau pemuda di depannya adalah kakak dari Tri Gata Bayu, yang berjuluk Pendekar Belalang.
"Antara kau dengan Tri Gata Bayu memang memiliki perbedaan menyolok. Namun Tri Gata Bayu dapat memaklumi kesalahan orangtuanya. Sehingga di hatinya tidak ada dendam seperti di hatimu. Mungkin karena dia dididik manusia baik-baik seperti Empu Wasila itu!" keluh Umbul Perkasa, seakan ditujukan untuk diri sendiri.
"Bangsat! Jangan mengguruiku! Tri Gata Bayu adalah manusia lemah. Dia tidak tahu kepada siapa harus berbakti. Karena Empu Wasila telah meracuni hatinya dengan nasihat-nasihat kosong!"
"Kau keliru! Justru kaulah yang semakin tersesat. Tetapi semua itu adalah urusanmu sendiri. Sekarang, kau telah bertemu denganku. Lalu, apa yang kau inginkan?" tanya Umbul Perkasa penuh tantangan.
"Di antara pembunuh orangtua ku, hanya tinggal kau saja. Mereka semuanya telah berangkat ke liar kubur. Kau musuh terakhirku yang akan kukirim ke liang kubur!" tegas Dwi Gata Bayu.
"Hm, begitu? Tanpa Pedang Kilat Buana, kau bukanlah apa-apa. Walaupun aku tahu kau berguru pada si Mata Iblis di Bukit Setan. Sekarang, tunggu apa lagi? Kalau kau mau membunuhku, silakan!" tantang Umbul Perkasa begitu tenang.
Dwi Gata Bayu adalah pemuda berangasan yang dididik seorang tokoh sesat. Maka mendapat tantangan seperti itu, hatinya menjadi panas sekali.
"Aku akan membuat kematianmu lebih sakit dibandingkan yang lain-lainnya! Heaaa...!"
Pemuda berbaju putih itu melompat mundur ke belakang. Secara diam-diam tenaga dalamnya disalurkan ke bagian telapak tangannya. Setelah itu....
"Hiyaaa...!" teriak Dwi Gata Bayu seraya mengerahkan pukulan 'Penggetar Raga'. Sambil melompat ke depan, Dwi Gata Bayu mendorongkan kedua tangannya ke arah lawan. Sekejap kemudian tampak seleret sinar meluruk ke arah Umbul Perkasa.
Namun, laki-laki berusia sekitar lima puluh tahun ini telah melipat kedua tangannya ke depan dada. Mulutnya tampak komat-kamit membaca mantra. Dan tiba-tiba kabut putih telah menyelimuti tubuhnya. Dwi Gata Bayu melihat tubuh Umbul Perkasa memancarkan cahaya putih laksana perak. Saat pukulannya menghantam, sama sekali Umbul Perkasa tidak berusaha menangkis atau menghindar. Maka....
"Heh...?!" Dwi Gata Bayu terkejut ketika pukulannya menghantam tubuh Umbul Perkasa. Namun anehnya, jangankan tewas atau tergelimpang roboh. Sedikit pun tubuh Umbul Perkasa tidak bergeming. Sebaliknya, justru pemuda itu sendiri jatuh terguling-guling terkena sambaran angin pukulannya sendiri.
Sambil mengurut-urut dadanya yang terasa sesak luar biasa, Dwi Gata Bayu bangkit berdiri. Dengan penasaran pukulannya hendak dilepas kembali. Sekali ini tenaga dalamnya dilipatgandakan. Sehingga kedua tangannya yang berwarna hitam tampak bergetar hebat.
"Penggetar Raga! Hiyaaa...!" Disertai teriakan keras, Dwi Gata Bayu kembali mendorongkan kedua tangannya. Segulung angin dingin langsung menerpa Umbul Perkasa, sampai akhirnya pukulan itu benar-benar menghajarnya.
Tubuh Umbul Perkasa yang memancarkan cahaya putih itu hanya bergetar saja. Sebaliknya sebagian pukulan yang sempat membalik, membuat Dwi Gata Bayu terjengkang. Sudut-sudut bibirnya meneteskan darah.
Umbul Perkasa saat itu mengerahkan ajian 'Watu Karang Sejagat', sebuah ilmu langka yang jarang dimiliki tokoh-tokoh rimba persilatan.
Melihat lawannya tidak terpengaruh oleh pukulan yang dilepaskan, Dwi Gata Bayu menjadi penasaran. Kemudian langkahnya digeser ke samping. Pemuda berbaju putih ini mencabut Pedang Kilat Buana dari warangkanya. Ketika tenaga dalamnya disalurkan ke bagian hulu pedang berbentuk kepala ular sendok. Maka memancarlah cahaya putih dari mata pedang.
"Umbul Perkasa! Kau boleh pergunakan kekuatan iblis sekalipun untuk melindungi dirimu. Tapi, kau tidak akan lolos dari pedang ini! Heaaa...!" Dwi Gata Bayu tiba-tiba meluncur sambil mengibaskan pedangnya ke dada Umbul Perkasa.
Melihat serangan senjata ini, rupanya Umbul Perkasa merasa khawatir juga. Seketika dia melompat ke samping. Dengan begitu buyarlah kekuatan yang melindungi dirinya. Segera dicabutnya tombak pendek berwarna kuning keemasan. Dan dengan senjata pusakanya itu ditangkisnya serangan Pedang Kilat Buana!
"Ciaaat...!"
"Heh...?!" Umbul Perkasa terkejut melihat tombak pusakanya terbabat putus menjadi beberapa bagian. Laki-laki setengah baya ini terpaksa melompat mundur sambil mengerahkan jurus-jurus andalan untuk menghindari tusukan pedang. Tetapi celakanya pedang yang memancarkan sinar putih itu tampak bergetar dan terus bergerak tanpa terkendali.
Umbul Perkasa berusaha berkelit dengan memutar tubuhnya. Namun, pedang yang seakan dikendalikan kekuatan setan itu lebih cepat menghujam punggungnya. Umbul Perkasa menggeliat disertai jerit kesakitan. Pedang Kilat Buana telah menembus punggung hingga ke perutnya. Anehnya, pedang itu sekarang menyedot habis darah Umbul Perkasa! Sehingga, ketua padepokan ini tewas dengan tubuh kering kehabisan darah!
Secepat Dwi Gata Bayu mengeluarkannya, maka secepat itu pula Pedang Kilat Buana dimasukkan ke dalam warangka. Kemudian pemuda berbaju putih itu tertawa-tawa seperti setan. Beberapa saat setelah gema suara tawanya lenyap, sayup-sayup terdengar suara seseorang dari kejauhan.
"Dikejar-kejar selalu lolos, tidak tahunya di sini melakukan penjagalan! Dasar sontoloyo berhati iblis"
Dwi Gata Bayu terkejut ketika tiba-tiba terdengar sebuah suara terlebih-lebih setelah melihat kehadiran pemuda berbaju rompi putih dan gadis memakai baju merah.
"Sial! Rupanya kalian tidak bosan-bosannya mencampuri urusan orang lain! Kalian benar-benar ingin mampus!" dengus pemuda berbaju putih itu geram.
"Maut sudah kau tebar di mana-mana! Selama Pedang Kilat Buana belum diserahkan, maka selama itu pula kami terus memburumu!" sahut pemuda berbaju rompi putih yang tak lain Rangga. Dia ditemani Dewi Pemabuk.
"Rasakanlah ini! Hiyaaa...!" teriak Dwi Gata Bayu. Pemuda berbaju putih itu tiba-tiba mengibaskan tangannya ke arah Rangga dan Dewi Pemabuk, melepaskan jarum-jarum beracun.
Namun serangan senjata rahasia itu sudah dapat diduga kedua orang ini. Rangga cepat menghindar dengan melompat ke samping. Sedangkan Dewi Pemabuk menyemburkan tuaknya ke arah jarum-jarum beracun itu.
"Fruhhh...!"
Tes! Tes!
Jarum-jarum beracun itu langsung rontok ke tanah. Apa yang terjadi, membuat Dwi Gata Bayu penasaran. Sehingga segera dilakukannya serangan gencar dengan mengandalkan jurus 'Langkah-Langkah Setan' yang sangat berbahaya! Karena selain tangannya mencecar ke bagian yang mematikan, kedua kakinya secara silih berganti mencecar kaki Rangga. Demikian cepatnya serangan itu membuat Rangga segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk menghindari. Namun tiba-tiba Dwi Gata Bayu berputar ke belakang sambil melakukan tendangan beruntun. Akibatnya....
"Hegkh...!" Rangga terguling-guling. Belum sempat bangkit berdiri, sebuah tendangan kembali menghantam dadanya.
"Huagkh...!" Seperti hendak meledak, dada Pendekar Rajawali Sakti seperti bergemuruh. Dari hidung dan mulutnya meneteskan darah. Pada saat Dwi Gata Bayu hendak menginjak kepalanya...
"Fruhhh...!"
Pada kesempatan itulah semburan cairan tuak Dewi Pemabuk meluncur ke bagian paha Dwi Gata Bayu. Pemuda berbaju putih ini terpaksa membatalkan serangan. Dia cepat menyelamatkan pahanya dari cairan tuak. Sambil menggeram marah, tubuhnya berbalik menyerang Dewi Pemabuk dengan jurus 'Langkah-Langkah Setan' pada tingkatan yang lebih tinggi.
Dewi Pemabuk terus berusaha menghindar sambil sesekali melakukan serangan balasan. Namun semakin lama gerakan jurus 'Langkah-Langkah Setan' semakin rumit dan sulit dilayani Dewi Pemabuk. Maka keadaan gadis itu mulai terdesak. Dewi Pemabuk berusaha melayani dengan sambaran tuaknya. Dan anehnya, selalu saja Dwi Gata Bayu dapat menghindari. Sampai akhirnya, pemuda itu menyusup ke dalam perlahan. Tangannya cepat meluncur menghantam perut.
"Wuaagkh...!" Ariyani jatuh terbanting dengan mulut mengucurkan darah. Tampak jelas kalau gadis itu menderita luka dalam yang tidak ringan. Melihat kejadian ini, Dwi Gata Bayu bermaksud mengakhiri riwayat Dewi Pemabuk. Tubuhnya tiba-tiba melesat. Pada saat-saat yang sangat gawat, tiba-tiba dari samping kanan meluruk angin deras menebarkan hawa panas luar biasa.
"Heegkh...!" Dwi Gata Bayu kontan terguling roboh.
Kiranya Pendekar Rajawali Sakti telah melepaskan aji 'Guntur Geni' ke arahnya. Sambil menggeram marah dan tanpa menghiraukan luka dalam yang dideritanya, Dwi Gata Bayu segera bangkit. Dwi Gata Bayu memandang Pendekar Rajawali Sakti dengan penuh kebencian. Sekejap saja tangannya telah dikibaskan ke depan.
"Hiyaaa...!" Sambil melompat ke depan sekali lagi, Dwi Gata Bayu mendorongkan tangannya ke arah Rangga, mengerahkan pukulan 'Penggetar Raga'. Saat itu juga, seleret sinar hitam meluruk mengancam keselamatan Pendekar Rajawali Sakti.
Namun sebelum pukulan itu berhasil mencapai sasaran, Pendekar Rajawali Sakti yang juga telah terluka dalam segera melenting ke udara. Sehingga pukulan itu hanya menyambar angin kosong. Dwi Gata Bayu yang telah kehilangan kesabarannya, segera meloloskan Pedang Kilat Buana untuk mengakhiri perlawanan Rangga.
Segera dikerahkannya tenaga dalam ke bagian hulu pedang. Seketika senjata maut itu bergetar hebat, memancarkan sinar putih. Dalam keadaan demikian, tentu kekuatan iblis yang mengendalikan pedang ini.
Sementara Dewi Pemabuk sadar betul dengan bahaya yang mengancam.
"Awas, Rangga! Pedang itu bergerak atas kekuatan iblis!" teriak Dewi Pemabuk.
Mendengar ucapan Dewi Pemabuk, Pendekar Rajawali Sakti yang telah mendarat tidak punya pilihan lain. Segera seluruh tenaga dalamnya disalurkan ke bagian telapak tangan. Dibuatnya beberapa gerakan tangan dengan tubuh miring ke kiri dan ke kanan dengan kuda-kuda kokoh. Begitu tubuhnya telah tegap kembali, kedua telapak tangannya telah diselubungi sinar biru sebesar kepala bayi. Lalu....
"Aji 'Cakra Buana Sukma'! Hiyaaa...!" Sambil melompat ke depan, Rangga mendorongkan kedua tangan ke arah Dwi Gata Bayu yang memegang pedang. Seketika sinar biru berkilau segera menghantam Dwi Gata Bayu.
"Aaa...!" Ledakan keras terdengar, disertai jeritan Dwi Gata Bayu. Tubuh pemuda itu hancur berantakan, menjadi serpihan daging kecil-kecil.
Pedangnya terlempar, dan jatuh persis di dekat kaki seorang pemuda yang baru saja muncul di tempat itu. Dia tidak lain Pendekar Belalang! Baik Rangga maupun Dewi Pemabuk terkejut melihat kemunculan murid Empu Wasila yang tidak lain adik kandung Dwi Gata Bayu ini. Mereka menyangka, urusan tentu semakin panjang. Tri Gata Bayu alias Pendekar Belalang, memungut Pedang Kilat Buana. Air matanya berlinang melihat kematian kakak kandungnya. Tapi sama sekali matanya tidak menyimpan dendam.
"Aku telah berusaha mencegah keinginannya. Ternyata aku tidak mampu melakukannya!" desah Tri Gata Bayu sedih.
"Maafkan aku, Pendekar Belalang! Aku sangat terpaksa melakukannya. Semoga kau mengerti!" ucap Rangga pelan.
"Aku mengerti, bagaimana Pedang Kilat Buana ini. Dia tidak dapat dihentikan bila kekuatan iblis telah mengendalikannya, Pendekar Rajawali Sakti. Aku tidak bisa menyalahkanmu."
"Apakah kau tidak mendendam pada Rangga?" tanya Dewi Pemabuk.
"Jika menurutkan kata hati, iblis akan bersarang di dadaku! Apa yang dapat kulakukan hanyalah memasrahkan segalanya pada Yang Maha Kuasa! Karena, jiwaku ada dalam genggamannya!" desah Pendekar Belalang.
Rangga dan Dewi Pemabuk merasa terharu. Mereka segera membantu, ketika pemuda rendah hati itu mulai memunguti serpihan daging kakak kandungnya yang berserakan bercampur debu.
"Aku akan menguburkan Dwi Gata Bayu di Bukit Buana. Dan pedang ini kukuburkan bersamanya," kata Tri Gata Bayu.
"Aku ikut denganmu!" ujar Dewi Pemabuk.
"Aku akan pergi ke suatu tempat. Maaf, aku tidak ikut," ucap Rangga menahan sakit di dadanya.
"Terima kasih, Pendekar Rajawali Sakti. Aku tidak akan mendendam padamu!" ujar Pendekar Belalang.
Sungguh mulia kata-kata seperti itu. Dan tanpa diketahui yang lain, darah merembes keluar dari sudut bibir Pendekar Rajawali Sakti. Menyadari hal ini, Rangga segera berkelebat meninggalkan Padepokan Umbul Perkasa. Sedangkan Dewi Pemabuk dan Pendekar Belalang hanya mampu melihat kelebatan bayangannya.

***

TAMAT

201. Pendekar Rajawali Sakti : Pedang Kilat BuanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang