"ALLAHUAKBAR!!" Suara itu bergema memenuhi kamar tidur dengan nuansa putih.
Pagi itu pukul 6.45, Luna baru terbangun dari tidurnya. Ntah bermimpi menjadi ratu, tukang semir sepatu, atau menjadi pelayan dikerajaan, ia terlambat bangun hari ini. Bell sekolah berbunyi pukul 7.00 pagi, Luna harus segera bersiap-siap secepat kilat agar sampai tepat waktu disekolah, walau tidak mungkin.
"Duhhh, kok ga ada yang bangunin aku sih!?" Luna ngedumel sambil memakai sunscreen andalannya, ia tahu ini kesalahan dirinya sendiri—namun menyalahkan orang lain yang tidak tahu apa-apa merupakan jalan keluarnya. Ia melihat layar handphone-nya yang hidup, terlihat ada 15 panggilan tidak terjawab dari Nura, 50 pesan belum terbaca dari Nura, serta 3 panggilan tak terjawab dari Raksa.
Matanya seketika terbelalak melihat notifikasi ponselnya. Ia mencoba melihat lagi, dengan perlahan dan dengan hati-hati.
3 PANGGILAN TIDAK TERJAWAB DARI RAKSA
"Gak salah lagi, Raksa emang suka sama gue!" Luna yang awalnya sudah tidak berniat untuk pergi ke sekolah langsung bergegas lari menuju halte bus. Ia tahu sudah terlambat, jam menunjukkan pukul 7.05 sekarang. Tetapi tak apa pikirnya, yang terpenting adalah ia pergi kesekolah dan mulai menggoda si ketua kelas, Raksa.
•••
Nasib buruk Luna memang ditakdirkan terjadi hari ini. Ketika sampai disekolah, Luna mencoba untuk menyelinap masuk. Tetapi sayang, petugas kedisiplinan sekolah sedang berkeliling dan melihat Luna yang sedang celingak celinguk mencoba mencari celah untuk masuk tanpa mendapatkan hukuman.
Wajah menekuk, dahi berkeringat, tangan menggenggam sapu lidi, berdiri tepat disebelah tumpukan sampah daun kering. Luna mendapat hukuman membersihkan halaman sekolah, wajah kesalnya terlihat sangat jelas, tentu saja ia malu. Banyak murid yang berjalan melewatinya dan mulai memasang wajah mengejek.
"Coba aja tadi bangun lebih pagi, ga kejadian nih yang begini-gini!" Luna mengumpat sendirian, masih dengan tangan menggenggam sapu lidi.
"Makanya, jangan kebo." Suara berat ciri khas itu berhasil membuat bulu kuduk Luna berdiri. Tidak salah lagi.. itu Raksa.
"Ehh, ada Raksa. Mau bantuin Luna ya? Sini-siniii! Aduhh, calon pacar baik amat sih!" Lagi-lagi Luna mulai menggoda Raksa. Ia tahu Raksa tidak akan jatuh cinta hanya dengan gombalan receh seperti itu. Tetapi, Luna sangat menyukai ekspresi Raksa yang mulai salah tingkah saat digoda.
"Tadi gue liat notif lo nelfon gue. Ada apa?"
"Disuruh Nura bangunin kamu, katanya kalo saya yang telfon kamu bakal bangun"
"Terus percaya gitu sama Nura?"
"Iya, kan saya lakuin"
"Kamu agak oon ya"
"Maksudnya?"
"Ooh beneran agak oon"Luna tertawa lepas setelah mendengar jawaban Raksa yang begitu polosnya menuruti perintah Nura. Luna tau, Nura mencoba mendekatinya dengan Raksa.
•••
"RAAAA, CAPEEEKKKK" begitu sampai dikelas, Luna langsung mengeluh didepan Nura. Memperlihatkan wajah memelasnya dengan rambut berantakan. Penampilan Luna sangat kacau hari ini.
"Males, bau" jawab Nura singkat.
Luna tetap menempel manja dibahu Nura, ia memejamkan matanya.
"Udah next time nih" suara itu muncul dari seorang wanita yang tengah bersandar di bahu Nura.
"Hah? Kenapa Lu?"
"Ini udah next time. Siapa orang yang kamu suka?"Benar-benar pertanyaan diluar dugaan! Wajah Nura memerah seketika, tangan dan bibirnya mulai bergetar, jemarinya mulai mendingin. Nura tipikal perempuan yang gampang panik.
"Apaansih Lu, ga ada!" Jawab Nura tegas.
Tidak puas dengan jawaban yang diberikan Nura, Luna bertanya lagi.
"Siapa?"
"Engga"
"Siapa?"
"Engga"
"Siapa Raaa?"
"Engga ada!"
"Tangannya sampe dingin begini mana mungkin ga ada, mau disebutin satu-satu?"Nura memasang wajah pasrah, ia tahu Luna tidak akan berhenti sampai mendapatkan jawaban yang ia inginkan.
"Nanti aku kasih tau, janji." Jawab Nura singkat.
•••
"Nura, kamu nanti pulang sekolah jangan pergi dulu ya? ada tamu dari pusat, kamu yang wawancara"
Ah, aku lupa bilang. Nura ini seorang jurnalis di sekolahnya, sering kali mendapat panggilan wawancara narasumber mendadak.
Nura melihat ke arah Luna yang tengah memakan jajanan favoritnya. Luna tahu tatapan itu, ia langsung menjawabnya.
"Iya Ra, aku tungguin."
"Eh, Ra. Kamu itu wawancara sana sini emang dibayar? Kalo gratis mah ngapain, capek" tanya Luna polos kepada Nura.
"Ya dibayar lah Lu, kan sama aja kaya kerja"
Luna hanya mengangkat alisnya, meng-oh kan jawaban Nura.
Suara ranting pohon yang jatuh memecah keheningan antara Nura dan Luna. Nura yang masih sibuk mempersiapkan pertanyaan untuk narasumber.
"Kamu masih naksir Raksa, Lu? Kamu itu cuma naksir, atau emang serius sih?" Tanya Nura yang masih menggenggam pena di jemarinya.
"Gimana ya Ra, aku suka sama dia dan aku mau nunjukin kalo dia emang buat aku. Tapi aku beneran suka"
"Berarti ini kompetisi dong buat kamu? Suka sama Raksa dan mencoba buat dia suka balik sama kamu?"
"Yaa bukan kompetisi juga, aku cuma mau ngebuktiin kalo Raksa bisa suka sama cewe kaya gue"Obrolan yang diawali aku-kamu memang sering kali berakhir gue-lo. Percakapan antara Luna dan Nura selesai sampai situ.
•••
"Lu, kamu masih sama Febrio kan?" Nura bertanya penuh keseriusan.
"Iya, masih"Febrio, cowok yang dekat dengan Luna sejak SMP. Febrio 1 tahun lebih muda dari Luna, mereka pasangan yang cocok. Walaupun tidak ada status, Luna meyakini bahwa ia dan Febrio merupakan dua orang yang saling sayang.
"Kalo masih sama Febrio, Raksa untuk apa, Lu?" Kali ini nada biacara Nura merendah.
"Kamu pernah berada di titik suka sama 2 orang yang berbeda? Disisi lain kamu suka sama orang baru, tapi disisi lain kamu gamau kehilangan orang yang udah lama sama kamu. Gitu rasanya Ra, kamu gabisa paksa aku buat terus suka sama 1 cowok. Ada kalanya aku oleng sana sini." Nada bicara Luna agak tegas, matanya terlihat serius.Nura hanya terdiam, tatapan kosongnya kembali menatap sepasang sepatu yang ia kenakan.
"Tenang Ra, aku janji ga akan nyakitin salah satu diantara mereka, pegang omongan aku."