Malam Terakhir ✔️

5 3 0
                                    

Malam itu 30 Desember, lusa adalah tahun baru, saat itu adalah saat semua orang menghitung mundur waktu pergantian tahun. Aku tak ingin mengatakan apa-apa tentang hal itu, aku hanya akan mengatakan apa yang ku rasakan di malam 30 Desember ini.

Malam itu hujan sangat deras, lagi, sepertinya aku adalah orang yang paling tidak beruntung malam ini. Ini adalah hari ke-5 aku tidur di ranjang rumah sakit, selama aku di sini tak ada yang menjengukku.

Tentu saja, memangnya siapa yang akan menjengukku? Teman? Teman siapa? Lucu sekali sampai aku sakit perut terbahak-bahak. Aku di sini bersama adikku, dia yang membawaku ke sini dan menjagaku tapi malam ini dia ada kepentingan jadi harus pulang dan tak bisa menemaniku.

Ia pulang tadi sore pukul 16.30, aku tak masalah sendirian toh aku juga sudah terbiasa. Lagipula di sini agak ramai, kamarku berada di lantai satu di salah satu dari 4 kamar yang saling berhadapan, kamarku berhadapan dengan kamar no. 3 dan kamarku adalah kamar terakhir, sebelah kirinya adalah toilet.

Dua kamar yang berseberangan dengan kamarku, kamar no. 1 dan no. 3, sudah kosong sejak dua hari yang lalu sehingga aku tinggal bersama tetanggaku, kamar no. 2.

Kamarku cukup bagus, tak terlalu besar memang tapi nyaman dan tak banyak barang, dari balik jendela kamarku aku dapat melihat sebuah tangga luar menuju lantai dua yang menyatu dengan dinding yang membatasi rumah sakit dengan jalan umum kecil. Aku bisa mendengar suara teriakan penjual bubur ayam di pagi hari yang keliling dengan gerobaknya, adikku pernah membelikannya untukku dan rasanya lumayan.

Berbeda denganku, tetangga ku ini selalu ramai setiap harinya, ada setidaknya tiga atau empat orang di sana dan terkadang ramai oleh orang yang menjenguknya.

Jadi bisa dibilang tak terlalu sepi disini walau tempatnya agak di belakang, tapi pukul 17.15 tadi sekitarku menjadi sunyi, mereka telah mengosongkan kamar itu dan tinggalah aku sendiri di antara tiga kamar kosong.

Dari luar pintu aku dapat mendengar orang lalu lalang, tapi tidak melewati lorong di depan kamarku karena sudah mentok dengan toilet, kecuali petugas yang memberi jatah makan dan perawat yang rutin memeriksaku pada waktunya.

Sekitar lebih satu jam kemudian kesunyian itu lenyap dimakan rintikkan hujan yang disusul dengan deruan air dan guntur yang tiada hentinya sampai melewati jam tidur.

Posisi ranjang ku tepat menghadap ke arah jendela jadi aku bisa melihat keadaan luar secara langsung, kordengnya belum tertutup sejak tadi pagi dan aku malas untuk meninggalkan kasurku saat ini.

Disana aku dapat melihat pantulan diriku dan tetesan hujan di luar.

Sial aku harus meninggalkan ranjang ku itu untuk pergi ke toilet, aku mendorong tiang infus ku meninggalkan kamar.

Dari lorong kecil itu aku menoleh ke ujung lorong yang sepi, salah satu lampu di sebrang sana tidak menyala, sepertinya rusak.

Setelah selesai urusan ku aku hendak kembali ke kamarku, dari arah kamar no. 2 aku melihat sekilas cahaya dari kaca buram di pintunya. Aku pikir itu kilat dari luar yang menembus jendela.

Setelahnya aku masuk dan menuju jendelaku yang terbuat dari kaca transparan itu untuk menutup kordeng. Di luar aku melihat tangga yang sedikit berlumut yang menuju lantai dua itu basah terguyur air hujan yang deras, di ujung tangga terdapat lampu gantung yang agak remang.

Aku mengerti kenapa adikku membawaku ke rumah sakit ini, rumah sakit ini tak terlalu besar dan biayanya juga murah mengingat pekerjaan kami yang tidak seberapa.

Kulihat jam dinding menunjukkan waktu pukul 22.45, sesekali petir membelah langit malam, setelah beberapa saat aku menutup kordeng dan bersiap tidur.

Ku pejamkan mataku rapat-rapat namun akhirnya aku tetap terjaga.

Sesuatu terbesit secara acak di benakku, setelah kamar no. 2 kosong apakah petugas kebersihan lupa menutup kordeng kamar itu sewaktu dibersihkan tadi sore? Apakah cahaya kilat bisa menembus kordeng sampai memantul ke kaca pintu? Ataukah kilatan cahaya yang kulihat sebelumnya itu hanya perasaan ku saja?

Entahlah aku tak peduli.

Ku tarik selimut sampai menutupi setengah wajahku, di samping ranjangku terdapat tabung oksigen lengkap dengan selangnya, aku tak membutuhkan itu saat ini dan sepertinya itu digunakan oleh pasien sebelum diriku.

Ku perhatikan tabung besi itu memiliki banyak goresan di sana sini, itu pasti sudah lama, ku lihat flowmeter nya mencapai garis merah tanda isinya telah kosong.

Ku sentuh tabung dingin itu dengan tanganku yang bebas dan sedikit ku gerakkan, aku sedikit terpana melihat sebuah tulisan kecil yang berantakan di sana.

Itu sepertinya ditulis dengan pena yang hampir habis, dilihat dari beberapa huruf yang ditulis berkali-kali agar tulisannya jelas, meskipun begitu tulisan itu sangat kecil sehingga ada beberapa huruf yang tak jelas.

"Yo*'ll *onna di* *omo*ow"

Hanya itu yang dapat ku baca hurufnya, aku yang mulai penasaran dengan tulisan itu pun mulai memikirkan apa yang ingin ditulis oleh seseorang itu.

Aku hanya bisa mengingat-ingat pelajaran bahasa Inggris ku yang jatuh jauh kedalam endless abys selama masa sekolah, tapi aku tak menemukan apa-apa.

Ketika aku masih terperangkap dalam lamunan aku dikagetkan oleh suara ketukan pintu kamarku, dari kaca buram itu lorong depan gelap sepertinya lampunya mati, ku lihat jam menunjukkan pukul 23.20, kenop pintu itu bergerak dan pintu terbuka.

Seorang perawat wanita masuk dan sepertinya ia terkejut melihatku yang juga sama terkejutnya, ia membawa botol infus baru, beberapa lembar kertas kecil dan sebuah pulpen.

Ku lihat botol infus yang tergantung itu hampir kosong, lalu perawat itu menggantinya.

"Belum tidur? Tidak baik begadang saat kondisimu seperti ini" ucapnya.

"Tak bisa tidur" jawabku singkat, kondisiku memang belum berubah banyak walau sudah 5 hari di sini, terkadang aku masih memerlukan bantuan adikku untuk bangun dari tempat tidur.

Perawat itu menawarkan obat penenang namun aku menolaknya, saat ia hendak pergi aku menghentikannya dan menanyakan apakah kordeng kamar sebelah ditutup atau tidak.

"Kordeng itu sudah tertutup saat aku kembali mengambil barang yang tertinggal, di sana juga ada petugas kebersihan. Apa ada masalah?" ucapnya keheranan.

Aku hanya menggeleng dan berbalik badan, ia pun segera pergi dan menutup pintu kamarku dengan hati-hati.

Itu hanya perasaanku, batinku.

Pikiranku terbang ke arah lain lagi, jika kondisiku masih sama maka besok aku harus dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar, tentu itu akan memakan biaya yang lebih besar pula.

Ku berbalik dan menoleh ke arah kaca buram di pintu, lampu di luar berkedip-kedip, mungkin saja kabelnya bermasalah karena hujan dan petugas keamanan sedang memperbaikinya.

Beberapa saat kemudian barulah aku tertidur.

-¤¤¤-

Dibuat pada 30 Desember 2021

Cerpen Bla Bla Bla Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang