8

6 1 0
                                    

Rumah duka 05:00 pagi

Tempat ini belum terlalu ramai hanya beberapa keluarga dekat yang sudah datang, bahkan mataharipun belum sepenuhnya naik, dan kabut menutupi sebagian jalan

Mamah dan Papah segera masuk Karina mengikuti mereka dari belakang dengan perasaan gelisah

"Maaf kami baru datang....tiba tiba sekali saya gak nyangka saya turut berduka cita" ucap mamah pada lelaki tua yang sebelumnya ada di rumah sakit tadi malam yaitu Ayah dari Kak Dimas

"Lala...lala kemana? Bagaimana keadaannya?" Tanya Papah

"Dia masih syok berat karena kami takut kandungannya terpengaruh jadi Lala ada di ruang istirahat sekarang anda bisa temui Lala"

"Pah mamah akan temani Lala" pamit Mamah dengan yang lainnya "iya mah" aku tetap di sini untuk mencari tau siapa yang sebenarnya meninggal

"Kalau boleh tau kenapa Dimas tiba tiba saja meninggal?" Tanya papah

"KAKA DIMAS?! astaga" Karina sangat kaget sampai kakinya lemas

"Entah kenapa jantungya tiba tiba berhenti malam itu...saya juga kaget dengan kepergian anak saya"

"Maaf kalau saya menyinggung masalah ini....bagaimana dengan kasus anak saya Karina jika kaptennya meninggal? Maaf sekali lagi"

"Tidak apa saya mengerti kita sama sama kehilangan anak, itu adalah hal yang paling menyakitkan tapi....mungkin anda tidak tau semua anak buah Dimas juga meninggal mereka terbunuh, mayat mereka di temukan di kantor beberapa hari yang lalu"

"Astaga?! Lalu bagaimana dengan penyelidikan nya akan terus di lanjuti kan?"

"Saya akan berikan kasus ini dengan detektif terbaik kami....saya yakin bajingan itu yang membuat anak saya dan rekan rekannya meninggal"

"Tolong bantu kami"

"Pasti...saya sudah sering mendengar tentang Karina dari Lala"

"Terimakasih"

"Bagaimana sekarang? Mereka semua sudah mati?" Karina sangat kebingungan sekarang satu satunya harapannya telah meninggal "KARIN!" Panggil Mahesa dia berlari ke arah Karina "ini beneran?! Aku baru saja ingin memberikan pisau itu ke kak Dimas"

"Aku juga kaget...tapi pisaunya aman kan kak?"

"Aman tenang aja...bagaimana selanjutnya harapan kita sudah hilang"

"Akan ada detektif lain yang menangani kasus ini"

"Kita tidak bisa percaya dengan sembarang orang ingat para polisi itu dan kak Dimas pasti bajingan itu yang membunuh mereka...dia tau segalanya"

"Aku akan serahkan semuanya dengan detektif barunya nanti...sampai aku yakin baru kita berikan pisau itu"

"Baiklah aku akan masuk dulu berdo'a untuk kak Dimas"

"Emm...aku mau ke kak Lala" Karina menyusuri semua ruangan intuk mencari Lala ruang istirahat itu berapa di sana Karina langsung masuk ke ruangan itu.

Kak Lala terlihat sangat pucat dia terbaring di sofa dan Mamah dengan setia mengenggam tangannya "dengerin mamah kamu harus kuat kasian anak kamu" Ucap mamah "mah....anak ini akan lahir tanpa ayah..bagaimana kami melanjutkan hidup jika seperti ini"

"Bagaimanapun dia harus tetap lahir ke dunia ini, ingat ini impian Dimas...mamah yakin kamu kuat" Tangis Lala sudah tak terbendung lagi dia meluapkan kesedihan dan kekecewaannya di dalam pelukan Mamah

"Kak Lala...maafin Karin....ini salah Karin kak maaf, Karin salah faham sama kak Dimas maafin Karin" Karina memeluk Lala dari belakang dan ikut menangis

( Keluarga Karina sangat dekat dengan Lala makanya Lala manggil Mamah karina dengan sebutan Mamah)

"Lala kita akan segera menguburkan Dimas" Jendral Bimo masuk dengan wajah kelelahannya "pah..." Lala menghampiri mertuanya itu dan memeluknya "ikhlaskan anak saya ya...tolong jaga cucu saya sampai dia lahir ke dunia papah akan menjamin kehidupan kalian berdua" ucapnya

"Iya pah..."

"Ayo sekarang kita keluar ucapkan kalimat terakhir kamu pada suamimu kita harus segera menguburnya" Mamah dan Jendral Bimo memapah Kak Lala keluar menuju peti mati suaminya

"Mas...maafin aku...aku belum jadi istri yang terbaik buat kamu...yang tenang ya mas aku akan besarkan anak kita sampai dia sehebat ayahnya ...mas...." dia sudah tidak kuat melanjutkan kalimatnya lagi yang dia lakukannya hanya menangis sambil menggenggam erat tangan suaminya itu

"Sudah..sudah cukup tutup petinya....Lala kamu ikut?" Tanya Jendral Bimo "ikut pah"

"Ya suddah tolong bawakan kursi roda menantu saya tidak akan kuat berdiri" perintahnya

"Karin..."bisik Mahesa pada Karina "ya?" Sahut Karina "kau yang melakukannya kan?" Entah apa yang Mahesa katakan Karina sontak marah atas tuduhan tiba tiba Mahesa padanya "hah?! Maksud kakak? Kakak nyalahin aku? Kakak kira aku sejahat apa?" Tanya Karina penuh emosi

"Aku hanya bertanya gak perlu emosi"

"Kakak menuduhku jelas aku marah!" Mahesa pergi keluar dan Karina mengikutinya "jelasin kenapa kakak bisa berfikir kalau itu aku?"

"Ck! Bukan kah ini aneh? Dia meninggal tiba tiba dan aku barusan bertanya dengan polisi katanya ada yang tidak wajar dengan kematiannya tapi tidak ada rekaman cctv ...bukan kah aneh? Kau adalah hantu jelas kau bisa lakukan apa saja tanpa terlihat" tuduhnya "atas dasar apa aku membunuhnya? Dia satu satunya yang bisa membantuku menangkap bajingan itu?"

"Kau lupa siapa yang memasukannya ke dalam rumah sakit? Bukan kah itu ulahmu? Sudah lah jangan bicarakan lagi baiklah itu bukan kamu aku percaya"

"Bukan aku!"

"Iya iya" Mahesa pergi begitu saja

"Sialan! Kalau saja kau bukan satu satunya yang bisa melihatku sudah ku hancurkan mulut kotormu itu!" Selagi tadi Karina dan Mahesa berbincang ternyata yang lain telah pergi ke tempat pemakaman

Karina sudah tidak selera untuk ikut pergi dengan mereka dia kembali mencari Mahesa yang baru saja pergi dia pergi ke belakang gedung sambil menarik seorang laki laki dengan kasar "apa yang kau lakukan di sini bajingan!" dia melempar laki laki itu ke tembok dengan kasar "dia salah satu pasienku kalau kau lupa" laki laki itu sama sekali tak terlihat takut dengan Mahesa sepertinya mereka sudah lama kenal "turunkan tatapanmu sialan atau ku keluarkan mata indahmu itu agar kau tidak bisa melihat lagi?" Laki laki itu sama sekali tidak takut dia malah lebih mendekatkan wajahnya "coba saja" ucapnya sambil tersenyum

Amarah yang tak tertahan tangannya sudah mengepal sedari tadi sepertinya dia mencoba menahan untuk tidak memukulnya "jangan main main" anak laki laki itu dengan santainya menyenderkan punggungnya ke tembok dan melipat kedua tangannya di dada seakan akan sedang menantang Mahesa agar meluapkan kemarahannya itu "pergi...pergi sekarang" dia mendorong tubuh anak itu lagi "ck! Jangan kasar dengan adikmu kakak ku tersayang...."

"Kakak? Itu adiknya?" Batin Karina


"Kakak? Itu adiknya?" Batin Karina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JAKE
23TH
Adik Mahesa & Dokter

I'm a ghostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang