Blood Oath
Cahaya temaran di ruangan yang sepenuhnya tertutup. Namun terasa sejuk meski tanpa pendingin ruangan. Terlihat samar dua sosok yang duduk saling memangku, memusatkan pandangan pada sosok lain yang membungkuk dihadapan mereka untuk memberi hormat.
"waktunya semkin dekat, saya khawatir mereka tak bisa melaluinya." ujarnya menyampaikan kecemasan. Kedua sosok yang saling memangku itu tidak bergeming. Keduanya pun merasakan kecemasan yang sama.
"aku mencoba mempercayai mereka untuk menjaga anakku." tutur sosok yang memangku, sambil membelai lembut yang dipangkunya. Ia mencoba mengusir kecemasan dengan meyakinkan diri.
"bibi Huang, tolong awasi terus mereka dan anakku." sosok yang dipangku pun ikut berujar.
"baik tuanku."
.
.
.
."Renjun!"
Tubuh mungil itu sedikit berjengit saat seseorang memanggil namanya. Pikirannya sedang tak ada di tempatnya saat berjalan tadi.
"Gu-gualin seonbaenim."
"hai." sapanya lagi saat sosok pria bertubuh tinggi itu berada dihadapanya. "kau melamun? Aku memanggilmu berkali-kali namun kau tidak menoleh sedikitpun." renjun menggaruk tenguknya saat mendengar nada protes dari seniornya itu.
"ma-maaf aku-" ucapannya terpotong saat melihat sosok dihadapannya kini tertawa gemas. "kenapa kau lucu sekali, aku tidak mau tau! Setidaknya kau harus memberi alasan konkret mengapa menolak membantuku. Baru aku akan melepaskanmu." ujar pria bernama guanlin itu dengan mengulas senyuman.
"bu-bukan aku tak ingin. Namun kekasih-kekasihku tak mengijinkannya." Renjun sontak membukam mulut dengan telapak tangannya, ia tak mengerti kenapa alasan itu yang justru keluar dari bibirnya.
Hal itu jelas menuai kernyitan heran lawan bicaranya kini.
"kekasih-kekasihmu?"
"ah! Bukan- maksudku-itu-" Renjun pun terbata karena tak menemukan kata elakan apapun dikepalanya.
"hmmm berarti kau sosok yang adil ya, memiliki kekasih sebanyak itu."
"hah?"
"berarti aku bisa jadi yang terakhir?"
Mata Renjun sontak membulat mendengar pernyataan itu. Entah kenapa ia menjadi gugup dan salah tingkah.
"Seo-seonbaenim, aku masih ada kelas. Maaf aku duluan." dalih Renjun berusaha menghindar. Wajahnya terasa memanas, bahkan detak jantungnya berpacu dengan begitu cepat. Ada rasa aneh yang sulit ia mengerti dan sontak membuatnya menitikan air mata. Ia berlari dengan terisak, sampai tubuh mungilnya tersungkur karena menabrak seseorang.
"Renjun-ah kau tak apa?" tanya sosok yang ditabrak Renjun. Ia cukup panik melihat Renjun yang terisak dilantai.
"hei! Ada apa?"
"Sa-San hyung... Aku-"
San melihat sekeliling untuk memastikan tempat hingga akhirnya membawa sosok Renjun yang terisak kesebuah kursi panjang di bawah pohon.
"tenanglah, sekarang coba kau cerita. Ada apa? Apa yang terjadi?" alih-alih menjawab Renjun justru menggeleng dan semakin terisak. Jujur, ia pun tak mengerti kenapa ia seperti ini. Hal apa yang mengganggunya hingga rasa sesak yang teramat menyeruak ini bergelung didadanya.
San meraih tubuh mungil Renjun dalam pelukannya, ia merasa benar-benar iba. Namun pelukan itu terasa menenangkan untuk Renjun ditambah sebuah tangan lain membelai lembut rambutnya dari belakang. Perlahan matanya terpejam dan terlelap tanla sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Oath [Renjun x 127] √
Fiksi Penggemar[M] [Vampire] [Romance] [Fantasy] [Horror][Comedy] blood oath adalah sebuah perjanjian darah bila kau melanggarnya akan mendapat celaka. ~~~~ Cerita ini terinspirasi dari lagu baru 127 yang judulnya favorite (vampire) Renjun x 127 BxB Vampire Yaoi ...