Chapter 2: Aroma Manis yang Menjijikkan (+19!)

1.3K 34 0
                                    

Langit-langit berputar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit-langit berputar. Tempat tidur empuk di belakang punggungnya sepadat laut yang tenang.

Ariel memaksakan diri untuk membuka matanya yang sayu. Aroma manis ruangan memenuhi hidungnya— aroma manis yang menjijikkan dari daging dan cairan tubuh yang bercampur.

Itu adalah kamar tidur kaisar, Leandro Apolliner. Masih ada aroma yang tertinggal dari perbuatan mereka semalam.

Leandro adalah seorang tiran brutal mengerikan yang dengan kejam merenggut miliknya (keperwanan-red) untuk pertama kali.

Dia adalah karakter dalam novel berjudul 'Mischievious Saint'—pemeran pria kejam yang menganggap diri sang heroine sebagai alat untuk melepas hasratnya dan tidak akan ragu untuk melakukan apa pun untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.

Ariel ingin mendorongnya menjauh. Tubuh pria itu berbaring berat di dadanya. Ariel bahkan tidak bisa bergerak sedikit pun... dan bagian bawahnya tubuhnya masih terasa sakit dan panas.

Tidak bisa bergerak, Ariel tersungkur ke belakang, pikirannya melayang kembali bagaimana dan kapan dia diseret ke dalam novel.

'Ini ajaib,' pikirnya.

Begitu dia menjadi pemeran utama wanita dalam novel itu, ingatan tentang kehidupan masa lalunya hilang.

Dia menyadari hidupnya yang terpisah, tetapi tidak peduli seberapa keras dia memeras otaknya, dia tidak dapat mengingat nama aslinya atau jenis kehidupan yang dia jalani.

"Haa..." Ariel menghela nafas, memaksa dirinya untuk mengingat kembali kenangan masa lalunya yang tidak diketahui.

Mengesampingkan pikiran itu, tubuhnya, yang terganggu oleh sentuhan Leandro, menjerit berkali-kali.

"Haa..."

Menurut ingatannya, ini adalah pertama kalinya dia berbagi malam penuh gairah dengan Leandro. Ariel menekan lengan bawahnya yang berotot dan berjuang untuk menarik dirinya untuk bangun.

Rasa sakit yang tidak menyenangkan, pahit dan lengket di antara kedua kakinya menandakan dia telah kehilangan keperawanannya. Dalam novel tersebut, Ariel mengalami luka parah akibat hubungan seksnya dengan Leandro, yang sama sekali tidak peduli apapun.

Hingga pada titik di mana dia menghabiskan tiga hari tiga malam menangis setelah malam yang penuh gairah, tanpa makan ataupun minum.

Tapi sekarang setelah dia menjadi Ariel, dia tidak berniat memainkan peran sebagai Heroine asli yang lembut dan... lemah.

Dia tidak suka pandangan pesimis pemeran utama wanita tentang kehidupan hanya karena satu pria.

Dia akan meletakkan kakinya ke bawah dan tetap bersikeras pada pandangannya.

Ia menatap waspada Leandro, Ariel mencoba berdiri. Namun, tubuh bagian bawahnya tidak sekuat yang dia kira.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia mengalami sesuatu yang kasar dan keras menembus dan mengacaukan bagian dalam dirinya. Ariel mengangkat sebagian tubuhnya dan menurunkan bagian perutnya lalu menekan dengan lembut.

Dia ingin membasuh tangan dan tubuhnya yang berlumuran cairan licin dengan air bersih.

Ariel menggigit bibirnya dan menggerakkan kakinya lagi.

Untungnya, dia bisa berdiri kali ini.

Aroma pria itu... tidak, tepatnya... aroma sperma pria itu memenuhi ruangan dan dia tidak ingin mencium ini lebih jauh lagi.

Ariel memungut pakaian yang terjatuh di lantai.

"...Kemana kau pergi?"

Ariel terdiam dan membeku.

Dipikirnya pria itu tertidur lelap, ternyata sebaliknya, dia menatapnya, mata birunya bersinar.

"Ha..."

Ariel menelan ludah kering. Tidak peduli seberapa banyak dia berteriak dan menggeliat di bawah lengan Leandro, saat ini mulutnya terasa kering.

"Aku bertanya kemana kau akan pergi."

'Jika saya memberikan jawaban yang salah, saya akan kehilangan suara saya.'

Perlahan Ariel menegakkan punggungnya, menutupi dadanya, kukunya sibuk meraba-raba mencari jawaban yang cocok.

"Kirim aku pulang," sang heroine asli harusnya menjawab pertanyaan Leandro yang dingin dan memusuhi. Dia tidak pernah mengira itu akan membuat kaisar marah.

"Saya... Saya haus..." kata Ariel.

Tapi dia bukan sang heroine dalam novel itu. Jadi, dari pada memasang wajah ketakutan, pipinya merona dan menatap Leandro dengan manis.

"Bukan karena aku tidak menyukaimu, itu karena aku mengalami masa-masa sulit denganmu," matanya menunduk malu seolah berkata.

Leandro bangkit.

"Haus?"

Ariel tidak menjawab, hanya mengangguk.

Leandro tersenyum; dia menggigit bibirnya sendiri.

Ariel Saintess Cabul (FansTL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang