Chapter 19: Milikku Sendiri

277 12 0
                                    

Prajurit yang menjaga pintu masuk tenda mengenali Carlos dan menundukkan kepala.

Setelah sedikit mengangguk pada salam mereka, Carlos dengan hati-hati menggulung kain dan membawa Ariel ke dalam.

"Yang Mulia."

Begitu melihat Ariel memasuki tenda, wajah Leandro berseri-seri seolah menyapa teman lama. Ia merasa seperti sudah lama jauh dari Ariel, padahal baru sehari ia tidak bertemu dengannya. Saat dia melihat wajahnya, kegembiraan, kerinduan, dan keinginan yang muncul dalam dirinya membuat jantung Leandro berdetak beberapa kali.

Dia mengulurkan tangannya dengan tergesa-gesa.

Ia ingin segera memeluk Ariel. Begitu dia memegang tangannya, Leandro menarik Ariel ke dalam pelukannya dan memeluknya erat-erat.

Ya. Dia membutuhkan ini. Aroma dan sentuhannya khas Ariel saja. Leandro memejamkan mata dan memasukkan hidungnya ke lehernya sambil menghirup seluruh tubuhnya.

"Ah."

Tapi ketika Leandro mengencangkan tubuhnya dan memeluk bahunya, luka yang baru saja berhenti berdarah, pecah lagi.

Leandro curiga pada Ariel yang berteriak kesakitan meski hanya memeluknya. Leandro dengan cepat melepaskannya dari pelukannya.

"Apa itu?"

"Yang Mulia."

Sebelum Leandro memeluk Ariel, Carlos mencoba melaporkan kondisi fisiknya, namun ia terlambat selangkah. Carlos bergegas ke sisi Leandro.

"Darah…?"

Bintik merah yang muncul melalui kain secara bertahap menyebar. Leandro melompat dari kursinya dan mulai menanggalkan pakaian Ariel.

“Yang Mulia…!”

Suara melengking dari kain robek itu begitu tidak menyenangkan. Tubuh Ariel terhuyung-huyung di bawah tangannya yang kasar dan mendesak.

"Yang Mulia, saya mengkonfirmasi bahwa ada luka di pipi dan bahunya."

Sebelum Carlos selesai berbicara, Leandro dengan tidak sopan menanggalkan semua pakaian Ariel dari tubuh bagian atas ke bawah.

Darah merah gelap mengalir dari bahunya, sangat kontras dengan kulitnya yang seputih salju.

Darah.

Saat dia melihat darah. Leandro merasakan keliaran yang melekat di hatinya terbangun. Naluri pemangsa yang sangat buas yang haus akan mangsa membuat indranya masuk akal.

"Apa ini?"

Kemarahan menyelinap di luar kendali. Dia sangat marah karena seseorang telah mengirimkan makanan ke mangsanya.

"Siapa yang melakukan ini?!"

Sebuah teriakan keras keluar dari tenda dan menggelegar di hutan. Seperti auman binatang buas, atau bahkan sesuatu yang lebih buruk dari itu. Ariel lupa bernapas.

Dia belum pernah melihat kemarahan yang begitu gila dan liar.

Dia baru saja melihat lukanya dalam waktu kurang dari setengah detik. Baik Ariel maupun Carlos tidak menyangka dia akan berteriak sekeras ini dengan mata merah.

Ujung jari Leandro bergetar karena marah.

Ariel harus menjadi miliknya sendiri, sepenuhnya dan menyeluruh. Dia seharusnya menjadi wanita yang sepenuhnya menjadi milik Leandro, yang tak seorang pun berani melihatnya.

Menghadapi amarah Leandro yang mengerikan, Ariel tiba-tiba ketakutan meskipun bukan salahnya dia terluka. Dia tahu bahwa obsesi Leandro terhadap Ariel sangat dalam, tetapi ketika dia melakukannya, dia merinding di sekujur tubuhnya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Orang ini sudah gila."

Itu adalah kegilaan yang berbeda dari saat dia memeluknya. Dia merasa seolah-olah dia akan kehilangan akal sehatnya hanya dengan menatap matanya yang tak berdasar, melihat alasan ketakutan di dalamnya.

"Kau milikku. Milikku sendiri yang tidak boleh disentuh atau ditaruh siapa pun di mata mereka.”

"Yang Mulia, tolong tenang d..."

Dia berpikir bahwa dia benar-benar akan mendapat masalah jika terus begini. Ariel mencoba menenangkannya dengan menepuk-nepuk dadanya.

“Ingin menyakitimu, dan ingin membuatmu menderita, dan…” Leandro meraih tangan Ariel yang menyentuh dadanya. “Membunuhmu juga. Semua itu adalah sesuatu yang hanya bisa lakukan olehku.”

Ariel bisa membaca semua itu di matanya yang melotot. Kata-kata Leandro bukan sekadar peringatan sepele. Semua hal pada Ariel, apalagi hidupnya, berada di bawah belas kasihannya. Ariel merasa tidak enak karena dia tahu Leandro bersungguh-sungguh.

Mengetahui kejadian di masa depan, Ariel pikir akan mudah untuk membujuk Leandro bermain di antara roknya. Namun, setelah melihat hasrat posesif yang mengerikan di mata itu, tekad Ariel semakin dangkal dan samar ketika dia dihadapkan pada ketakutan akan konsekuensi yang mengikuti di balik kepemilikannya atas dirinya.

Ariel Saintess Cabul (FansTL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang