"Nilaimu turun lagi," ucap seorang wanita paruh baya dengan lipstik merah tebal tutupi bibirnya. Si lawan bicara menunduk dalam, tak siap batinnya jika harus menerima keputusan guru pembimbing olimpiadenya ini. "Ditambah kamu sering nggak fokus setiap saya tes. Kalau begini terus, kamu bisa saya keluarkan dari tim olimpiade sekolah."
Bibir Chan mengatup rapat. Diteguknya saliva yang tiba-tiba penuhi kerongkongannya, pahit rasanya.
"Maaf, Ibu. Saya janji penilaian minggu depan nilai saya lebih bagus dari ini." dengan berani ia dongakkan kepalanya dan tatap mata sang guru penuh harap.
"Ibu selalu kasih kamu kesempatan kedua, Chan. Tapi apa kamu gunakan dengan baik?"
"Ibu ..." ia melirih tak mampu menjawab.
"Ada apa, Chan? Apa yang sebenarnya penuhi pikiran kamu?"
Bercerita tentang masalah pribadi ke guru adalah keputusan yang bodoh. Dan Chan bukan lah orang yang bodoh.
"Saya cuma kecapekan belakangan ini. Kalau boleh, saya minta istirahat satu minggu, Bu."
"Boleh, tentu boleh. Tapi kalau setelah istirahat nilai kamu masih di bawah yang lain, terpaksa Ibu keluarkan kamu dari tim."
"Baik, Bu."
-
Dibanting lah pintu rooftop sekolahnya, kemudian ia berjalan cepat menuju sudut tempat ia biasa berteriak. Skateboard digenggaman yang kini seakan tiada nilainya itu dia lempar ke tanah kuat-kuat. Jika skateboard tersebut murah, mungkin rodanya sudah lepas dari tempatnya.
Rambutnya ia remat kuat-kuat dengan harapan benda-benda yang penuhi kepalanya bisa mencair dan meleleh hingga keluar dari kepalanya. Namun, yang keluar hanya air mata.
Ia berteriak lagi, keluarkan segala sesak yang tak mau pergi.
"Oi!" sebuah suara memanggil dari balik tubuhnya.
Chan tak menghiraukannya dan masih nyaman pada posisinya sekarang.
"Woi yang pake jaket abu-abu! Lo berisik tahu, nggak?! Gue berusaha tidur di sini, tapi lo bangunin gue." suara bariton itu memang betul sedang berbicara pada Chan.
"Denger, nggak, sih?! Apa lo budeg, ya?"
"Lo mau apa?" Chan menjawab tanpa menoleh.
"Tanggung jawab, bikin gue tidur lagi. Gue capek habis latihan futsal seharian."
"Kalau gue nggak mau?" kepalanya sedikit menoleh ke samping, dari sudut matanya ia bisa lihat lelaki dengan luka di sudut bibir tengah berkacak pinggang ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Blue Life
FanficMinho, Chan, dan segala pelajaran hidup yang mereka bagi. Bersama sakit yang pelan-pelan terisi dan dinikmati tanpa tahu cara berhenti. Disclaimer bxb write in bahasa and broken english school life some triggering content in it