Lelah ku tak menjadikan diriku tumbang semudah dulu, melainkan menjadi teman saat mereka terjebak dalam lingkup kesendirian. Tak kala ada yg memberikan ungkapan badut tuk diri ini yg terus berbohong.
Kebohongan yg membuat mereka berpikir bahwa aku baik-baik saja. Kebohongan yg membuat mereka tertawa disaat aku sedang jatuh dalam kehampaan. Kebohongan akan diri sendiri menghadapi semuanya dengan lancar.
Dan, kebohongan yg membuat diriku semakin dan semakin, rapuh.
Kepalsuan yg menjadikan hari-hari ku tak begitu buruk. Berpegang teguh dengan kalimat "besok akan jauh lebih baik" bertolak belakang dengan mengucapkan, "jangan pedulikan aku. Aku tidak apa-apa."
Ditinggal pergi oleh seseorang yg membuat hatiku nyaman bertemu dengannya, Meninggalkan kenangan untuk ku kenang selamanya. Janji ku saat ulang tahun belum terlaksana sebelum akhirnya waktu yg mengatakan "sudah cukup, mari pulang."
Ucapan "selamat ulang tahun" saat umurku tepat menginjak 17 tahun pun belum tersampaikan. Pantas kah jika kusebut ini hadiah? Asing kah jika perayaan ini bukan disambut dengan tiup lilin melainkan menutup nya usia?
Bahkan senyum yg kurindukan sebagai kado ku tak bisa kudapatkan darinya. Hanya dengan tetesan air mata dan genggaman tangan inilah menjadi saksi. Dan untuk pertama kalinya perayaan ulang tahunku dihadiri sang Malaikat maut yg sedang menjalankan tugasnya.
Justru aku lah yg mengucapkan salam perpisahan disebidang tanah merah yg terdapat batu nisan bertuliskan "Telah berpulang..." Meninggalkan memori indah 16 tahun yg lalu.
Kakek hidup. Selamanya dia hidup. Dia hanya pulang dimana awal dia berasal. Bahkan Ketika aku akhirnya terbaring dan menutup mata untuk terakhir kalinya, aku tidak lah pergi, aku hanya pulang dan hidup jauh lebih lama.