Sayang, itu hanya sementara dan aku harus terbangun dimana posisi ku berasal. Keseharian yg seharusnya tak ingin kujalani tetap harus dilewati.
Hari-hari dimana aku harus Kembali mendapatkan hujatan tak langsung dari mulut mereka. Merasakan Kembali rasanya terasingkan didalam komunitas yg disebut sekolah.
Diremehkan dan dikucilkan sudah menjadi keseharianku menjalani hari.
Kembali ke tempat yg belum bisa kusebut Rumah. Dia lah Saksi bisu dari setiap kejadian yg kujalani baik buruknya sehari-hari. Mulai dari perselisihan kecil sampai sang saksi bisu tak bisa menahannya dan keluar begitu saja.
Para tetangga yg keluar rumah hanya untuk menyaksikan, pak rt dan beberapa warga lainnya yg melerai kedua orang tua ku, dan aku--
-aku hanya bisa berdiri dari kejauhan dengan kaki yg lemas bergetar. Lagi-lagi aku tak bisa berbuat apa-apa. Mataku yg tak sanggup melihat mengeluarkan jati dirinya berupa tetesan asin yg membasahi pipi dimalam itu.
Telinga yg akhirnya mendengar sapaan dari seseorang yg hampir kulupakan. "KAKA! SINI PELUK PAPA!" ucapnya sambil meregangkan kedua tangannya.
Aku berlari sekuat tenaga sambil mengapus air mata ku tuk menjauh darinya.
Berbagai aspek pertanyaan sudah mengahantuiku sekarang,
Mengapa dia melihatku?
Mengapa dia menyapa dan meneriaki nama ku?
Mengapa dia Kembali saat aku mulai lupa akan sosoknya?
Kemana dia saat aku ingin mengadu tentang semua kejadian menyakitkan disekolah? Dirumah, bahkan rencana ingin mengakhiri hidup ku sendiri?
Tidakkah dia tau, bahwa selama ini aku menjadi anak yatim yg sebenarnya masih mempunyai sosok ayah? Bahkan disaat hadir pun, hanya ada rasa asing.
Perhatian, kasih sayang, bahkan waktu luang pun harus terbagi bahkan sesekali tak mendapatkannya.
Dan tidakkah dia tau, bahwa dengan bermodal racun tikus seorang ibu yg bisa kapan saja meracuni anaknya sendiri?
