Bab 4 - Putra Dewandaru

87 9 0
                                    

Dia tau nama gue.

Bahkan kita aja belum pernah kenalan.

Oh iya, Pak Imam tadi kan sempet nyebut nama gue. Dia yang enggak tuli ya pasti denger lah.

Sekarang cuma mikir entar kalau dia udah balik dari toilet, gue musti ngapain?

Agak sayang kalau suara yang merdu ini diharuskan untuk mengobrol dengan manusia macam itu.

***

Gue terbangun karna mendengar suara yang keras banget.

Ternyata gue ketiduran didepan komputer.

Ridho dengan suara mirip toak teriak teriak ditelinga gue.

"MAKAAN GAJI BUTAAAA.. BANGUUUN, KEBOOOO"

Dengan nyawa yang belum terkumpul, gue mengarahkan mata ke jam komputer, ternyata sudah hampir jam 4 pagi.

Padahal jam setengah empat sudah ada jadwal kirim produk. Mampus gue.

"Drivernya udah ada, Dho?" Tanya gue panik.

"Telat."

Mampus nih kalau sampai drivernya balik gara gara gue tidur, bisa diabisin sama Pak Imam kalo gini caranya.

Gue bergegas lari keluar ruangan menuju jalur container.

Disana ada si manusia bedebah itu sedang membantu menutup pintu belakang truck.

"Emang dasar makan gaji buta, lo." Ucap Ridho yang menyusul gue dari belakang.

"Hah? Udah beres semua?"

"Udah beres kok, lo kalo gak punya malu tidur lagi aja."

Gue menoyor kepala Ridho

"Gue gak tidur, bego."

"Lah tadi ngapain? Mati?"

"Gue ketiduran."

"Kasihan noh temen lo. Baru sehari jadi asisten admin udah disuruh kerja sendiri."

Kok gue seneng ya dengernya. Kalo gini terus kan dia lama lama gak betah kerja disini.

"Tau gitu tadi gue gak usah bangun sekalian."

Gantian Ridho yang noyor pal ague.

"Gue yang capek bantuin dia. Untung kerjaan gue udah kelar."

"Harusnya tadi gak usah lo bantuin sih."

"Jahat banget jadi orang. Emang lo kenapa sih sama dia?"

"Gapapa, benci aja gue liat komuknya yang petantang petenteng?"

"HEH.. YANG PETENTANG PETENTENG TUH MUKA LO."

"Bangsat lo."

"Tuh liat Si Begeng jalannya petentang petenteng." Gue menunjuk Si Begeng yang berjalan kearah kita. Padahal jalannya ya gak gimana gimana. Biasa aja.

Setelah jarak sudah cukup dekat, Ridho menarik tangan dan merangkulnya.

"Makasih Ridho, udah bantuin saya."

"Sama sama. Sebagai rekan kerja yang baik kan emang udah seharusnya saling membantu, dan nggak tidur pas temennya kerja." Ucap Ridho sambil melirik kearah gue.

Gue tau ini sarkas. Anjir. Bener bener lu ye Dho.

"Yaudah. Ayo makan bareng gue. Yang gak kerja sih seharusnya nyadar diri ye, gak usah ngambil jatah makan." Ridho makin ngeledek.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DEWANDARUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang