Part 28 - Main game

38 14 0
                                    

Sudah lama sekali mereka tidak mengunjungi Timezone, terakhir kali mungkin sekitar sebelas bulan yang lalu, karena semenjak duduk di kelas dua SMA, tugas sekolahnya kian menggunung. Keduanya lebih banyak menghabiskan waktu di rooftop untuk menonton serial kartun Larva kesukaan Azel atau kerja kelompok di rumah Azra.

"El, daripada main sendiri-sendiri, maen bareng aja gimana? Kayaknya asik deh," pinta Azra.

"Boleh. Tapi, biar lebih seru, yang menang harus dapet reward dong."

Azra mengangguk setuju. "Oke, kalo lo menang, lo mau apa?"

"Gue pikirin dulu, nanti kalo udah ketemu, tinggal action. Lo sendiri kalo menang mau apa?"

"Bawain gue roti tiap hari ke sekolah, hahaha."

"Deal."

"El, gue bercanda. Serius bener lo."

"Gak bisa! Lo udah ngomong gitu berarti udah fix dan gue sanggupin. Weeeeekkk," ejek Azel seraya memonyong-monyongkan mulutnya, ia senang sekali mengerjai Azra seperti ini.

"Ih, nyebelin banget. Awas aja kalo lo menang dan permintaan lo aneh-aneh."

"Gak bakal aneh kok. Ayok kita isi powercard dulu!" Azel mendorong bahu Azra supaya jalannya bisa lebih cepat.

Setelah mengisi ulang powercard milik Azel, keduanya menghampiri Game Street Basketball. Siapa yang memasukkan bola basket paling banyak ke dalam keranjang, maka ia yang akan menang. Tentu saja Azel percaya diri dengan game ini.

"Yakin lo bisa menang dari gue, Ra?" tanya Azel sambil memegang bola basket.

"Jangan sombong dulu lo, El. Kalo gue yang menang, tutupin muka lo pake sarung Wadimor."

Azel hanya tersenyum manis, ia menggesek powercard yang ada di badan mesin dan memberikannya pada Azra untuk melakukan hal yang sama, kemudian cowok itu bersiap-siap untuk melempar bola, begitu juga dengan Azra, matanya fokus ke arah sasaran ring yang ada di depan. Mereka melempar bola bersamaan. Satu bola, dua bola, dan seterusnya.

Susah payah Azra mengendalikan napasnya, ia bertekad ingin mengalahkan Azel yang ada di sampingnya. Sementara Azel terlihat santai, melempar bola seperti tidak ada beban.

"Lo cepet banget sih, El?" tanya Azra sambil tangannya masih sibuk melempar bola.

"Main itu pake hati, Ra. Jangan grusah-grusuh," balas Azel. Ia tidak bisa berhenti tersenyum ketika melihat Azra kesal karena poinnya tertinggal jauh.

Sampai waktunya habis, poin yang Azra peroleh masih kalah dari Azel. Kedua bahu cewek itu merosot lesu. "Yaaahh, gagal deh ngeliat muka lo ditutupin sarung Wadimor."

"Hahaha, biasa aja muka lo, gak usah ditekuk gitu, ayok kita maen yang lain!" Azel menarik lengan Azra untuk pindah ke permainan berikutnya.

"Ra, udah lama kan lo gak main ini?" Azel menunjuk Game Dance Dance Revolution atau lebih sering disingkat DDR, sebuah game archade keluaran konami Jepang. Azel tahu kalau Azra jago nge-dance.

Dulu, sewaktu SMP, Azra sering melakukan cover dance K-Pop, terutama lagu-lagu NCT. Bahkan tiap kali ada acara pentas seni, Azra tidak segan untuk menampilkan kemampuan dancenya. Sesekali ia meminta Azel untuk collab dengannya. Jangan salah, selain jago bermain basket, Azel juga punya bakat terpendam, yakni bakat nge-dance, hanya saja ia tidak mau mengembangkannya lagi. Takut bikin pingsan anak orang katanya.

"Nah, kalo ini baru gue yang menang, El." Lengkungan indah tidak bisa terlepas dari bibir Azra saat melihat game DDR yang ada di hadapannya ini.

"Mau scoring atau freestyle? Kalo scoring, keringet lo bakal keluar seember ntar," tutur Azel.

"Ya udah, daripada badan gue bau keringet, freestyle aja." Meski tahu bahwa Azel juga jago memainkan freestyle, Azra tidak masalah, ia tidak ingin bajunya basah gara-gara memainkan tipe scoring yang membutuhkan konsentrasi dan stamina.

"Lagu NCT? tanya Azel untuk memastikan, ia jelas tahu apa musik kesukaan Azra, dari dulu sampai sekarang tidak berubah, always NCT.

"Yang Kick It, El. Biar syuweg."

"Dengan senang hati, Zheyeng."

PLAK!

Satu tamparan keras mendarat di pundak Azel, rasanya sudah lama sekali Azra tidak memberi hadiah. Tiap kali Azel mengatakan kata menggelikan itu, Azra dibuat naik darah.

"Astaghfirullah, pundak gue, Ra." Azel meringis menahan sakit. Entah kenapa tangan Azra refleksnya luar biasa.

"Walaupun lo plesetin jadi zheyeng atau apalah itu, tetep aja bikin gue kesel." Azra menaiki pijakan DDR untuk bersiap-siap. Sementara Azel turun ke bawah sambil mengusap-usap pundaknya yang masih terasa panas.

Batin Azel, "Awas aja lo! Gue bakal menangin game ini biar lo kapok."

Azel & Azra || Haechan X Ryujin - SUDAH TERBIT✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang