#5

1.6K 197 9
                                    

Chapter Five

❝Her Moon.❞

.
.
.

***

Manik batu permata beralih menatap kanvas kelabu pekat. Dunia sudah lama berubah. Kekacauan teredam hancur dalam ketenangan. Telapak kaki mungil dengan sengaja mengabaikan perintah. Meninggalkan pelindung setia untuk menjelajah buana. Teras menjadi tempat sempurna untuk menghindari kejaran semesta. Tidak peduli tuntutan keras sebab dirinya adalah jiwa damai. Dengan bebas menyelinap tanpa di marahi. Dia akan selalu di maafkan.

Gaun sederhana dengan sejumput pola rumit memeluk tubuh langsing. Menjuntai hingga menyentuh lantai walau sudah mengenakan sepatu dengan bahan sedikit lebih tinggi di bagian tumit. Surai (h/c) terurai menutupi punggung. Terlihat begitu halus di bawah sinar Rembulan.

Bola mata menatap sang Penguasa Malam. Menuangkan seluruh rasa kagum dalam iris gelap. Bahkan hari ini satelit alami yang mengitari bumi tersebut nampak menawan. Taburan cahaya perak dalam kegelapan memeluk sekitar. Tidak ingin melepaskan barang sebentar untuk mengambil udara. Terlihat begitu mempesona hingga sang Puan tidak berani mengedipkan mata. Dia tidak ingin melewatkan keindahan Rembulan bahkan sepersekian detik.

Kriet~~

Deritan pintu terdengar halus. Memasuki gendang telinga dengan ketukan pelan. Terdengar meminta izin agar tidak mengganggu jiwa damai. Sang Puan tidak terganggu untuk sekedar melirik sosok jangkung. Dia bisa merasakan dengan jelas jikalau sepasang bola mata merah pekat menatap lekat punggung mungil.

Sejenak, William terdiam di ambang pintu. Bibir dengan lembut mengukir senyum lebar. Kaki panjang terbalut celana hitam milik Earl kedua mendekat. Laki-laki bersurai emas itu memilih untuk berdiri di samping sang Puan. (Y/n) sedikit memindahkan tubuh mungil. Salah satu alis sedikit terangkat. Nebula merah pekat dengan sengaja menabrakkan diri pada bola mata batu permata (e/c).

Cahaya remang dari Rembulan membantu (Y/n) untuk melihat wajah tampan tersebut. Dalam jarak ini, sang Puan bisa melihat dengan jelas bahwa manik pekat itu memuliakan sesuatu. Dirinya. Labium merah muda dengan perlahan menipis. Terlihat begitu menggoda hingga mampu membuat para adam merona. Ingin menjadikan sang gadis sebagai pasangan hidup.

(Y/n) memberikan pandangan lurus. Tepat menuju kepada pria jangkung dengan helai mahkota emas. "Let me guess. Another bad dreams?"

Senyum tipis terlukis di kedua kurva. Wajah rupawan mengukir penyesalan mendalam. Ah, akan sangat disayangkan jika semesta disampingnya melewatkan detik Rembulan tersenyum. Meski laki-laki itu tidak bersungguh-sungguh dalam melakukannya; perasaan tulus tidak pernah palsu.

"Kau tahu, Liam. Aku tidak akan pernah pergi ke manapun."

William tahu. Mantan Raja Kriminal yang menjadi topik panas di London itu mengetahui isi pikiran sang Puan. Bola mata merah pekat milik sang laki-laki kini secara terbuka menatap langsung gadis bersurai (h/c). Jubah hitam yang sedari tadi pria tersebut bawa dengan perlahan ia gantungkan pakaian tersebut di pundak sang hawa. Udara memang menjadi dingin setelah kepergian hujan. Terlebih di malam musim gugur. Gaun tipis tidak sesuai dengan musim ini. Sang puan sedikit terkesiap.

"Aku tahu. Aku hanya khawatir dengan kebiasaanmu ketika keluar malam-malam dengan pakaian tipis hanya untuk menatap Rembulan."

"Well, mari lupakan hal tersebut. Lebih baik kita segera masuk ke dalam," balasnya seraya menggenggam telapak tangan besar. Bersiap untuk menggiring kembali ke ruangan hangat.

"Kupikir kau masih ingin menatap Rembulan lebih lama," ucap William pelan. Bola mata merah pekat mengerjap beberapa kali.

Wajah manis sedikit terangkat. Labium merah muda dengan jahil mengukir senyum geli. "Memang rencanaku begitu, kok. Kau kan Rembulanku."

Rembulan dan Mentari selalu bersama. Begitu pula dengan mereka—
.
.
.

END

Note:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Note:

Kalian paham sama alur nya? Harumi bingung gimana jelasinnya... Gaje bgtt ya? Iyaa, Harumi juga tau kok—

31 Desember 2021

Older | William James MoriartyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang