Seorang gadis sedang mengetuk-ngetuk kepalanya menggunakan bolpoin. Berpikir sejenak untuk menemukan dimana letak kesalahannya. Dia kembali menekan angka di kalkulator. Matanya tidak berhenti menatap deretan angka di kertas dan layar kalkulator bergantian. Memasukkan angka-angka yang berderet di kalkulator, menghapusnya, menekan angka lagi, menghapus lagi sampai dia lelah karena tidak mendapatkan hasil yang pas.
Huh, gadis itu menghembuskan nafas gusar. Tangan kanannya menunjuk angka-angka di sebuah kertas sedangkan tangan kirinya, dia berusaha menjangkau radio untuk mematikan volume radio yang keras. Dia butuh ketenangan agar perseteruannya dengan angka-angka itu segera terselesaikan.
"Gloria, ayo makan dulu! Supmu tidak bisa berjalan masuk ke perutmu dengan sendirinya." Seorang pria tua memanggilnya dari balik korden.
"Sebentar, Kek!"
"Sudahlah, istirahatlah sebentar. Masih ada besok untuk menyelesaikannya." Akhirnya Kakeknya mendekati gadis itu dan menaruh semangkuk sup besar di dekatnya.
"Wow, sup iga rusa?" Mata gadis itu berbinar. "Sudah lama aku tidak memakan ini. Sudah lama juga Kakek tidak pernah membuatkannya untukku sejak kita pindah kemari. Ah, aku jadi merindukan rumah lama kita." Gadis itu menerawang ke luar jendela. Lalu tersenyum sendiri dan menyuapkan satu sendok sup itu ke mulutnya.
"Itu dikirimkan bersama daging ayam. Kata sopirnya, dia tidak tahu akan dikirim kemana. Jadi dia memberikannya kepada kita."
Gadis itu tersenyum menikmati sup iga rusa didepannya dengan bahagia. Dia seperti kembali hidup dan bersemangat untuk mengerjakan tugasnya lagi.
"Setelah selesai makan, jangan lupa cuci mangkuknya dan tutup semua pintu kedai. Kakek sudah ingin tidur."
"Baiklah!" Gadis itu meminum kuah dari mangkuknya. Lalu mengelap bibirnya dengan lengannya.
Hari ini kedai mie Kakeknya tutup lebih lama karena Sabtu malam banyak sekali pelanggan yang datang. Mie Kakeknya sangat terkenal karena kelezatannya.
##Aroy sedang memarahi koki Istana. Karena menu utama untuk jamuan makan malam menggunakan iga rusa tidak ada.
"Maafkan hamba Tuan, tidak ada pengiriman iga rusa hari ini. Hanya daging ayam dan ikan saja. Saya sudah mencoba untuk menghubungi toko langganan tetapi mereka mengatakan sudah di kirim. Apa hamba harus berburu malam ini?"
"Tidak perlu. Sudah, lupakan saja. Kita akan mengganti dengan menu lain. Tapi ingat jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi. Kau yang akan menggunakan iga rusa itu." Aroy melangkah pergi.
Koki Istana itu merosot ketakutan. Tubuhnya gemetar. Dia tidak mau menjadi pengganti iga rusa. Dia masih ingin hidup.
##Miguel berjalan-jalan di sekitar sungai tidak begitu jauh dari rumah Rosenda. Dia tidak bisa memejamkan matanya. Entah kenapa hatinya tidak tenang. Padahal semua urusannya sudah dia kerjakan dengan teliti dan tidak tergesa-gesa.
Dia menyuruh Aroy agar tidak mencarinya. Dan menyerahkan urusan Istana kepada Betanya itu.
Miguel melihat ada kedai mie di kejauhan yang lampunya masih menyala. Dia melihat arloji di tangannya. Pukul 00.30. Sudah terlalu larut untuk sebuah kedai mie jika masih buka. Apakah masih ada pelanggan? Batinnya.
Dia mendekati Kedai itu. Miguel melihat dari kaca jendelanya. Kedai itu tidak terlalu besar. Tetapi sangat nyaman, seperti di rumah sendiri rasanya. Dia menggeser pintu Kedai.
"Maaf kami sudah tu--tup--"
Akh! Ada getaran aneh saat matanya bertemu mata gadis itu. Rasanya seperti tersengat listrik. Gadis yang cantik. Dia memakai celemek berwarna cokelat. Rambutnya digelung ke atas memperlihatkan lehernya yang putih mulus. Miguel seperti terbang. Waktu seakan terhenti di sekitarnya. Matanya tidak berkedip sama sekali. Baru pertama kali dia merasakan rasa yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata ketika memandangnya.
"Hai, apa kau pingsan? Apa kau mendengarku?"
Apa? Pingsan. Gadis yang tidak sopan. Miguel segera menegakkan dagunya. Menunjukkan sisi ke ...Tidak terima gadis yang baru ditemuinya itu berbicara hal aneh tentang dirinya.
"Jika sudah tutup, kenapa lampunya masih menyala dan aku mencium bau--" Miguel melihat mangkuk sup dengan potongan tulang di dalamnya, dekat dengan gadis itu. "Itu iga rusa. Kau memakan iga rusa? Wah, kau pasti bukan manusia biasa." Senyum mengembang di bibir Miguel.
Gadis itu terkejut, tapi dia segera menyembunyikannya. "Kau pasti juga bukan manusia biasa karena jelas-jelas yang kau lihat hanya mangkuk dengan beberapa potongan tulang."
Miguel tersenyum senang. Dia menarik salah satu kursi dan duduk. Gadis itu menyuguhkan segelas air putih.
"Maaf, menu mie kami sudah habis. Dan koki kami juga sudah tidur. Bagaimana jika udon instan?" Gadis itu menyarankan makanan lain pengganti mie lezat buatan Kakeknya.
"Tentu. Apapun yang kau buat aku pasti akan memakannya." Miguel terlihat sumringah. Pandangannya tak henti-hentinya menatap gadis itu. Mungkin usianya terpaut tiga atau empat tahun lebih muda dari dirinya.
Tidak ada percakapan lebih lanjut lagi. Mereka saling diam. Miguel menikmati semangkuk udon instannya sedangkan gadis itu membersihkan meja dan kursi lain tidak jauh dari tempat Miguel duduk. Mangkuk sup iganya sudah tidak terlihat, mungkin dia sudah membawanya ke belakang. Ke tempat cucian piring.
Miguel menghampiri gadis itu di meja kasir. Dia mengeluarkan selembar uang untuk membayar makanannya tadi.
Gloria melirik uang itu. "Tidak perlu, anggap saja itu ucapan terimakasih ku karena kau telah menemani ku lembur."
Miguel memasukkan uangnya ke dalam kotak amal di sebelah kiri mesin kasir. "Baiklah kalau begitu. Em, bolehkah aku datang lagi besok?"
"Besok kami libur." Gloria masih sibuk dengan pekerjaannya. Dia sama sekali tidak menoleh ke arah Miguel. Padahal Miguel tidak henti-hentinya memandangnya.
Gloria menutup bukunya, merapikan kertas dan memasukkan kalkulator di laci mejanya. Dia sangat terkejut ketika tahu Miguel belum pergi dari kedainya.
"Astaga, kau membuat ku kaget! Kenapa kau belum pergi, ada apa lagi? Aku mau menutup ke--" Gloria melihat jam dinding. "Astaga, sudah jam 4 dan aku sama sekali belum tidur!"
"Aku akan menutup kedai. Jika tidak ada urusan lagi, silahkan pergi!" Miguel masih berdiri dan tersenyum memandangi Gloria.
"Kalau begitu boleh aku tahu namamu?" ujar Miguel.
"Apa telingamu masih sehat? Aku bilang aku mau tutup, silahkan keluar tuan!" Gloria sedikit mengeraskan suaranya.
Miguel membelalakkan matanya takjub. Gadis yang pemberani. Dia mengangkat kedua tangannya lalu mundur kebelakang. Gadis itu menggeser pintu hingga tertutup. Miguel masih berdiri di sana. Senyum masih mengembang di wajahnya.
Kendrick berlari menghampirinya. Hari sudah menjelang fajar. "Aku kira kau sudah kembali ke Istanamu. Kau dari mana saja?"
Miguel tersenyum. "Ada hal menarik yang baru saja membuat ku sangat, sangat bahagia."
"Benarkah? Coba ceritakan." Kendrick dan Miguel berjalan bersama kembali kerumah.
Rosenda dan ketiga bayi kecilnya menunggu untuk sarapan bersama.
Miguel ternganga. Dia sangat kaget sekaligus kagum dengan ketiga bayi Rosenda mereka sudah bisa duduk dan makan sendiri. Padahal kemarin Carmellia masih digendong Kendrick. Mata Miguel membelalak dan mendekati Carmellia. Bayi kecil itu meminum racikan darah dengan botol dot ditangannya. Miguel ingin berteriak rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lord Miguel
WerewolfMiguel bertemu dengan seorang gadis cuek yang membuat hatinya bergetar. Dia penasaran dan ingin selalu bersamanya. Ternyata gadis itu mempunyai rahasia besar yang tak terduga.