Bab 14

1.8K 636 59
                                    

Take my Hand


Gedung yang dipenuhi rangkaian bunga berwarna putih itu terlihat indah. Sejauh mata memandang, terlihat wajah-wajah yang kagum melihat wajah kedua mempelai yang terlihat berseri. Bahagia pun bukan hanya milik mereka berdua, dia melihat ibu mereka tak henti-hentinya tersenyum dan menerima ucapan selamat.

Titi membutuhkan waktu untuk memproses semua yang terjadi hari ini. Di mulai dengan Yaya, Arya yang ternyata kakak lelaki pengantin wanita dan di tutup dengan kemunculan Rindra, rekan kerja Meme. Kebetulan demi kebetulan yang membuat kepalanya berputar membuat suasana hatinya naik turun seperti roller coaster.

Saat hendak mencoba melarikan diri dari pengawasan Arya lagi, Titi melihat kedua mempelai menghampiri hampir setiap orang yang menghadiri undangan mereka. Emelda yang biasa dipanggil Meme pun mendatanginya dengan senyum terkembang. Dia terkejut saat pelukan hangat dia rasakan dari gadis yang wangi bunga melati dan bunga kecil yang ada di ujung rangkaian itu.

"Mbak, makasih ya. Aku sempat lihat sekilas kotak-kotak yang terlihat mewah dan tidak girly sama sekali. Mbak Kanthi benar-benar berhasil. Makasih," ucap Meme tanpa melepas genggaman tangan mereka. "Tadi sudah ketemu Mbak Ca sama Mbak Di, kan, ya?" Titi mengangguk dan tersenyum menjawab pertanyaan Meme. Kedua kakak perempuan Meme adalah wanita-wanita cantik yang lelaki itu peluk dan cium setelah prosesi plangkahan yang membuat semua orang terharu, termasuk dirinya.

Setelah mengenal ketiga adik perempuan lelaki tersebut, membuatnya semakin mengenal dan tak bisa menahan rasa kagum yang dirasakannya terhadap Arya. "Mbak. Aku yang makasih sudah dipercaya menjadi bagian hari kalian berdua. Happy wedding ya, semoga bahagia selalu."

Titi mencium kedua pipi Meme dan menyalami suaminya yang tak kalah cerah wajahnya. Melihat pasangan serasi yang terlihat bahagia, itu sudah cukup baginya. Ini pertama kali bagi Titi terlibat langsung dengan pernikahan yang membuatnya terharu.

"Titi," panggil seseorang dari arah belakangnya. "Dek. Dicari Ibu, masuk dulu, yuk. Nanti Mas yang antar pulang."

Titi melihat uluran tangan itu untuk sesaat sebelum mengenggaman tangan Arya yang terasa hangat di tangannya. Tanpa mempertanyakan apa-apa, kakinya melangkah kemanapun Arya membawanya. Karena saat ini dia merasa bingung dan berterima kasih lelaki itu datang menyelamatkan dari kebodohan yang mungkin akan dilakukan.

"Tunggu di sini, ya. Jangan kemana-mana," kata lelaki yang menyentuh lembut lengannya sebelum meninggalkannya menuju beberapa orang yang terlihat akrab dengannya.

"Ti ... Aku mau ngomong." Titi tersadar dari ingatan hangatnya genggaman Arya yang dirasakannya beberapa saat yang lalu. Seandainya saja, dia bisa merasakan hangat itu lagi agar bisa mengusir lelaki yang saat ini berdiri tak jauh dari tempatnya duduk.

Nafasnya menjadi berat dan terasa mengganjal di dadanya. Titi sadar, dia belum sepenuhnya melupakan apa yang lelaki itu perbuat padanya. Ada marah yang masih tersimpan di dadanya. Namun dia juga tahu, hatinya belum kuat untuk bertemu dengan dia atau mereka berdua.

Titi memutar pelan badannya sebelum pandanganya bertemu dengan lelaki yang terlihat sedih. Wajahnya terlihat lebih tirus, dan untuk pertama kalinya ia melihat wajah lelaki yang dulu selalu bersih sekarang terlihat jenggot tipis menutupi rahangnya.

Rindu. Iya. Dia tak mau membohongi dirinya sendiri, ia rindu. Namun dia juga tahu, rindu itu hanya sebatas rindu karena lelaki itu pernah menjadi bagiannya selama bertahun-tahun.

"Mas, ini bukan waktu dan tempat yang tepat untuk membicarakan apapun yang ada di kepalamu saat ini."

Titi berdiri ingin meninggalkan lelaki yang telah menggoreskan luka di hatinya. Luka yang masih menganga dan berdarah. Namun cengkraman di lengan membuat langkahnya terhenti. Wanita itu berbalik untuk meminta lelaki itu melepaskan pergelangan tangannya saat dia merasakan kehangatan yang beberapa saat lalu melingkupi jari jemarinya.

"Tolong jangan buat keributan di sini. Bisa lepaskan tangan Titi!" Suara dingin Arya memasuki telinganya. Saat dia mendongak dan pandangannya bertemu dengan wajah yang melihatnya dengan lembut bertolak belakang dengan suara yang didengarnya beberapa detik yang lalu.

Titi merasakan cengkraman Rindra semakin mengerat di tangannya, tapi segera berganti dengan hangat tangan Arya saat dia melihat lelaki yang terlihat gugup itu melepaskan tangannya.

Dia terduduk begitu langkah Rindra menjauh dari mereka berdua. Titi tertunduk menahan air mata yang mengancam untuk tumpah di tengah-tengah pernikahan Meme. Dia mengatur nafas sebelum menegakkan badan dan bersiap mendapatkan pertanyaan dari Arya yang ternyata sudah berdiri di depannya dengan segelas air putih di tangan.

Tanpa berkata apa-apa, Titi menerima galas air putih yang segera tandas olehnya. Membuatnya tersadar tenggorokannya kering selama ini. Ia merasa telah membuat acara Meme terganggu karena kejadian barusan dan ia memutuskan untuk pergi dari sana. Saat hendak berdiri, ada tangan yang menahannya untuk tetap duduk. Tanpa menggunakan kalimat perintah ataupun paksaan, Titi menuruti permintaan Arya tanpa banyak kata. Bahkan saat ini tidak ada protes yang dilayangkannya pada lelaki yang berjongkok di depannya.

Lelaki berbeskap hitam lengkap dengan blangkon dan juga jarik itu tidak segan ataupun malu jongkok di depan Titi. Dia melihat tangannya bergetar saat meletakkan gelas yang telah kosong. Ia tahu bahwa Arya pun melihat tangannya yang bergetar dan dia tak peduli akan pikiran-pikiran yang ada di kepala lelaki yang terkadang terlihat menjengkelkan baginya.

"Dia?"

Titi tahu dengan maksud pertanyaan yang Arya berikan, dia tak berencana untuk menutup apapun saat ini. Dia hanya mengedikkan pundak seakan berkata, 'ya gitu, deh!' Saat melihat Yaya mondar mandir di sekitar mereka, Titi hanya meliriknya sekilas dan berusaha untuk tidak mengindahkan sama sekali.

"Sama perempuan itu?" tanya lelaki yang belum capek berjongkok di depannya dengan senyum menenangkan yang menjadi senyum favorit Titi semenjak hari ini.

Suasana indahnya pernikahan tak bisa mengurangi kegundahan hati Titi saat ini. Dia tidak bisa terlalu lama menyita waktu Arya dan dia sadar itu, tapi sepertinya lelaki di depannya itu terlihat tidak keberatan menghabiskan waktunya dengan berjongkok di depannya. Titi melirik ke sekiling mereka, tampak beberapa wajah yang terlihat penasaran dengan sinetron yang terjadi diantara mereka berdua.

"Mas, berdiri. Kita berdua jadi tontonan semua orang. Berdiri, dong!"

Perintah halus Titi seolah angin lalu bagi lelaki yang masih setia berjongkok di depannya. Dia berusaha untuk menariknya hingga berdiri, tapi semua usahanya sia-sia. Senyum di bibir lelaki itu membuatnya sadar bahwa keusilan lelaki itu dilakukan agar dia tersenyum saat ini. Meski setengah hati, dia harus mengakui lelaki dengan senyum menggoda itu berhasil membuatnya tersenyum.

"Iya iya, aku senyum! Sekarang berdiri! Aku enggak mau semua orang mengira kita ada hubungan apa-apa."

"Aku jauh lebih suka kalau semua orang mengira kita ada apa-apa. Atau kamu mau sekalian aja, sepertinya Pak Penghulunya belum pulang," bisik lelaki itu sambil lalu sebelum duduk tak jauh dari posisinya sekarang.

Mereka berdua duduk berhadapan dengan mata yang saliing pandang. Jantungnya pun berdetak kencang mengingat beberapa saat lalu bertemu dengan lelaki yang telah menyakiti hatinya dan sekarang dia menikmati senyum lelaki yang selalu membuatnya jengkel setengah mati.

Taqabbalallahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum. Taqabbal Yaa Kareem.
Minal Aidin Wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin.
Selamat Hari Raya Idhul Fitri 1445 H.

Repost ya sayangkuuu
Yang pengen buku cetak, bisa hubungi  
Ebook udah ada juga di googleplaybook

Happy reading
😘😘😘

Shofie

Kanthi(L) - (Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang