Bab 16

1.9K 643 101
                                    


Taman Safari

"Dek, sudah?"

Sebelum wanita berwajah pucat itu mampu menjawab pertanyaannya, Arya menggenggam tangan yang terasa dingin itu dan menariknya untuk berdiri. Setelah melihat sekilas lelaki yang masih melihat kearah Titi dengan wajah kuatir, Arya menuntun Titi untuk berjalan bersamanya.

"Mas antar kamu."

Dia bisikan kata itu tepat di telinga Titi yang melihatnya tanpa ekspresi. Wajah yang biasa tersenyum manis itu terlihat kosong dan semakin terlihat pucat. Arya mengeluarkan ponsel dan menghubungi nomer yang sudah dihafalnya di luar kepala.

"Kanthi sama aku, mobil kamu ambil di Uranus."

Tanpa menunggu jawaban, ia mematikan telepon dan mengarahkan mobil menuju jalan tol. Tiga puluh menit di jalan, tidak ada satu diantara mereka yang membuka mulut. Arya tahu saat ini Titi tidak tidur, dia hanya diam memandang keluar. Beberapa kali ponsel di dalam tasnya berbunyi, tapi sepertinya dia tidak ingin menjawabnya. Wanita itu biarkan teleponnya berbunyi hingga sunyi kembali.

"Boleh?"

Arya melihat gadis itu meliriknya sekilas lalu melihat kearah yang lelaki itu tunjuk. Bukan jawaban iya atau tidak, tapi hanya kedikkan pundak yang diberikan kepadanya. Setelah meminggirkan mobil, ia mengambil ponsel dalam tas Titi yang seolah tidak mau tahu apa yang akan lelaki itu lakukan pada ponsel yang kembali berbunyi.

Arya membaca nama yang muncul di layar saat ini sebelum menggeser layar untuk menjawabnya.

"Assalamu'alaikum, Om."

"Kanthi sama kamu, Ar?" suara bergetar ayah wanita yang saat ini tak terlihat ingin menjawab itu terdengar jelas. Arya tahu Titi pun mendengarnya, karena dia tekan tanda loudspeaker agar gadis itu mendengar semuanya.

"Iya, Om. Aku bawa jalan sebentar, Titi sepertinya butuh waktu ..."

"Om tahu, Rindra telepon Om tadi. Titip Titi, kalau ada apa-apa, telepon Om. Jangan telepon ibunya, bisa panik nanti."

Arya menutup telepon setelah berjanji akan terus memberi kabar. Sepanjang dia menjawab telepon, sesekali ia melirik Titi yang masih tidak bereaksi apa-apa. Hingga akhirnya mobil yang dikendarai keluar dari pintu tol. Tanpa ada keraguan, dia mengarahkan kemudi ke satu-satunya tujuan yang terpikir olehnya saat ini.

Sepanjang perjalanan dari pintu tol hingga memasuki kawasan yang Arya tuju saat ini, Titi tetap bertahan dengan diamnya. Sesekali ia meliriknya, menawarkan air minum bahkan camilan yang sempat dibelinya tadi. Namun tak ada satupun yang Titi tanggapi. Dia hanya diam, membelakangi Arya, menyandar punggung dengan memeluk lutut memandang keluar.

Setelah melakukan registrasi dan membayar tiket, Arya mengarahkan mobil sesuai petunjuk yang terpasang. Dia menanti hingga gadis itu sadar dari lamunannya, tapi hingga beberapa menit mereka memasuki kawasan itu, Titi tetap diam. Akhirnya Arya menyerah dan melajukan mobil tanpa melirik kearah Titi lagi. Dia berpikir mungkin adik perempuan Iras itu membutuhkan waktu lebih lama untuk mencerna apa yang didengarnya tadi.

Arya tidak sengaja melihat Titi yang turun dari mobil memasuki kafe tepat di samping Uranus dengan tas besar di tangan. Entah dorongan dari mana, dia membatalkan rencana menuju rumah lalu kembali menuju toko buku itu.

Beberapa menit dia menanti di dalam mobil hingga menangkap sekilas wajah Titi yang terlihat menahan sakit hingga wajahnya memucat. Arya tak peduli apakah Titi akan menolaknya atau bahkan menamparnya. Hanya satu yang ada dalam pikirannya, membawa gadis itu jauh dari lelaki yang memandang Titi dengan sedih.

"Taman Safari! Mas Arya bawa aku ke Taman Safari."

Arya terkejut saat Titi tiba-tiba teriak sambil menggoyang-goyangkan lengan kirinya. Untung saja dia bisa menguasai diri, tapi sayang, jantungnya tak seberuntung itu. merasakan cengkraman tangan Titi, bukan sakit yang dirasakan tapi deg-degan yang ia rasakan.

"Mas kok tahu, kalau aku udah lama pengen kesini lagi. Mas Iras atau Indra enggak ada yang mau nemenin, apalagi Mas Rindra--"

Dia melirik gadis yang tiba-tiba berhenti begitu menyebut nama lelaki itu. Namun seperti tersadar ada di mana dia sekarang, senyumnya kembali terkembang melihat ke kiri dan kanan seperti anak TK pertama kali melihat hewan yang berjalan bebas di sekitar mereka.

"Makasih, ya, Mas." bisik Titi tanpa melepas pandangan dari jendela samping kirinya.

"Untuk?"

"Untuk tidak bertanya apa-apa."

Bukannya menjawab Titi, Arya hanya tersenyum lalu kembali konsentrasi pada jalan di depannya. Ia tahu bukan sesuatu yang mudah menjadi Titi saat ini. Lelaki itu hanya berusaha untuk menemaninya, menjadi temannya meski mereka memulainya dengan cara yang aneh.

"Dia bilang mau nikah sama Yaya. Mas tahu, aku sudah feeling bakalan terjadi seperti ini. Aku kenal Mas Rindra, dia lelaki yang bertanggung jawab. Dia pas--"

"Kalau bertanggung jawab, dia enggak akan melakukan apa yang dia lakukan padamu, Dek!"

Arya memotong curhatan Titi. Dia merasa harus menyadarkan gadis itu dari bayangan tentang lelaki yang telah menyakitinya. Dia tahu itu bukan urusannya, tapi melihat kehancuran yang kedua orang itu sebabkan, membuatnya ingin marah.

Dia melirik Titi yang melihatnya dengan mata menyipit dan dia bersiap akan mendengar omelan gadis yang wajahnya tak lagi terlihat pucat. "Kamu benar, Mas. Kalau dia bertanggung jawab, saat ini aku pasti tidak bersamamu menikmati taman safari. Thank you sudah mengingatkan itu." Arya melirik wanita yang memandang tepat ke arahnya saat ini, dia bersyukur melihat ada senyum disana. "Ternyata aku memang perlu keluar dari Surabaya."

Sisa perjalanan mereka kembali di isi dengan keheningan, dia membiarkan Titi menikmati perjalanannya. Melihat senyum di wajah itu seolah ada beban berat yang terangkat dari pundaknya. Meski sesekali lelaki itu menangkap kesedihan di sorot mata Titi, tapi dia merasa ini jauh lebih baik dari pada Titi yang diam dengan pandangan kosong.

Ponsel dalam pangkuannya berbunyi, tapi dia masih enggan untuk menjawabnya. Bahkan Titi terkesan tidak mau tahu. Dia biarkan ponsel itu berbunyi dan mati hingga beberapa kali. Arya meliriknya beberapa kali, hingga pandangan mereka bertemu.

"Mau Mas yang jawab ponselnya?"

Lelaki itu mengira Titi akan menolah tawarannya, tapi yang terjadi adalah gadis itu mengulurkan ponsel ke arahnya dengan enteng. Arya melihat sekilas nama yang muncul di layar datar tersebut. Nama lelaki yang telah menyakiti Titi terbaca jelas disana.

"Hallo," jawab Arya dengan suara yang terdengar dingin bagi siapapun saat ini.

"Hallo. Maaf, ini ponsel Titi, bukan?"

"Betul, dengan siapa saya bicara?" Meski dia tahu dengan siapa dia berbicara, Arya tetap menanyakannya. Dari sudut matanya, dia bisa melihat Titi yang terlihat tidak terpengaruh pada suara lelaki yang memenuhi ruang dengan saat ini.

"Saya Rindra. Bisa saya bicara dengan Titi?"

"Anda tidak bisa berbicara sama Titi, jika ada yang perlu disampaikan. Sampaikan pada saya bukan Titi."

Dingin dan ketusnya jawaban Arya membuat Titi mamandangnya dengan kerutan di keningnya. Lelaki yang menyadari sorot mata aneh wanita itu,hanya tersenyum jail dengan alis mata yang naik turun.

"Ini siapa?!"

"Saya Arya, calon suami Titi ...." 


Repoooooost ....
Happy reading

😘😘😘
Shofie

Kanthi(L) - (Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang