10. Tempur Pertama Sang Dirgantara

6.3K 550 43
                                    

Pria dengan perawakan tubuh kurus, hidung mancung dan bibir tipis itu berjalan pelan, membawa tas punggung berisikan beberapa baju, peralatan mandi, dan juga tak lupa menyertakan tas laptop digenggamannya. Mata Yudha masih terlihat sangat memerah, sebab tangisnya yang masih sering kali pecah ketika wajah sendu milik Dirgantara terbesit di dalam pikirannya.

"Aga, Ayah pulang ..." Yudha tersenyum lebar, ketika pintu putih kamar Anggrek nomor 17 yang berisikan Dirgantara seorang itu terbuka, sehingga bola mata bulat miliknya mampu menemukan sosok Dirgantara yang terlelap dengan wajah tampan miliknya tenang. Perasaan milik Yudha tenang, setidaknya barang sejenak. Setidaknya ia masih punya waktu sebelum akhirnya harus dihadapkan dengan banyak pertanyaan dari sosok pria yang sudah ia anggap sebagai saudaranya itu.

Yudha membawa kakinya masuk ke dalam, mendudukkan tas punggungnya pada sebuah kursi pada sisi kanan bangsal milik Dirgantara, lalu ia ikut mendudukkan tubuhnya pada sebuah kursi kedua yang sudah berada disana sejak awal kedatangnya. Pria itu hanya diam, memandangi wajah tenang milik teman yang sudah menjadi human diary-nya selama 3 tahun lebih itu. Pria yang dulu menyapa Yudha dengan senyum termanis miliknya, memberikan satu bungkus ketoprak yang sekarang menjadi makanan kesukaan Yudha, juga tak lupa menghadiahi Yudha sebuah pelukkan hangat dan tepukkan pada sisi pundaknya sebagai salam perkenalan.

Ntah mengapa, sudut mata milik Yudha kembali merembaskan banyak air mata, dengan nafasnya ikut naik turun bertemankan pundaknya pula. Yudha tidak habis pikir, bagaimana bisa Semesta menghadiahi manusia sebaik Dirgantara sesuatu yang tidak pernah cukup layak dimilik olehnya.

"Nangis mulu sih, Yudh. Mana masih subuh gini, tar dikira sama suster kuntilanak, lu ...," suara itu berasal dari pria yang sedari tadi memejamkan matanya rapat-rapat, mendengarkan isak tangis milik Yudha yang beberapa menit lalu ia usahakan dengan mati-matian untuk teredam bersama kepalan tangan miliknya yang mengepal erat-erat. Tangisan pilu dan menyakitkan itu rasanya membuat Dirgantara ingin lenyap dan hilang dari Semesta ini.

Yudha terkaget pada duduknya dan tangisnya, berusaha mati-matian memalingkan wajahnya ke berbagai arah dengan kedua tangannya bergerak kasar mengusap sudut dan pipinya yang memilik banyak sekali jejak air mata disana, "buset, ngagetin aja sih lo?!"

Dirgantara tertawa dengan kedua bola mata indah itu perlahan mulai terbuka, mengamati lamat-lamat wajah sahabatnya itu yang nampak dengan jelas bahwa pria itu menopang sesuatu yang memberatkan hatinya. Dan Dirgantara tau, bahwa ia adalah penyebab utamanya.

"Ga, gua boleh tanya sesuatu?"

Dirgantara tidak menjawab, namun membiarkan tatapan sendu miliknya berbicara sebagai sebuah izin untuk pertanyaan yang akan Yudha lemparkan terhadapnya.

"Ibu atau Ayah lo ... punya riwayat sakit diabetes, nggak?" pertanyaan itu sederhana, namun berhasil 100% membuat Dirgantara tertegun dan diam beberapa saat. Dirgantara belum tahu perihal penyakit apa yang ia hadapi saat ini, masih berkutat dengan berbagai kemungkinan yang memenuhi seisi kepalanya. Namun setelah mendengar pertanyaan itu, ada hati yang diam-diam terasa begitu remuk redam.

Dirgantara takut dengan kemungkinan terburuk itu, dan Yudha pun cukup memahami diam yang Dirgantara berikan padanya saat ini adalah sesuatu yang terlalu mendadak.

"Gak usah dijawab, Ga. Maaf-maaf,"

"Ehem ...," Dirgantara berdeham kecil, berusaha menetralkan suaranya yang mulai terasa memberat sebab pasokan udara di dadanya terasa mulai memendek, "kalo Ayah, gua gak tau, Yudh. Karena gua sama beliau emang gak pernah ketemu sama sekali selama gua hidup di Bumi ini. Tapi kalo Bunda ..."

"Gua juga enggak tau," Setelahnya Dirgantara tertawa. Tepatnya ia mentertawakan kebodohan yang dirinya punya.

"Hahaha, anak kayak apa ya gua? Masa riwayat kesehatan orangtua sendiri aja gak tau." Yudha lagi-lagi tersenyum, lalu beranjak dari duduknya guna memberikan segelas air putih untuk Dirgantara teguk pagi ini.

Dirgantara dan Kepulangan Publish Soon.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang