01

1.6K 269 23
                                    

Ternyata benar apa kata Haechan, bahwa kehidupan menikah tidak lah seindah di buku novel yang sering mereka baca diam - diam saat berada di toko buku.

Contohnya pada pagi hari ini, dengan keadaan mereka yang tengah duduk dengan nyaman di ruang makan. Sembari menghabiskan sarapan dan bercengkrama– lebih tepatnya Jaemin tengah mencoba meminta izin untuk diperbolehkan bekerja oleh Jeno.

"Aku harus pergi berkerja, babe. Dan lagi pula pemotretan hari ini hanya sebentar,"

Jeno memasukan potong pancake berbalutkan madu ke dalam mulutnya, mengunyah makanan itu sembari bersitatap dengan obsidian milik Jaemin.

"Jika kamu masih saja bersikukuh untuk bekerja, maka aku akan ikut bersamamu," ucapan Jeno, terdengar seperti sebuah perintah yang mutlak.

Jaemin mengembuskan nafasnya, mengunyah potongan pancake dengan terburu - buru. "padahal bisanya kamu juga mengi–"

"Sekarang kamu suamiku, jadi sudah hak aku melarang kamu pergi bekerja," sela Jeno, masih menaruh atensi penuh kepada sosok Jaemin.

Jaemin menggembungkan kedua pipinya, melirik Jeno begitu tajam. Seakan dirinya bisa merobek wajah Jeno hanya dengan lirikan mata.

"Aku hanya tidak suka tubuhmu di lihat orang lain– itu aset aku,"

"Baiklah kamu ikut," ucap Jaemin, dengan suara yang terdengar sangat masam.

Jeno tersenyum, melempar alat makannya ke arah piring. Dan mengangkat tubuh Jaemin bagaikan seekor induk kola menggendong anaknya.

Tangan Jeno bertengger tepat di kedua bongkahan pantat Jaemin, menggenggam permukaan itu agar tubuh si manis tak terjatuh ke dinginnya lantai ruang makan.

"Turunkan aku sekarang!"

Gelengan adalah jawaban yang diberikan Jeno, untuk menanggapi ucapan Jaemin. "kenapa aku harus menurunkan dirimu?"

"Tubuhku berat,"

"Tidak, bahakan aku bisa melakukan ini," Jeno berucap, sambil memutar-mutar secara perlahan tubuh yang tengah menggendong Jaemin.

"Berhenti– ini sangat pusing,"

Jeno berhenti, menaruh seluruh atensinya kepada wajah Jaemin yang saat ini tengah menutup kedua obsidian sembari mengatur nafasnya.

Seluruh permukaan wajah Jaemin tiba-tiba terasa begitu hangat, hal itu membuat manik matanya terbuka, dan melihat bagaimana Jeno mencium seluruh permukaan wajahnya– terutama pada keseluruhan kening Jaemin.

"Bagian mana yang sakit sayang? Katakan padaku, biar aku menyembuhkannya dengan ciuman,"

Dengan sedikit tersipu, Jaemin menaruh kepalanya di atas permukaan pundak Jeno. "tak terasa sakit lagi,"

Jeno membawa tubuh Jaemin ke arah meja, lalu menaruh tubuh itu di atas meja, dan mempertemukan kedua belah bibir mereka.

Setelah pertautan mereka terlepas, ibu jari Jeno terulur mengusap perlahan jejak yang terdapat pada belah bibir pink Jaemin. "maaf telah membuat kepala kamu pusing," katanya, dengan ditutup sebuah kecupan ringan di kening Jaemin.

"Kenapa kamu seperti pemuda alay yang tengah merayu pasangannya, agar tidak marah lagi,"

Bibir Jeno melengkung, menaruh kepalanya di permukaan dada Jaemin yang terbuka akibat kancing kemeja pemuda itu terlepas saat Jeno gendong tadi.

"Aku tidak seperti itu tau,"

"Lain kali, aku akan menjahit semua area kancing di kemeja kamu. Agar tak bisa terlepas," lanjut Jeno, lalu memperbaiki kancing yang tadi sempat terbuka.

"Bukankah akan terlihat keren jika kancing kemeja terbuka di bagian atas?"

Jeno mengeratkan giginya, memajukan kembali wajahnya ke arah dada Jaemin dan membuat banyak tanda kepemilikan di sana.

"Jeno! Aku kan akan pemotretan. Kenapa kamu malah membuat banyak sekali tanda seperti ini?!" omel Jaemin, sembari mencoba menggosok tanda yang di buat Jeno.

"Maka dari itu, aku harus menandai tubuhmu– agar mereka tak lagi memakaikan kamu baju terbuka,"

"Padahal hari ini pemotretan bikini," gumam Jaemin, sambil menghembuskan nafasnya.

"APA?! AKU TIDAK AKAN MENGIZINKAN KAMU PERGI!" teriak Jeno, tak terima suaminya akan melakukan pemotretan.

"Tadi kamu sudah memberikan aku iz– YAK, LEE JENO TURUNKAN AKU!"

Jeno mengangkat Jaemin, menaruh pemuda manis itu tepat di pundaknya, dan berlari menuju kamar lalu mengunci pintu agar Jaemin tak bisa pergi darinya.

"LEE JENO! BUKA PINTUNYA, AKU HARUS BEKERJA," teriak Jaemin, begitu nyaring. Sambil mencoba mengambil kunci yang terdapat di tangan Jeno.






Lee's Bride Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang