"Baiklah. Jaga diri kalian baik-baik di sana. Sekarang sedang musim panas jadi banyak minum ya, Al," pesan Matthew. "Jangan lupa juga telfon aku saat kau longgar, eh. Salam-salam untuk keluarga di sana. Oh aku juga minta oleh-oleh, terserah apa saja."
"Noted. Akan aku belikan oleh-oleh yang banyak untukmu, Mattie! Nanti juga akan kutransfer uang untuk Natasha dan Aiden. Terima kasih ya sudah mau repot-repot mengurus mereka," ucap Alfred menepuk pundak Matthew.
"Natasha, Aiden, ingat pesan Dad tadi ya? Bye-bye, kids!"
"Bye-bye!"
Alfred dan Natalya masuk ke dalam mobil. Sebelumnya, Alfred menurunkan kaca jendela supaya ia bisa melambai kepada Natasha, Aiden, dan Matthew.
"Hati-hati di jalan ya!"
"Baik! Hero akan selalu berhati-hati di jalan hahaha!"
Ketiganya masih melambai sampai mobil yang membawa Alfred dan Natalya pergi menjauh. Setelah hilang, Matthew menyuruh kedua anak itu masuk ke dalam sementara ia membawa dua koper berukuran sedang milik mereka.
Ia menghela nafas. Bukan berarti ia tidak menyukai anak-anak. Dahulu ia sering menjaga anak-anak tetangga di kampung halamannya. Namun yang membuatnya agak resah adalah kedatangannya sangat mendadak, rumahnya masih berantakan akibat diterpa badai semalam sehingga atap rumahnya bocor.
Ember-ember di ruang tengah masih bergeletakan. Awalnya Matthew berniat untuk membereskannya nanti karena ia ingin minum kopi terlebih dahulu, tapi karena ada Natasha dan Aiden, Matthew harus membereskannya sekarang.
"Maaf ya rumahnya berantakan. Kalian duduk di sofa sambil makan dulu," lirih Matthew setelah menaruh dua koper itu di tangga.
Matthew memotong cheesecake, mengeluarkan beberapa kue kering, dan jus jeruk. Untung saja kemarin ia sempat berbelanja makanan. Memang tidak seberapa, tapi mungkin mereka akan menyukainya.
"Silahkan ambil yang mana saja. Kalau sudah selesai, nanti taruh saja di wastafel. Kalau mau lagi ambil saja di kulkas."
"Baik," balas keduanya.
Natasha si sulung, imitasi sang ibu kecuali mata biru dari sang ayah. Matthew pernah dengar dari Alfred saat kumpul keluarga kakak perempuan Natalya—Yekaterina sering membanding-bandingkannya dengan Natalya sewaktu kecil, tapi menurutnya Natasha adalah versi lebih ceria dan imut.
Sementara Aiden si bungsu malah terlihat mirip dengan Matthew secara fisik. Perlu dicatat bukan berarti ada "sesuatu" di antara Natalya dan Matthew. Tentu tidak karena Aiden mewarisi mata ungu dari Natalya dan sifat penuh semangat dari Alfred. Bahkan Aiden suka berteriak, "I'm a Hero" seperti sang ayah.
Terakhir kali Matthew bertemu mereka sekitar 2 tahun lalu. Kesibukan di rumah sakit ditambah dengan pandemi membuat Matthew tidak bisa mengunjungi mereka, begitupula sebaliknya. Mereka hanya bisa bertemu lewat video call, tapi itu cukup untuk melepas rindu masing-masing.
Sambil membereskan rumah, Matthew bernostalgia. Waktu berjalan sangat cepat. Tahu-tahu keduanya sudah besar. Tahu-tahu masuk sekolah, lalu kuliah, lalu kerja, lalu lalu ...
Arrrgh. Memikirkannya malah membuat Matthew jadi semakin tertekan. Ia tidak ingin keduanya tumbuh besar sementara statusnya masih lajang. Usianya hampir kepala tiga, tapi sampai saat ini belum juga punya pacar. Sampai-sampai dilangkahi oleh kembaran sendiri. Ia meringis dalam hati. Mengapa jodoh belum kunjung datang kepadanya?
"Uncle Matt tidak apa-apa?" celetuk Aiden. Matthew menepuk dahi, malah hanyut dengan dengan pemikirannya sendiri.
"Aduh maaf! Sedikit lagi selesai kok. Sebentar ya." Matthew pun mempercepat beres-beresnya.
.0.
Setelah Matthew membersihkan ruang tengah (sekaligus kamar untuk dipakai mereka), Aiden dan Natasha masih menikmati kudapan yang dihidangkan.
"Nanti kalian tidur di kamar atas ya. Itu kamar Dad kalian dulu. Barang-barangnya juga sudah ada di atas."
"Okay!"
Sebuah senyum terulas di wajah Matthew. Ia mengelus pucuk kepala si keponakan tertua.
"Natasha sekarang sudah kelas 1 ya ... bagaimana sekolahmu? Kudengar anak-anak sekarang sekolahnya daring ya?"
"Baik-baik saja, tapi beberapa minggu kemarin sudah masuk ke sekolah lagi. Jadi bisa bertemu dengan teman-teman walaupun harus menjaga jarak sih hehehe," balas Natasha setelah mengunyah sesuap cheesecake. "Terus-terus, Bu Guru menyuruhku untuk perkenalan! Sebetulnya aku malu karena banyaaak sekali orang, tapi aku tetap maju. Soalnya kata Dad anak perempuan itu harus berani."
Matthew terkekeh mendengarnya. Natasha memang sangat bersemangat jika sedang bercerita, sama seperti Alfred.
"Wah, keren sekali! Apakah teman-teman di sana baik?"
"Semuanya baik! Kemarin 'kan Bu Guru mengadakan quiz tentang err--pertemanan? Intinya kita semua harus menebak seperti tanggal lahir, tinggi badan, atau nama panjang teman yang lain. Terus Bu Guru memberikan pertanyaan, 'Siapa nama ayah Natasha?' tapi aku tidak boleh menjawabnya. Ada beberapa yang bisa menjawab dengan benar, tapi ada juga yang malah menjawab namanya Hero."
"Karena Dad selalu berkata 'I'm a Hero', eh?"
"Iya. Entah mengapa sejak saat itu aku dipanggil Alfred, atau Hero."
Holy Maple. Ternyata anak zaman sekarang juga sama kurang ajarnya dengan saat zaman Matthew sekolah. Dahulu ia dan Alfred sering dipanggil Arthur dengan dalih bercanda.
.
.
"Hai, Arthur!"
"Sudah berapa kali kubilang namaku, Matthew! Bukan Arthur, atau Alfred! Sopankah begitu?"
.
.
"Parah ya," lirih Matthew.
Keduanya terus berbincang tentang teman-teman di sekolah. Matthew dengan senang hati mendengarkan cerita-cerita keponakan perempuannya, begitu pula sebaliknya Natasha yang penasaran dengan pamannya semasa SD. Di sekolah pasti akan bertemu macam-macam orang. Namun, itulah yang membuat semakin seru kisah masa sekolah.
.
.
.
A/N: Matthew di sini kadang nyelipin kata 'eh' karena stereotip orang Kanada begitu. Kayak orang Sunda kalo ngomong suka nyelipin 'da, ari, mah, atuh, teh'.
Selengkapnya mungkin bisa dibaca di sini https://www.atlasobscura.com/articles/why-do-canadians-say-eh
Author juga mau minta maaf kalo yang ini terkesan ngebut, soalnya udah masuk sekolah lagi.
Jangan lupa vote, comment, dan subscri-eh salah-maksudnya follow ^J^
KAMU SEDANG MEMBACA
One Week with Uncle Matthew
Fanfic"T-tapi aku-" "Jadi kamu tidak mau?" "B-bukan begitu, Al! T-tapi-" . . . Hetalia milik Hidekaz Himaruya. Saya tidak mengambil keuntungan materil sepeserpun dari fanfiksi yang saya buat. Salam sejahtera.