04: Seharusnya Tidak Ada Korelasi Antara Perasaan dan Nasi Kuning

119 18 3
                                    

Kalau boleh jujur, Namjoon hampir tidak pernah makan di pinggir jalan. Bukannya hanya karena tidak percaya dengan kebersihannya, perutnya juga tidak cocok, dan lebih parahnya pacarnya juga tidak sudi diajak ke tempat seperti itu. Waktu jaman kuliah, Namjoon sampai langganan katering dengan Ibunya Hoseok karena tidak bisa masak dan demi keselamatan umat di kosannya.

Untuk yang terakhir, Namjoon pernah hampir membakar kosannya karena lupa telah menyalakan kompor. Sehingga sudah menjadi rahasia umum kalau Namjoon waktu itu tidak boleh masuk ke dapur umum dan membuatnya berakhir membeli kulkas sendiri untuk digunakan di kamarnya karena hal ini.

Sekarang, Namjoon sudah bekerja dan dia bisa berlangganan catering yang sehari bayarnya 100 ribuan. Namjoon tidak protes, karena harga mainannya juga setara uang jatah kateringnya selama sebulan. Mesku kadang malah lebih besar pengeluaran Namjoon untuk mainannya—yang kata pacarnya tidak ada gunanya—dan menjadi sumber pertengkaran keduanya.

Sebenarnya saat Jimin waktu itu membawanya makan di pinggir jalan, Namjoon tidaklah yakin perutnya akan baik-baik saja. Namun, Namjoon mencoba percaya saja saat tempat itu adalah langganan Yoongi. Karena senior di kantornya itu cukup pemilih soal tempat makan dan jika dia suka, berarti aman dikonsumsi.

Untungnya, itu memang benar dan perut Namjoon baik-baik saja setelah sarapan itu hingga kembali ke Jakarta untuk masuk kerja seperti biasanya.

"Nyet, tumben banget lo nyuruh gue beliin nasi kuning." Hoseok yang baru datang ke kantor, menyerahkan sebungkus nasi kuning langganannya ke Namjoon. Meski standarnya Hoseok dan Namjoon sangatlah berbeda, karena temannya sejak kuliah itu seringkali jajan sembarangan. Anehnya, Namjoon tidak pernah mendengar laporan kalau Hoseok sakit perut karena keasalannya itu. "Kesambit apaan lo mau makanan rakjel? Pacar lo bisa giling gue nih kalau ketahuan jajanin yang gak bener."

"Lo berlebihan, Seoki."

"Yeu, lo enak ngomongnya karena beda divisi. Lah gue anak buah pacar lo dan amat sangat nyata seruangan?" gerutunya, lalu melengos saat melihat undangan pernikahan berwarna gading. "Gue balik deh. Kanjeng Raden kalau gue gak cek mejanya nanti ngamuk-ngamuk ke satu divisi karena "

"Seoki, ikhlaskan aja dia."

"Coba deh lo ngomong ke diri sendiri, kapan lepasin pacar yang gak ada masa depannya itu."

Namjoon terdiam, kalah telak dari Hoseok. Untungnya, temannya itu bukanlah tipe yang senang mengejek Namjoon seperti yang orang-orang lakukan. Meski Hoseok benar, Namjoon mengulur waktu untuk berpisah. Semua orang hanya tahu dia masih sendiri, sering diejek pacaran dengan Seokjin oleh orang-orang kantor. Terkadang juga diejek berpacaran dengan Hoseok, padahal yang diejek jelas patah hati ditinggal nikah oleh Nayoung yang merupakan orang human resource di kantor.

Namun, yang orang-orang tidak sadari adalah Namjoon dan Seokjin memang nyatanya punya hubungan, meski jelas tidak ada masa depannya. Karena Seokjin sudah disiapkan dalam perjodohan bisnis.

Tentu saja orang yang dijodohkan adalah perempuan.

Terkadang, Namjoon bertanya kenapa dia lahir di sini? Di tempat yang menganggap perasaan cinta kepada sesama adalah tabu, terlarang dan pantas dianggap pendosa. Namun, pertanyaanya tidak pernah terjawab meski Namjoon memikirkannya pada banyak malam yang membuatnya tidak bisa tertidur. Membuatnya memutuskan hal yang bisa dilakukannya adalah mengulur waktu untuk melepaskan Seokjin.

Menyiapkan diri untuk patah hati terhebatnya, meski mana ada orang yang bisa menyiapkan diri untuk hatinya patah. Karena perasaan tidak semudah itu untuk dikendalikan dan Namjoon yakin, meski sudah mempersiapkan diri sebaik apa pun, tetapi saat itu tiba tidaklah bisa membuatnya terhindar dari rasa sakit.

Namjoon tidak sadar kalau sudah berjalan ke pantry saat sibuk dengan pikirannya. Ternyata, dikantong yang dibawakan Hoseok sudah ada sendoknya. Hanya saja, Namjoon lebih yakin dengan sendok pantry daripada sendok plastik yang ada di kantong tersebut.

"Where did you buy that food?" Suara khas itu membuat Namjoon yang baru makan sesuap, menoleh untuk melihat siapa orangnya. "Oh My God, itu beli di mana?!" Namjoon bahkan belum mengatakan apa pun, tetapi Seokjin langsung menarik plastik yang menjadi alas makannya. "Where the restaurant name? What the hell, Joon. Is this a street food?! Becanda 'kan? Perutmu rusak ntar."

"Jin, jangan mulai bahasa kayak anak Jaksel deh. Gak pantes."

"Hei, aku lebih tua darimu ya." Seokjin sengaja mengungkit usianya, padahal biasanya juga dia paling tidak suka dibilang tua oleh orang-orang. "You supposed to call me Abang or Mas. Respek ke aku dikit kenapa? It's not that hard."

"Oh jadi selama ini yang kudenger di kamar apaan?"

Seokjin sedang minum cold press yang dibawanya dari rumah, tersedak. Namjoon menyeringai melihat reaksi Seokjin, meski setelahnya dia mengaduh karena bahunya dipukul oleh Seokjin dengan tenaga yang tidak kira-kira. Pada akhirnya, nasi kuning yang dibelikan Hoseok berakhir di tong sampah karena Seokjin membuangnya.

"Jin, harusnya gak usah buang sendoknya juga."

"Ck, Bawel." Seokjin tampak tidak peduli, tetapi Namjoon menatapnya. Kemudian, tidak lama kemudian Seokjin melengos, tanda dia merasa 'bersalah' dengan yang dilakukannya barusan. "Fine. I'll bring a dozen spoons tomorrow buat gantiin yang tadi*. You happy now? Just say yes and don't make another fuss. B*egituan aja dipermasalahin."

Namjoon hanya tersenyum dan keduanya berjalan menuju divisi masing-masing. Seokjin bagian pore pressure dan Namjoon bagian reservoir. Mereka bercerita rencana hendak melakukan apa weekend ini, meski Namjoon tidak sepenuhnya fokus karena memikirkan hal lain yang berhubungan dengan nasi kuning.

Namjoon menyimpan beberapa pertanyaan dan ingin dibuktikannya saat kembali ke Kalimantan nanti. Mungkin Namjoon harus membawa Jimin bersamanya, karena sejujurnya dia cukup buruk dalam mengingat arah kalau baru datang ke tempat itu satu kali.

Namjoon ingin bertanya kepada Hoseok, bukannya yang namanya nasi kuning itu harusnya rasanya sama saja meski beli di mana pun? Kenapa tadi Namjoon makan rasanya berbeda? Namun, sepertinya Namjoon tidaklah siap dengan tatapan menyelidik Hoseok dan berakhir diintrogasi karena memberikan pertanyaan seperti itu.

Sialnya, perutnya sekarang sudah bereaksi hanya karena satu sendok nasi kuning yang tadi dimakannya. Namjoon mencoba mengingat apakah laci mejanya ada obat sakit perut jika kemungkinan terburuk terjadi. Karena Namjoon tidak ingin memancing penasaran semua orang di kantor kalau sampai Seojin tahu dirinya mengalami sesuatu yang buruk akibat pilihan makanannya yang sembarangan.

Karena itu pernah terjadi sekali. Itulah cikal bakal yang membuatnya sering diejek oleh orang-orang kalau Namjoon dan Seokjin berpacaran.

Tanpa tahu, memang itulah kenyataannya.

2022 apakah cerita ini bisa selesai dan memiliki versi bukunya? Wkwkwk, mari kita lihat ya sheyenk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

2022 apakah cerita ini bisa selesai dan memiliki versi bukunya? Wkwkwk, mari kita lihat ya sheyenk.

Selamat tahun baru dan iya, baru menemukan niatan untuk menyelesaikan buku ini. Karena saya tidak bisa melepaskan cerita ini begitu saja dan semoga menyukainya.

Balikpapan, 01 Januari 2022.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Side to Side | NamminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang