Foto berharga

26 2 0
                                    

Namaku Jeno. Tidak ada yang spesial dariku. Aku hanyalah seorang anak yatim piatu, menunggu untuk dijemput oleh siapapun itu yang bersedia mengadopsi ku sebagai anaknya.
Sore ini aku tidak melakukan banyak hal, hanya duduk sembari menuliskan sembarang kata diatas tanah. Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh anak yatim piatu sepertiku. Kami bahkan tidak memiliki akses handphone untuk berbagi informasi. Semua dikontrol oleh pengurus panti. Kami? Aku? Hanya menurut.

Entah kenapa, rasanya hari ini berjalan dengan lambat. Hembusan angin meniup kencang rambut halus ku.

"Jeno! Kamu di cari Ibu pengawas. Kamu salah apa lagi?"
Barusan Jungwoo teman satu panti asuhan, dia adalah anak favorit disini karena kepatuhannya.
"Oh, aku cuman ga ikut piket tadi. Santai."
Yap, ketika yang lain bisa belajar dan bermain, kerjaan kami hanya piket, kerja dan piket. Sudah sepatutnya kami bersyukur karena diberikan tempat tinggal dan makanan gratis.
Aku segera meninggalkan Jungwoo yang sudah jauh-jauh menghampiriku sampai ke gerbang belakang panti.

"Permisi bu" aku mengetuk pintu ruang pengawas tanpa takut.
"Iya masuk"
"Maaf bu saya tadi sakit perut sehingga tidak bisa piket."
Alasan klise namun tidak mungkin di tolak. Aku sudah menggunakan alasan tersebut, tidak terhitung jumlahnya.
"Oh, Jeno, sebenarnya itu hanya akal-akalan Ibu saja. Silahkan duduk nak."
"B-bba-bagaimana ya bu?" Aku keheranan karena harusnya aku mendapatkan hukuman.
"Jeno, umur kamu berapa sekarang?"
"20 bu"
"Pas ya genap, jadi begini.. besok pagi kamu akan bertemu dengan orangtua baru kamu. Apakah kamu senang?"
Ha? Orangtua? Akhirnya selama 20 tahun membusuk di gedung ini, ada yang tertarik juga?!
"Sudah lama di nanti.."
Aku mengucapkannya sambil menunduk. Memandangi sepatuku yang lusuh. Apakah memiliki keluarga baru bisa memberikan ku sepatu baru?
"Ini foto mereka, Jeno. Sampai besok pagi kamu pikirkan matang-matang ya. Ibu tidak mau kamu menyesal. Sekarang kamu boleh pergi."

Tanganku menggenggam foto berisikan wajah calon kedua orangtua ku.
Aku melatih mulutku agar terbiasa memanggil mereka dengan sebutan papa dan mama. Walaupun rasanya sulit, akhirnya aku mendapatkan orangtua angkat. Tidak ada yang tahu pasti kapan kesempatan seperti ini datang lagi. Jungwoo sobatku disini, sudah putus asa dan berencana untuk menjadi pengawas selanjutnya. Dia tidak bergeming, masih berdiri dengan sapu ditangannya ketika aku kembali dari ruang pengawas.

"Jungwoo, ngapain masih disini?"
"Justru kamu, ngapa sih seneng duduk di gerbang belakang? Padahal ga ada orang disini. Serem tau."
"Kamu udah sebutin jawabannya."
"Apa?"
"Ga ada orang"

Aku memandangi langit dan melihat awan. Warnanya merah dan oren pekat. Sebentar lagi gelap, aku harus kembali ke kamar dan aku harus simpan foto ini baik-baik.

Bersambung~

Mimpi Buruk NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang