Terlalu asing

8 1 0
                                    

Jaemin tidak berhenti menatapku dari tadi. Kedua matanya selalu mengarah ke padaku. Dia memperhatikan dari atas hingga bawah. Sejenak aku berasumsi mereka adalah orang baik dan diwaktu lainnya aku menduga mereka memiliki rahasia besar disini.

Dia terus melangkah tanpa bersuara. Cuacanya panas dan udara tercampur oleh debu. Sebentar tadi mereka terlihat bersih dan wangi, aku tidak menyangka tempat tinggal mereka sangat sunyi dan berdebu. Jaemin menghentikan langkahnya dan berdiri di depanku.
"Gimana kesan awalmu?"
Aku bingung harus menjelaskannya, segala situasi yang ada belum ku ketahui.
"Luas" hanya itu, iya, hanya itu yang bisa aku katakan. Dia tertawa mendengar jawabanku. Mungkin karena dia melihat kamar sempit ku di panti. Jaemin mengerutkan alisnya, memasang wajah serius.
"Mmm.. aku ga ada mau nunjukkin apa-apa sih, seperti yang kamu lihat, beginilah kita. Kebiasaanmu di panti, ga bisa di terapkan disini."
Dia menyimpan tangannya di saku celana dan menawarkan rokok kepadaku.
"Aku ga ngerokok" ucapku menolak.
"Haha, entar juga butuh. Kita kerja keras disini, papa Johnny punya bisnisnya sendiri, dan kita harus bantu kalau dibutuhkan." Jaemin menjelaskan sembari menghirup batang rokoknya.
"Oiya hati-hati sama pager kawat, kadang ada listriknya. Kerjaannya si papi" dia memperingati ku ketika aku hendak bersandar pada pagar.
"Papi? Papa Johnny maksudnya?" Aku bertanya karena linglung.
"Bukan, papi Jaehyun namanya, dia ikut jemput kamu tadi duduk di depan."
"Kalian ga kenalin dia ke aku."
"Papi banyak diem, kita juga ga banyak ngobrol sama dia. Btw kamu dikasih foto ortu angkat kan?" Jaemin bertanya dengan cengengesan.
"Iya, ini" aku menyodorkan foto itu padanya.
"BAHAHAHA" Jaemin tertawa dengan keras setelah melihat foto itu.
"Ngapa?" Aku ke heranan.
"Itu foto aku yang edit HAHAHA, mulus kan?" Jaemin menatapku dengan tawanya. Sementara aku tidak tertarik untuk tertawa sama sekali. Sungguh memalukan, aku sudah berlatih sepanjang malam untuk memanggil orang dalam foto itu dengan sebutan papa mama ternyata palsu.
"Jadi maksudnya gimana?" Aku berusaha membuatnya serius.
"Udah santai aja, aku juga anak adopsi kayak kamu." Dia kembali menghisap batang rokoknya. Benar-benar perilaku tanpa beban, hidupnya terlalu bebas namun tetap awas.
Pembicaraan kami membuatku semakin curiga dengan kediaman Papa Johnny.

"Jaemin! Bantu Papi kamu dulu sini"
Ketika mendengar teriakan itu, dia langsung mematikan rokoknya dan berlari, dia menarik tanganku untuk mengikutinya. Dalam waktu singkat, kami sudah berdiri di hadapan papi Jaehyun. Wajahnya ketus, dia tidak ramah. Keringat mengalir di wajahnya, turun membasahi kaos yang dia kenakan.
"Jeno, kamu masuk bantu yang ada di dalem" papi Jaehyun berbicara untuk pertama kalinya padaku. Jaemin langsung mendorong ku untuk pergi sambil menunjuk arah pintu masuk. Aku melangkahkan kaki ku dengan ragu dan Jaemin sudah sibuk dengan papi.

Suasana rumah ini tidak terlihat ramah. Bangunan yang besar dengan penerangan yang minim. Hampir seluruh ruangan gelap dan remang-remang. Ketika aku menyusuri tiap ruang, aku mendapati rumah dengan lorong dan pilar yang di cat warna hitam.
"Ya! Masih disini? Lambat banget Jen, ikut aku" Jaemin menepuk pundakku tiba-tiba. Dia mengajak ku masuk kedalam sebuah kamar luas dengan satu kasur dan dua lemari, tirai hordeng berwarna abu-abu sementara bagian furniture terbuat dari kayu jati.
"Ini kamar kita, biasanya aku tidur sendiri, tapi mulai hari ini, kamu tidur disini sama aku."
Jaemin membuka pakaiannya dengan santai seakan-akan aku hanya bayangan. Dia meletakkan pakaian bersih dan wangi itu dengan bungkusan plastik dan meletakkannya di lemari.
"Pakaian ini, cuman dipake kalo kita pergi jemput anak yatim piatu doang. Selebihnya, kita pake kaos biasa" dia mengambil kaos yang memiliki bekas oli dari lemarinya dan mengenakannya. Aku hanya menatap, memperhatikan setiap gerak gerik nya.
"Anjir ya kaos kalo udah kena oli mau sampe kapan pun susah ilang nya."
"Haha" aku tidak sengaja tertawa melihatnya mengeluh.
"Jen, kita harus bergerak cepat. Tadi kamu disuruh bantuin yang di dalem. Udah ketemu belom sama orang selain aku?" Jaemin menatapku serius.
"Hah? Oh belom" aku belum bertemu dengan siapa pun, gedung rumah ini terlalu besar untukku.
"Yang di maksud papi itu Mark, Haechan, dan Jisung yang tadi, mereka bertiga tugasnya di belakang. Bagian urus rumah tangga. Kadang mereka ke pake juga si buat bantu di depan tapi lebih sering aku dan Chenle. Cuman si chenle ini sering sakit, makanya papa Johnny ambil kamu buat gantiin dia sewaktu-waktu..."
"Hah? Sewaktu-waktu apa?" Wajahnya seperti ketakutan dan tidak punya pilihan. Terlalu banyak yang ingin kutanya kan.
"Haha gapapa, gerak cepet, dari sini kamu lurus ikutin lorong dan belok kiri kamu bakal ketemu halaman belakang, disitu mereka ngumpul." Dia mengetuk lemariku menyuruh ku untuk ganti pakaian kemudian dia berlari keluar.

Bersambung

Mimpi Buruk NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang