Keluarga baru

12 1 0
                                    

"Ya! Astaga jangan cubit sakit tau!"
Aku mendengar seseorang berteriak ketika aku sedang duduk di lobi menunggu kedatangan orangtua angkat ku.
Aku berpakaian rapih untuk menunjukkan kesan baik pada mereka. Dengan gugup aku menunggu mereka datang. Namun, rasa gugup ku makin kacau ketika melihat seorang anak laki-laki -sepertinya seusiaku- berjalan mendekat dengan anak kecil di sampingnya.
"Hai, namaku Jaemin"
Mendengar suaranya, aku yakin dialah yang berteriak barusan. Dia memberikan tangannya untuk bersalaman. Aku tertegun sejenak dan menjadi kaku.
"Hh..ha..halo" aku membalas salamnya.
"Anak kecil ini Jisung, dia bakal jadi adik kita"
Aku menatap keduanya secara bergantian. Mereka tampak bersih dan terawat. Tidak terlihat tertekan juga. Tunggu sebentar! Adik? Kita? Berarti mereka adalah calon saudara tiriku?
"Oiya, aku dah tau kamu siapa, papa Johnny yang kasih tau aku kemarin." Dia langsung duduk di sebelahku sambil memangku Jisung.
"Oh begitu..."
"Kamu gugup ya? Hahaha" Anak itu menggoda ku seakan-akan kami sudah dekat.

Seorang pria tinggi tegap, dengan rambut stylish nya, memakai celana jeans ketat berjalan menghampiriku bersama pengawas panti dan menyapaku.
"Hai, jadi kamu ya yang namanya Jeno?"
Senyumnya ramah, suaranya ringan di telinga.
"Iya, om"
"Gausah panggil om, panggil papa aja. Saya akan menjadi papa baru mu sekarang"
Mereka semua tersenyum melihatku, aroma tubuh mereka sangat wangi dan khas. Pertemuan ini, aku tidak merasa terintimidasi dan yakin mereka orang-orang baik. Aku mengangguk dan membalas senyuman mereka.
"Jaemin, Jisung, bantu Jeno merapihkan barang-barangnya ya, papa tunggu sekitar 1 jam di mobil."
Papa Johnny mengucapkan itu sambil mengusap rambut mereka dan menepuk pundakku. Kemudian dia pergi.
"Skuy beresin kamarmu" tangannya lembut dan hangat ketika dia menyentuh tanganku. Aku membatin sepertinya dia tidak banyak kerja keras.

-di kamar Jeno-
Aku menggaruk kepalaku, merasa canggung ketika mereka harus melihat kamarku yang sempit dan tidak ada yang bisa di pamerkan.
"Kami ga tidur sendirian, aku punya teman sekamar, Jungwoo namanya"
"Oh, dia dimana?" Jaemin bertanya dari daun pintu.
"Aku disini, loh ngapain beres-beres? Btw kalian? Kita belum pernah bertemu." Tepat ketika Jaemin bertanya, orangnya muncul.
"Mas, aku capek berdiri" Jisung merengek. Aku langsung cepat-cepat menawarkan mereka untuk duduk dikasur ku.
Sebenarnya perpisahan ini tidak mungkin di duga oleh teman seperjuangan ku, dia sudah seperti keluargaku sendiri. Walaupun hidup serba kekurangan dan tidak memiliki banyak hak, Jungwoo lah yang bisa membuatku bertahan.
"Jungwoo, sebenarnya aku.." lidahku kelu. Rasanya seperti akan menyiarkan berita kematian, dadaku sesak dan mataku sembab.
"Yaa! Kok kamu nangis gitu si? Kenapa?"
"Kenalin, aku saudara barunya Jeno" Jaemin menyodorkan tangannya kearah Jungwoo.
Aku hanya bisa menunduk ketika Jungwoo tidak merespon.
"Hey hey udah gausah drama, kita bisa kok berkunjung kesini kalau kalian ingin bertemu" Ucapannya itu ada benarnya.
Kami mengemasi barang-barangku dan terkumpul hanya dua kardus saja ternyata.
Cepat-cepat kami membersihkan kamar. Setelah selesai, Jungwoo menatapku dengan memelas, aku tau ini sulit bagi kami.
"Maafin aku ya, ntar aku bakal datengin kamu lagi" tangisku pecah, kamar bersejarah ini akhirnya hanya menyisakan sobatku.
Aku berjalan menuju mobil mengikuti Jaemin dengan satu kardus ditangan ku dan satu dibawa olehnya. Papa kami, Johnny sudah menunggu di mobil dengan sebatang rokok di tangannya. Asap rokok berhembus dan aku melihat seseorang duduk bersamanya. Mereka tidak mengenalkan ku terhadap pria itu. Mungkin bukan siapa-siapa.

- kediaman Papa Johnny -
Butuh waktu sekitar 4 jam untuk sampai dirumah ini. Benar-benar di daerah terpencil dan gersang. Tidak ada rumah lainnya dan isinya hanya halaman luas dengan rumput kering di kelilingi oleh pagar kawat. Sesampainya dirumah ini, aku bisa melihat mobil-mobil jadul dan berdebu terparkir dengan rapih hanya dengan atap asbes dan cagak kayu. Lahan rumah ini benar-benar luas lebih luas dari lapangan. Dilengkapi rumah lebar di sudutnya. Aku bingung kenapa rumah ini tidak memiliki tetangga.

Jaemin menepuk pahaku dan mengajak ku keluar dari mobil untuk keliling. Melihat-lihat rumah baru tempatku untuk tinggal.

Bersambung~

Mimpi Buruk NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang