3 - Sampai Ketemu Lagi

56 10 0
                                    

Indira kembali ke hotel dan pesta sudah selesai. Beberapa orang yang menginap juga kembali berjalan masuk dari acara pesta. Indira bertemu sekelompok orang yang seharusnya dia hindari.

"Ayolah, jangan buru-buru. Sudah lama kita nggak ketemu, loh. Mengobrol sebentar, lah." Seorang wanita yang ia ingat jelas namanya, tersenyum dibuat-buat padanya. Dia menarik tangan Indira ke samping hotel tempat kolam renang dan beberapa kursi untuk duduk, menemui segerombolan teman SMA-nya yang lain di sana. "Vian, lihat deh aku bawa siapa."

Dan Indira paham kenapa dia ada di sana. Dia paham betul situasinya dan tubuhnya membiarkannya melakukannya. Setelah sekian lama, ia ingin merasakannya lagi. Dia benar-benar ingin menuntaskannya.

"Nggak nyangka sih dia bakal berubah sebanyak ini. Dulu, kan, tomboi banget," kata salah seorang. "Sini sini, minum bareng kita."

"Aku hanya mampir sebentar," ucap Indira yang hebatnya terdengar tenang.

Alvian bangkit dan terkekeh, kemudian berjalan mendekat, "kamu tahu, kan, aku ke sini cuman buat kamu?" Katanya di dekat telinga Indira. "Kulihat hidupmu tenang dan baik-baik saja."

"Kamu tidak perlu tahu soal hidupku."

"Hanya penasaran, ngomong-ngomong kekasihmu itu sudah meninggalkanmu, kan? Itu artinya kamu selamanya sendiri sekarang."

Indira menoleh dan menatap tepat ke matanya, menatapnya dengan nyalang, "Meli menikah bukannya meninggalkanku. Dan dia sahabatku, bukan kekasihku," tekan Indira.

"Ya ya, terserahlah," Alvian sok mengorek-ngorek kupingnya sendiri. "Tapi, kamu pasti merindukanku, kan, Andi?"

"Jangan panggil aku Andi."

"Kenapa? Dulu, itu kan nama kesayangan kita untukmu," beberapa orang ikut tertawa mendengarnya.

"Vian, aku tahu yang terjadi di masa lalu sangat buruk, tapi," Indira menelan ludah sendiri sebelum melanjutkan, "seharusnya kamu move on. Sekarang kita sudah dewasa."

"Kamu menyuruhku bersikap lebih dewasa? Nggak mau," jawab Alvian, "sampai kapan pun urusan kita nggak akan pernah berakhir, Ndi. Sampai kapan pun," dia menyeringai dan Indira merasa sudah seharusnya dia pergi sekarang. Tapi saat dia hendak berbalik untuk pergi, Alvian mencengkram tangannya kencang. "Orang gila sepertimu seharusnya tidak hidup di komitas ini. Tempatmu bukan di sini."

Indira menatap tajam ke mata Alvian. Tapi tak ada satu kata keluar dari mulutnya. Dia tak ingin ambruk, dia ingin bertahan.

"Alvian!" Seorang memanggil di balik punggung Indira.

"Akmal, sahabatku," sambut Alvian. Indira dengan cepat melepas tangannya.

"Aku memasan dua kotak pizza, seharusnya cukup," Akmal melewati Indira dan saat tatapannya mengarah pada perempuan itu, Indira membuangnya dan segera berjalan pergi.

"Memang terbaik, kamu, Mal. Terus terus lanjutan ceritanya tadi gimana? Jadi kamu nggak memacari semacam gadis bule atau gadis turki di sana?" Alvian kembali duduk.

Indira berjalan dengan cepat. Secepat itulah dia ingin kembali ke kamarnya dan berkemul di bawah selimut sendirian. Dia butuh ruang. Dia butuh ruangannya sendiri. Dia hendak menaiki lift menuju kamarnya.

"Indira," dan seorang menarik tangannya, menghentikannya lagi. Kenapa sulit sekali keluar dari tempat gelap ini? "Aku minta maaf jika menyinggungmu," ucap Akmal.

"Dia sahabatmu."

"Bagiku, semuanya adalah sahabat."

"Tinggalkan aku sendiri."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Deep Down, I CryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang