Aku seketika merunduk melihat bola berwarna putih ke arahku. Sesuatu yang sangat cepat sejak aku membuka mata hingga menyadari bahwa aku telah berada di posisi berjongkok dengan kedua tangan terangkat melindungi kepala.
"Apa ini?" Ujarku.
Yang ada adalah aku telah berada di tengah lapangan dengan seragam putih dan topi senada. Akhirnya aku berdiri melihat orang-orang yang berlarian sibuk bermain. Softball.
"Apa ini, aku bahkan belum pernah memainkannya seumur hidupku" runtukku pada diri sendiri.
Belum lama sejak aku bergelut dengan diri sendiri. Terdengar peluit panjang dari wasit. Wasit? Aku pikir itu pelatih.
Pritttt
"Okay semua, kita lanjutkan latihan gabungannya setelah makan siang ya. Setengah jam lagi kita kembali ke sini. Ke posisi semula" pesannya panjang
Dari apa yang diujarkan oleh "pelatih" itu aku baru menyadari satu hal lagi. Bahwa apa yang sedang aku lakukan ini adalah latihan gabungan. Artinya akan ada banyak sekolah yang bergabung dan semakin banyak orang asing yang akan aku temui.
Aku mengamati sekitar dan melihat tanda itu. Sebuah pin yang terpasang di dada sebelah kanan. Aku melihat berbagai macam warna di sana, ada yang merah, jingga, hijau, biru, bahkan ungu. Lalu aku memeriksa apa yang aku kenakan.
"Hijau" gumam ku
Sialnya, tidak ada warna hijau selain milikku yang aku lihat dari tadi. Sehingga aku harus benar-benar berjalan berkeliling lapangan yang terik ini untuk menemukan "temanku".
Aku masih terus berjalan. Yang kulihat hanyalah gerombolan manusia dengan warna pin yang senada. Tentu saja tanpa warna hijau di sana. Dan akhirnya aku telah berada diujung perputaran lapangan dan memilih untuk mendatangi pintu keluar yang tersedia di sana. Aku melangkahkan kakiku untuk berjalan di taman sekitar stadium itu. Ku hembuskan nafas berat menikmati udara sedikit sejuk dari tanaman-tanaman yang ada sambil memejamkan mata. Cukup lama.
60 detik memejamkan mata membuat pandanganku sedikit kabur ketika membukanya. Aku merasa badanku sedikit oleng karena pandanganku gelap dan kabur. Akupun berpegang pada satu tiang lampu yang sejak tadi ternyata berdiri di sampingku. Dengan sedikit mengatur nafas kembali dan menyesuaikan cahaya di mata, pandangannku menatap sesuatu di gazebo ujung taman. Gazebo yang menjulang cukup tinggi di antara rendahnya bunga-bunga di taman ini.
Ya, benar. Ada pin hijau di sana. Maksudku adalah seseorang yang mengenakan pin hijau sedang duduk di sana. Aku pun bergegas menghampirinya.
"Hai" sapaku.
"Kamu sendiri?" Tanyaku. Dia tidak menjawab dan hanya tersenyum. Melihat hal itu aku memutuskan untuk naik. Leherku pegal untuk berkomunikasi dengan kepala yang menghadap ke atas secara terus-menerus. Gazebo ini benar-benar tinggi.Satu hal bodoh yang baru ku sadari. Aku tidak pandai dalam hal memanjat, menaiki tangga, dan ketinggian. Diperparah dengan kondisi tangga gazebo ini yang tidak memiliki plang pengaman samping. Sungguh aku serasa mau terjatuh. Dan bahkan di kondisi ini "dia" tidak mengatakan apapun dan hanya melihatku.
"Hai", sapaku kembali.
"Kamu berasal dari sekolah yang sama denganku kan?", ujarku menghentikan kesunyian yang sedari tadi terbentuk. Dan di titik ini, akhirnya dia menjawab."Aku sebenarnya bukan dari Surabaya, aku dari Sidoarjo. Aku tidak tahu kenapa aku bisa masuk di pelatihan ini", jawabnya.
" Hah? Benarkah? Lalu mengapa kita mempunyai warna pin yang sama?"tanyaku.
"Aku rasa karena kita peserta individual. Sehingga mereka menyatukannya ke dalam satu warna yang sama. Bukankah kamu juga kesulitan mencari warna ini di dalam sana?" tanyanya."Iya, kamu benar" jawabku.
"Tapi ada satu hal lagi yang membuatku penasaran. Mengapa orang-orang di sini terasa aneh bagiku. Mengapa mereka terlihat muda-muda? Apakah ini latihan turnamen gabungan untuk SMP saja?" tanyaku panjang.
"Iya, ku rasa begitu" jawabnya.
"Lalu mengapa aku bisa di sini? Aku ini siswi SMA yang seumur hidup tidak pernah memainkan softball" protesku.
Sejenak, tidak ada jawaban yang muncul dari mulutnya. Akupun masih bergulat dengan kondisi asing, jengkel, dan tidak nyaman ini. Hingga kemudian dia menarik tanganku.
Aku kaget bukan kepalang.
Dia membuka telapak tanganku dan menyejajarkan jari kelingkingnya diantara jari manis dan jari tengahku. Lalu dia berkata,
"Ini alasannya" ujarnya.
Aku yang sedikit bingung berusaha mencerna kata-katanya. Berulang kali aku edarkan pandangan ke mata dia dan telapak tangan kami berdua secara bergantian. Dan akhirnya,
"Aaa, maksud kamu karena jari-jariku kecil dan postur tubuhku yang kecil. Sehingga aku masih sama dengan murid SMP itu?" jelasku.
Kami akhirnya tertawa bersama dan melanjutkan obrolan yang tidak aku ingat kembali. Termasuk ingatan bahwa kami berada di luar stadium dan mungkin saja tidak mendengar suara peluit dari pelatih lagi.