Pagi ini Minji harus bergegas untuk datang ke acara survival-nya. Ia bahkan tak sempat membuka paket pertama dari Mark yang baru saja datang, tapi Minji tahu bahwa ada surat di dalam paket itu. Ia hanya mencari suratnya dan berangkat.
Dalam perjalanan menaiki bus, Minji membaca surat itu.
_____________________________________________
Nona, saya mengirimkan sebuah boneka untukmu. Semoga kamu menyukai boneka itu.
Saya dengar hari ini kamu akan mulai berkompetisi lagi, semoga hasilnya lebih baik dari kompetisi yang kemarin.Mark.
_____________________________________________Setelah membacanya, Minji merasa semakin bersemangat.
Mulai bulan ini Minji akan mengikuti program Produce 48, dan beberapa bulan kedepan, ia tidak akan pulang. Mungkin saat ia pulang, akan banyak paket dan surat dari Mark untuknya.
Minji berharap bisa bertahan lebih lama di progam sekarang dibandingkan program sebelumnya. Minji berjuang dengan sekuat tenaganya. Berusaha menampilkan yang terbaik di setiap performance demi bertahan sampai babak final. Namun, sayangnya Minji tereliminasi di episode 8, ia juga harus puas berada di peringkat 53.
Sedih, sudah pasti. Kecewa, tentu saja. Menyerah, itu tidak ada di kamus Minji.
Minji pulang dengan hati yang hancur. Sesampainya di rumah pun ia masih diam dan lesu. Kedua orangtuanya mengerti keadaan Minji, siapa yang tidak kecewa saat gagal meraih mimpinya.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Minji merebahkan diri di kasurnya. Ia menatap langit-langit kamar dengan nanar. Minji merasakan kalau matanya mulai panas. Perlahan bulir-bulir bening membasahi pelipisnya. Ia menangis, membawa seluruh kesedihan dan kekalutan dalam hatinya.
Beberapa menit berlalu, Minji mulai tenang. Ia mengusap air matanya dan bangkit menuju meja yang penuh dengan paket dari Mark. Satu persatu, Minji membuka paket itu. Ia berharap agar surat-surat Mark dapat menenangkannya.
Benar saja. Tulisan Mark seperti mantra yang membuat Minji kembali tersenyum. Ia nyaman dengan perhatian Mark melalui surat dan paket-paket kecil yang Mark kirim. Namun, ada sesuatu hal yang mengganjal hatinya. Apa ia sedang disihir? Bagaimana ia bisa menerima paket dari seorang pria misterius bernama Mark? Apa yang terjadi dengannya? Kenapa ia bisa mempercayai Mark begitu saja, bahkan ia tidak pernah bertemu dengan Mark.
Tanpa basa-basi, Minji membawa semua surat dan paket dari Mark ke luar rumah. Ia membuangnya di tempat sampah. Saat Minji kembali dari luar, ibunya bertanya mengapa ia membuangnya.
"Siapa Mark? Penggemarku? Aku tidak pernah bertemu dengannya, bahkan aku tidak mengenalnya. Kita tidak bisa percaya dengan orang asing seperti Mark. Aku tidak ingin menerima apapun lagi dari Mark," ucap Minji.
Ibu Minji mencoba mengerti keadaan putrinya. Ibunya mengerti, bahwa putrinya kini sedang sedih, pikirannya masih kacau. Sebenarnya ia ingin memberitahu Minji kalau Mark bukanlah orang asing, tidak mungkin ada seorang sasaeng yang diijinkan mengirim barang ke rumahnya. Tapi Mark berbeda, ia lebih dari penggemar Minji, dan ibunya mengetahui itu.
Secara ajaib, minggu-minggu berikutnya tidak ada paket apapun dari Mark. Minji mulai bertanya-tanya, kenapa saat ia menginginkan sesuatu yang berhubungan dengan Mark, pasti akan terkabul. Pertama saat ia bosan dengan buket mawar, kedua bagaimana Mark tahu kalau ia menyimpan semua suratnya? Ketiga saat ia tidak lagi ingin apapun dari Mark, itu pun terkabul. Minji curiga ada keterlibatan orangtuanya dalam masalah ini.
Sore hari, Minji menatap ke luar jendela. Di seberang sana, ada seorang pria yang tengah duduk di balkon dengan gitarnya. Sepertinya pria itu akan bermain gitar di sana. Sayup-sayup terdengar suara nyanyiannya, meski tak begitu jelas, Minji dapat mendengarnya.
"Suaranya indah," gumam Minji.
Ia begitu asyik mendengarkan pria itu bernyanyi. Namun, tiba-tiba ada seorang wanita dari balkon sebelah pria itu yang berteriak.
"Mark! Nyanyikan lagu-lagu Korea, jangan lagu barat terus!"
Minji terkejut.
"Mark? Apa pria itu pria yang selama ini mengirim hadiah untukku?" tanya Minji pada dirinya sendiri.
"Kakak, aku tidak bisa bernyanyi dalam bahasa Korea," sahut pria itu.
"Suaramu itu bagus Mark!" jawab wanita itu.
Minji pun mulai risih dengan pertengkaran tetangganya itu. Akhirnya ia menjauh dari jendela dan memutuskan untuk bernyanyi.
Baby, take my hand
I want you to be my husband
'Cause you're my Iron Man
And I love you 3000
Baby, take a chance
'Cause I want this to be something
Straight out of a Hollywood movieMinji mulai bernyanyi. Suara indahnya mengalun memenuhi kamar. Saat bernyanyi, ia mendengar suara gitar dari gedung seberang yang juga memainkan lagu I Love You 3000 milik Stephanie Poetri.
Minji berhenti bernyanyi, sementara pria itu berganti lagu.
Heart beats fast
Colors and promises
How to be brave
How can I love when I'm afraid to fall
But watching you stand alone
All of my doubt, suddenly goes away somehow
One step closer
I have died everyday, waiting for you
Darling, don't be afraid, I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand moreMinji tahu, itu lagu A Thousand Years milik Christina Perri. Ia hanya mendengarnya, suara pria itu sangat indah.
"Mark, kau itu penyihir atau malaikat?" gumam Minji.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karungrum
Short Story"Bagaimana ia selalu ada saat aku butuh ia?" Sebuah cerita untuk Park Minji.