Prolog : Freak Out

16 1 0
                                    

Satu! Dua! Tiga! Happy graduation!

Setiap siswa memberikan ucapan selamat kepada temannya masing-masing atas kelulusan yang mereka peroleh. Setelah ini mereka akan menghadapi fase dunia remaja sesungguhnya, yaitu masa SMA. Setelah upacara kelulusan yang diadakan oleh sekolah, beberapa siswa memutuskan untuk merayakan kelulusan dengan teman satu geng nya. Kala itu Sarla adalah siswa elit yang memiliki gaya hidup mewah, circle pertemanannya dihiasi dengan acara nongkrong-nongkrong di cafe, acara pesta setiap bulannya, jalan-jalan ke luar negeri, dan pertemuan pamer barang branded yang mereka baru beli. Mungkin usia Sarla masih baru menginjak masa remaja, tetapi gaya hidupnya mencerminkan gaya hidup yang biasanya orang dewasa lakukan. Untuk merayakan kelulusan, Sarla dan teman-temannya memiliki rencana untuk mengadakan party di sebuah villa yang berada di puncak.

"La! Ntar Gue jemput ya?" ucap seseorang dari depan pintu kelas IX-1.

"Nanti Gue mau hairstylist dulu, jemput di salon biasanya ya!"

"Oke, see u!" laki-laki tersebut langsung meninggalkan Sarla dan menuju tempat parkir untuk mengambil motornya.

Sekolah Sarla ini merupakan sekolah yang bisa dibilang kelas menengah ke atas. Rata-rata mereka yang menyekolahkan anaknya disini memiliki jabatan manajer dan pimpinan. Tak heran jika sirkel dalam sekolah ini bukanlah sirkel pertemanan biasa, karena gaya hidup yang mereka jalani cenderung mewah dan glamor.

Brem.. Brem..

"Sa, jangan berisik! Lagian ngapain sih, lagi pamer?" Sarla risih mendengar Arsa memamerkan motor baru yang merupakan hadiah kelulusannya.

"Hahaha, motor gue baru nih! Bagus ga?"

Tanpa menggubris pertanyaan Arsa, Sarla langsung mendaratkan badannya di boncengan motor baru milik Arsa.

"Yuk cepetan berangkat, udah keburu telat ini,"  ucap Sarla dengan terburu-buru memakai helm nya.

"Iya-iya sabar dulu kenapa sih," Arsa langsung menancap gas agar tidak mendengar cerewetan Sarla lagi.

Dalam perjalanan menuju lokasi perayaan kelulusan tiba-tiba cuaca menjadi mendung, suara petir mulai terdengar dan hembusan angin sangat kencang. Rasanya langit sedang marah. Sepanjang perjalanan diiringi oleh bunyi gemuruh dari langit.

"La, mau pake jas hujan dulu ngga? kayaknya habis ini hujannya bakal deras deh."

"Nanti dulu sa, belum kerasa hujannya."

"Yaudah, ini Gue ngebut ya biar cepet sampe, sebelum hujannya deras."

Arsa pun langsung menancap gas 90 Km/Jam. Saat itu keadaan jalan sedikit licin karena rintikan gerimis pertanda akan hujan. Lokasi perayaan berada di villa puncak dataran tinggi, sehingga jalan yang dilalui oleh Arsa dan Sarla meliuk-liuk dan menanjak. Perjalanan mereka dihiasi dengan tepi jurang yang curam. Semestinya dalam kondisi jalanan seperti itu, seseorang harus mengemudikan kendaraannya dengan hati-hati, tetapi karena Arsa dan Sarla terburu-buru, tanpa pikir panjang mereka memutuskan untuk mengendarai motor dengan kecepatan yang tinggi.

Semakin tinggi dataran dalam keadaan hujan, maka akan semakin banyak kabut yang menyelimuti. Saat itu Arsa sedikit kesusahan untuk melihat batas jalan dengan jurang, hingga akhirnya mereka menabrak pembatas jalan dan terpental jatuh ke jurang. Siapa pun yang mendengar kerasnya benturan akan merasa ngeri dan trauma. Hujan yang terus membasahi jalan membuat keadaan jalan tersebut sepi, hampir tidak ada kendaraan yang lewat.

Sekitar 15 menit setelah kejadian, hujan mulai reda. Mulai ada kendaraan yang melewati tempat kecelakaan Arsa dan Sarla. Beberapa mobil dan motor terpaksa harus berhenti, karena motor Arsa yang melintang menutupi badan jalan. Para pengemudi kendaraan mulai turun dan mencari tahu apa yang sedang terjadi, salah satu diantara mereka meminta bantuan kepada polisi, pihak rumah sakit dan tim SAR setempat.

"Sa, Lo dimana! Seseorang tolong bantu gue!" suara Sarla tersendat-sendat karena nafasnya yang sesak. Tubuhnya terjatuh sekitar 20 meter dari atas jurang. Sepertinya takdir berpihak kepada Sarla karena tubuhnya mendarat pada dataran  yang bisa menopang tubuhnya. Sarla kehabisan tenaga, ia terus meminta bantuan tetapi tidak ada siapapun yang mendengar. Suara permohonan bantuan milik Sarla tertutup kerasnya suara hujan yang sedang turun saat itu. Seketika Sarla membenci suara hujan karena suara hujan telah mempersulit keadaannya.

"Gue udah gak kuat, mungkin ini saatnya Gue pergi."

Aksara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang