Jeongguk
Pura Besakih jadi salah satu pilar penyangga dan patokan beberapa pura besar di Bali. Keberadaannya ditulis sebagai penjaga sekaligus gerbang Gunung Agung. Jeongguk belum pernah pulang setelah puluhan tahun hengkang dari Bali. Keberadaannya yang tidak luput dari endusan kolonial, menjadikannya dikenal sebagai harta warisan Kerajaan Klungkung yang tersisa. Dilempar ke Netherland, mendapat sekolah terbaik tapi tetap diperlakukan seperti seorang tawanan yang tidak boleh ini-itu. Persinggahan terakhirnya adalah Australia, tempatnya terakhir menempuh pendidikan untuk bisa meraih gelar lulusan sekolah animasi dengan nilai memuaskan.
"Bli bagus." Panggilan intim itu mendayu melewati pendengaran Jeongguk. Suaranya seperti tidak asing tapi Jeongguk lupa betul siapa yang punya. "It's been ten years and you are still the same." Setelah berbalik badan baru Jeongguk bisa rasakan kalau kedua manik matanya menyala menerangi pandangan sekitaran. Berwarna keemasan dengan gejolak emosi yang sulit dijelaskan. Perasaannya bercampur seperti diaduk menjadi satu. Tidak menduga, rindu, dan rasanya ia bisa menabrak tubuh wanita langsing itu dengan pelukan. "Bagaimana kabar kamu, Basuki? Good?"
"Rose," bisik Jeongguk pada udara. Ia perlahan mendekat pada sosok perempuan bersurai pirang dengan sorot mata teduh itu. Pelan-pelan memastikan kalau ia tidak bermimpi. Membuat ilusi pada realitasnya sendiri. "Rose," gumam Jeongguk sendiri. Tinggi perempuan ini masih sama. Cuma sampai mencapai batas dagu. Perasaan suka cita menghantarkan kedua lengan Jeongguk merengkuh wanita anggun itu lama-lamat. Memastikan kalau ia benar-benar terbangun. Kalau Rose bukanlah wujud dari segala kesemogaannya yang tidak terlaksana.
"Basuki." Rose membisikkan panggilan itu seperti melantunkan doa. Khidmat dan diresapi sampai ke sumsum tulang. "Too long, isn't it? I miss you so much." Lengan Rose menepuk-nepuk punggung Jeongguk yang mungkin memeluknya terlampau erat.
"Gimana ke bisa disini? Kenapa ndak berkabar? Keluarga ke gimana?" Terlalu banyak pertanyaan yang muncul dan terlalu singkat waktu yang ada. Jeongguk butuh seluruh waktu di dunia untuk keduanya bercakap soal banyak hal. Tentang situasi terkini Netherland, bagaimana rupa turunan keluarga terakhir yang melepasnya bebas sampai ke Australia, dan soal hal remeh temeh yang sempat mereka bicarakan namun belum kesampaian.
"They are all good. Mereka khawatir sama kamu, as always. The youngest, biggest, and the most stubborn. Jadi aku yang berangkat kemari."
"Masih sendirian?"
"Aren't we both know the answer to that question?"
Jeongguk terkekeh. Wanita ini satu-satunya orang yang bisa menyaksikan sejarah dari mata yang berbeda. Kewarganegaraannya kadang membuatnya harus merunduk karena merasa bersalah pada Jeongguk. Tidak mampu menangkap cahaya keemasan dari manik mata makhluk sakral yang sempat singgah di kediamannya. Wangsa Rose telah memporak-porandakan Bali dengan senjata api. Ia yang hanya ikut sang ayah dan paman, tidak tahu menahu soal penyerangan Klungkung. Tubuhnya tergeletak karena salah sasaran tembak dan Jeongguk cuma tahu bahwa darahnya membawa keberkahan. Ia yang masih diambang ketidak seimbangan, memutuskan memberikan beberapa tetes pada Rose yang sekarat. Jadilah wanita itu diberkahi hidup sampai saat ini. Terlalu lama untuk masa depan tapi terlalu singkat untuk mengenang masa lalu.
"Biarkan aku sembahyang sebentar." Rose melipir masuk dan berhenti di balik tubuh Jeongguk. Ia bersimpuh dengan beberapa kembang yang sudah ia bawa sejak datang kemari. Menautkan tangan dan ditarik sampai ke depan kening. Memanjatkan doa beserta banyak hal yang hendak ia sampaikan pada Tuhan. Tirta yang membasahi tubuhnya membuat penampilannya makin segar. Setelah meletakkan beberapa beras di dahi dan perpotongan tulang selangka, ia bangkit kembali. "Would you like to eat with me? Somewhere. It's up to you. I don't know any good places around here."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewananda [kookmin]
Fanfiction[ ON REVISION WITH ADDITION SCENE ] : KookMin Indonesian's Mythology: Legenda Naga Basuki Ia tidak pernah menanti sebuah ampunan yang datang dari Sang Hyang Widhi. Biarlah nanti ia menerangi jalannya sendiri. Tapi mengapa sosok itu datang dan membua...