BAB LIMA

481 68 18
                                    

HALO!

Terima kasih sudah mampir. :)

***

Ada satu tanya yang belum pernah mendapat jawaban pasti;
yang sakit adalah hati, tapi mengapa yang ditunjuk selalu jantung?

Marcella menepati janjinya untuk pulang saat ada kunjungan dari keluarga jauh. Meski malas-malasan dan setengah hati, dia tetap ingin terlihat menghormati orang tuanya di depan para keluarga besar. Terlebih ada kakeknya yang sudah jauh-jauh datang dari Turki. Dia menolak untuk menginap dan berjanji untuk datang sangat pagi. Maka sepagi ini, saat matahari baru terlihat memendarkan sinarnya, mobil silver sporty itu sudah terparkir di samping mobil Nawfal.

Dapur sudah ramai oleh para perempuan yang menyiapkan sarapan. Marcella mendengkus malas saat matanya bertubrukan dengan tatapan takut Arini. Dia melengos, lalu memilih menyusul Rindu untuk disalami.

"Lho, kamu nggak tidur di sini semalam, Ce?" Laras dan mulut sinisnya yang paling tidak disukai Marcella. "Aku pikir udah bisa damai sama kejadian tahun lalu, ternyata belum, ya. Makanya nggak mau tidur di sini karena ada ... Arini...?"

"Nggak usah sok tahu sama urusan orang, bisa nggak? Mau gue tidur di sini atau nggak, bukan urusan lo." Marcella mengabaikan gelengan Rindu untuk tidak melawan sepupunya itu. "Lagipula nggak modal banget, sih. Udah tahu mau ada acara keluarga besar, ngapain harus nginap di sini? Kenapa nggak di hotel aja? Ups, lo kan pengangguran; nggak mungkin sanggup sewain hotel buat sekeluarga."

Laras menggenggam pisau dengan erat. Bibirnya menipis marah. Saat akan membalas, ibunya lebih dulu berkata, "Maaf, ya, Ce, kami memang nggak sekaya Papa kamu; Laras juga nggak seberuntung kamu begitu lulus bisa langsung dapat kerjaan. Makanya cuma bisa numpang di sini kalau ada acara."

Rindu mencubit pinggang Marcella, kecewa melihat respons putrinya yang tidak sopan. "Mbak Nona, aku mohon maaf atas sikap kurang sopan Cece. La—"

"Ngapain juga Mama minta maaf segala. Emang dia yang mancing duluan, kok. Lagian, Tante Nona, aku nggak akan minta maaf karena yang harusnya minta maaf itu Laras."

"Ce, udah! Kamu ke kamar sana. Istirahat dulu sebelum sarapan bersama. Tadi pasti dingin banget di jalan, kan?" Rindu mendorong putrinya itu menjauh dari dapur. Melemparkan tatapan memohon maaf pada Nona dan Laras serta yang lain di sana.

"Mama kenapa, sih, belain dia daripada aku? Udah jelas bukan aku yang salah," protesnya begitu sampai di kamar.

"Mama cuma nggak mau mood pagi kamu makin buruk, Ce. Udah, istirahat aja dulu."

"Mood aku bahkan udah buruk dari semalam pas tahu ada dia di sini."

Rindu menggigit bagian dalam bibirnya karena sedih. Dia yang dimaksud Marcella tentu saja Arini. Entah harus bagaimana lagi dia bisa membuat kedua putrinya saling berdamai. Berat memang, dia pun sama beberapa waktu lalu. Namun, seiring berjalannya waktu, dia pun sadar, barangkali semua itu terjadi karena ada kesalahan dalam pola asuhnya. Barangkali ada ketimpangan dari caranya memberikan pengertian, perhatian, ataupun kasih sayang. Sehingga anak-anaknya saling iri dan bersaing dalam mendapatkan suatu hal.

"Mama balik dulu ke dapur," pamit Rindu tanpa menghiraukan ucapan Marcella sebelumnya.

***

Acara rutin yang membosankan. Marcella menguap malas saat para sepupunya saling pamer pasangan dan rencana menikah. Dulu dia juga pernah seantusias itu. Melihat para sepupu kegirangan justru membuatnya malu mengingat kelakuannya yang sama persis, dulu. Atau mungkin lebih parah.

"Cece katanya mau liburan ke Singapur, ya, minggu depan?"

Marcella melirik kakeknya yang berbicara dalam bahasa Indonesia sedikit kurang fasih, namun masih bisa dipahami. "Hm, rencananya iya, Kek."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HEARTLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang