Seoul, 25 November
Pukul 8 pagi di hari natal, Lina masih menempel di kasurnya sambil menonton live mamamoo dengan earphone di telinga. Meski matahari sudah mulai naik ke angkasa, tapi menyembunyikan diri di balik selimut bukanlah hal yang membuat gadis itu gerah. Tak seperti berselimut di negara tropis layaknya Indonesia, justru berselimut di hotel korea nyaman seharian. Sejenak Lina melirik jam di tangan kiri,
"Udah jam 8 kok sarapan belum datang ya bu?" Tanya Lina pada Bu Lani yang baru selesai sholat duha. Mereka memang sengaja memesan sarapan untuk diantar ke kamar, jadi tidak repot naik-turun hotel.
"Iya sabar aja, kalo kamu udah laper makan roti aja dulu," jawab pembimbing Lina sebelum melanjutkan dzikirnya. Sedangkan gadis itu menghembus napas keras dan duduk di kasurnya.
Tak ada salahnya makan roti dulu sambil menunggu sarapan, Ia turun dari ranjang dekat jendela menghampiri kantong belanja semalam. Bersamaan dengan tangan Lina yang memasuki kantong, sebuah suara ketukan terdengar dari pintu kamar.
"Nah itu makanannya dateng," ujarnya girang karena tadi malam Ia lupa untuk mengisi perut. Ia segera membuka pintu, tampak disana seorang pria berseragam hitam-putih membawa pesanan Mereka bertiga.
"Permisi sarapannya," ujar pria itu ramah.
"Iya terimakasih, maaf selalu merepotkan," balas gadis berjilbab biru muda sambil mengambil satu demi satu paket ramen yang tersaji di nampan lalu membawanya masuk ke dalam.
"Tidak apa-apa, ini sudah jadi pekerjaan saya," katanya setelah Lina mengambil paket terakhir.
"Ya sekali lagi terimakasih,"
***
Sekitaran jam 12 saat orang-orang sudah mulai meninggalkan gereja dan waktu makan siang hampir tiba, Lina ditemani 2 rekannya berjalan meninggalkan hotel. Hari ini Mereka sepakat untuk berkunjung ke suatu kawasan yang menjual berbagai jajanan korea. Belum lengkap rasanya jika datang ke Seoul tapi tidak mencicipi street food-nya yang menggugah selera.
Sebelum menuju ke Lotte Dept Store, Mereka lebih dulu mengambil sedikit uang tunai dari visa. Setelah mengantongi beberapa lembar uang kertas, mereka langsung naik subway ke stasiun Hanti. Sesampainya di stasiun, Mereka berjalan menuju subway ke arah timur dimana Lotte Dept Store berada.
Tidak jauh beberapa meter stasiun terdapat kawasan yang menjual berbagai pernak-pernik khas Korea. Mereka masuk dan menerjang kerumunan orang, Bu Lani segera menghimbau kedua anak bimbingannya,
"Jangan mencar ya, kita sama-sama di dalam sana,"
"Iya bu," jawab Yasmin dan Lina sambil bergandengan tangan.
Mereka bertiga pun mulai menjelajahi lapak demi lapak setiap penjual. Pertama, Mereka berkunjung ke penjual aksesoris dan oleh-oleh di pinggir ruko. Kedua, Mereka mampir ke toko yang menjual hanbok, tapi harga-harga yang tergantung disana membuat Lina mengurungkan niatnya, jadilah toko tersebut hanya menjadi foto saja.
Lalu sampailah Mereka di zona tempat berbagai makanan dan cemilan dijual, hal yang paling ingin dimakan Lina tak lain adalah corndog dan inkigayo sandwich serta tteobokki, sedangkan Yasmin dan bu Lani hanya mengikuti saja. Namun, tak hanya tiga makanan itu yang dicicipi, mereka juga sempat menikmati lezatnya hot bar, hangatnya gyeran ppang dan masih banyak lagi makanan enak yang masuk ke mulut mereka.
Saking banyaknya orang disana, Lina, Yasmin, dan juga Bu Lani harus rela berdesak-desakan demi mencari jajan lain yang layak dicoba. Saat mereka bertiga sedang memilih twiggi di depan toko ramen, sebuah tangan dari arah tak terduga menyambar lengan Lina dan memojokkan gadis itu di sebuah gang sempit disamping toko. Lina mencoba memberontak tapi nihil, detik saat gadis itu melihat siapa tersangka yang menariknya hingga ke tempat tidak menyenangkan itu.
"What? Sudoku man, ngapain dia disini? Apa jangan-jangan..." ia tak sanggup memikirkannya. Sedangkan pria yang memakai setelan hitam dan syal abu-abu itu masih menatap tajam gadis berkerudung biru muda.
"What are you doing?" Tanya Lina marah sekaligus malu terhadap apa yang dilakukan tadi malam.
"Aku minta pertanggungjawaban," jawab Mr. Song tenang.
"Pertanggungjawaban apa? Justru Anda yang tidak sopan seenaknya menarik tangan Saya," seru Lina mencoba lari dari masalah, sungguh Ia sama sekali tidak menyangka bisa terlibat sejauh ini dengan lelaki sudoku semalam.
"Bukan hal yang diijinkan menguntit orang tanpa tujuan yang jelas,"
"Tap-tapi siapa..."
"Jangan berbohong! Kau pikir aku tidak tau? Hey dengar ya mataku masih normal tau," ujarnya jengkel memotong ucapan Lina. Rasanya gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa didepan Mr. Song yang ternyata jauh lebih savage dari perkiraan.
>> Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
One Hundred Ways to See
AdventureBerawal dari kisah pertemuan Alina dengan sudoku man di gerbong kereta bawah tanah, Seoul menjadi saksi bisu benang-benang keterkaitan takdir Alina. Tentang usaha Mr. Song alias sudoku man untuk meyakinkan dirinya bahwa Alina akan menjadi "mata" bar...