Our First Kiss

7 0 0
                                    

Melvin merapikan kancing kemejanya sambil bersenandung kecil. Sedikit ragu apakah ia harus membuka satu atau dua kancing atas kemejanya. Percayalah, ini pertama kalinya dia tidak yakin dalam hal penampilan. Atau mungkin dia hanya ingin terlihat lebih baik dimata Hana.

Tadi malam, sesudah Taksa pergi meninggalkan mereka berdua, dia dan Hana melanjutkan perbincangan mereka. Sesuai dengan rencana awal [ertemuan itu, awalnya mereka saling menceritakan hal-hal apa saja yang tidak disukai orang tua mereka masing-masing, tentu saja agar mereka bisa membatalkan perjodohan tersebut.

Tapi sepertinya Melvin melakukan kesalahan fatal. Bukannya fokus dengan percakapan mereka, Melvin malah teralihkan dengan pesona Hana. Tutur katanya yang sopan namun tidak terlalu kaku, setiap gerakan kecil tangannya saat berbicara, manyunan bibirnya saat berpikir, dan juga tawanya yang tidak dibuat-buat.

Entah angin apa yang membuat mereka kembali bertemu. Namun kali ini Melvin tidak ingin mengetahui hal apa yang tidak disukai orang tua Hana, tapi Melvin ingin tahu isi hati Hana.

Ya. Apa masih ada ruang kosong untuk Melvin bisa mengisinya.

Melvin merasa tertarik dengan Hana bukan karena parasnya. Kalau dibandingkan dengan Wanita-wanita yang pernah ditemuinya, mungkin Hana hanya mendapatkan poin Tujuh dari Sepuluh. Terdengar naif mungkin. Tetapi percayalah, karakter Hana-lah yang selama ini Melvin cari.

Hana bukan tipe wanita yang gampang tersipu malu dengan gombalan. Bahkan dia bisa bercanda seperti teman lama. Melvin dan Hana tidak merasa canggung walaupun itu adalah pertemuan pertama mereka.

"Mau kemana?" terdengar suara nyaring saat Melvin akan melangkahkan kaki keluar dari rumah.

"Menurut mami?" tanya Melvin lagi sambil memamerkan pakaiannya. Sangat mudah menebak tujuan Melvin pergi jika hanya dilihat dari pakaian yang dia kenakan. Apalagi bagi Nyonya Wajendra, ibunya elvin, tentu saja dia sangat mengenali putra tunggalnya.

"Hana? Hanasta Wahono?" tanya Nyonya Wajendra lagi untuk memastikan.

"Well.." Melvin mencoba menggoda ibunya.

"Tuh kan! Mami bilang juga apa. Kamu pasti suka. Mami udah tahu lah selera kamu kayak apa, Vin." Ibunya membanggakan diri dengan menyilangkan tangan didada.

"Oke.. Kalo gitu aku pergi dulu ya, mi." Melvin mencium pipi ibunya dan dihantarkan dengan sorak sorai dari ibunya. Bahkan sudah berada didalam mobil pun, Melvin masih bisa mendengar suara ibunya.

"Have fun!" teriak Nyonya Wajendra dengan ceria.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Makan malam sederhana di sebuah restoran Jepang kesukaan Hana berlalu dengan santai dan menyenangkan. Tentu saja diselingi perbincangan untuk mengenal satu sama lain.

Taman yang tidak jauh dari restoran itupun menjadi tujuan mereka berikutnya. Taman itu masih didatangi beberapa orang walaupun waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Ada yang hanya duduk dikursi, bertamasya ditaman bersama teman ataupun pasangan, bahkan beberapa anak kecil juga masih bermain ditaman ini sambil dipantau oleh orang tua mereka dari kejauhan.

"Vin.."

"Hm?"

Suara Hana membuka perbincangan mereka kali ini.

"Kamu kenal Taksa yang semalem, udah lama?" tanya Hana yang berusaha agar tidak terdengar mencurigakan.

"Hmm.. Sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu kalo nggak salah." jawab Melvin.

Hana hanya diam sambil menggangguk perlahan. Bersyukur Melvin tidak curiga dengan pertanyaannya.

"Kenapa? Kamu kenal sama dia?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 11, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Caught in A LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang