Prolog

849 106 13
                                    

Jeritan mobil polisi yang saling bersahutan memecahkan senyapnya kota Tokyo. Emerald itu meredup kehilangan cahaya, menatap kosong ke bawah dari puncak gedung yang menjadi pusat dari kerubungan mobil-mobil tersebut.

Selesai.

Semua sudah selesai. Sebuah senyum miris terbit di bibirnya.

‘Inikah akhir dari segalanya–’

‘–Ayah ?’

Suara helikopter membuat lamunanya buyar. Ia mendongak pelan menatap heli yang terbang rendah mendekatinya itu. ambil menatap seorang berbaju serba hitam bersenjata lengkap, akhirnya sebuah seringai seksi kembali terbit di wajahnya. Ekspresi kosong yang tadi sempat hadir, lenyap entah kemana.

“Apa untuk menangkap seorang perempuan tidak berdaya sepertiku, mereka harus mengirim helikopter dengan tim khusus di dalamnya? Geez, aku bahkan sudah kehabisan peluru.”

Sakura berbicara santai dengan dirinya sendiri sambil menatap pria berbaju hitam di heli yang mengacungkan senapan laras panjang khas sniper ke arahnya. Suara jeblakan pintu membuatnya menoleh ke belakang tanpa menghilangkan seringainya. Dari sudut matanya ia melihat sekelompok orang berjejer membentuk blockade sambil mengacungkan senjatanya masing-masing ke arahnya. Ia meneliti mereka satu per satu.

Dia tidak ada?

“Jangan bergerak! Buang senjata dan angkat tanganmu!”

Sakura terkekeh dan membuang senjatanya, namun tidak mengangkat tangannya. Hanya berbalik pelan menatap pasukan di hadapannya ini.

“Kubilang jangan bergerak!”

Gerakannya itu membuat pasukan di hadapannya semakin memasang posisi siaga. Ia mendengus melihatnya. Dia sudah tidak bisa apa-apa, jadi apa yang harus ditakutkan? Mereka bahkan mengirim pasukan sebanyak ini. Apa dia benar-benar berbahaya? Dia hanya membunuh dua orang penting–
–mungkin akan menjadi tiga.
Seorang yang menyeruak melewati blockade membuatnya spontan menyeringai melihat siapa sosok di hadapannya kini. Sosok dengan wajah keras itu.

Uchiha Sasuke.

“Akhirnya kau datang.”

Gigi Sasuke bergemerutuk menahan jutaan emosi yang mengendap di dadanya.

“Aku menunggumu untuk melihat ini, Sayang~”

Dan bersamaan dengan berakhirnya kata-katanya ia menyentuh wireless di telinganya dan–

Booomm!

Ledakan skala kecil namun dapat terdengar sampai gedung tempatnya berdiri, dari sebuah tempat yang membuat Sasuke membelalakan matanya syok.

“Kediaman Perdana Menteri, Uchiha Fugaku~”

Suara berisik dari teriakan-teriakan panic orang-orang di bawah gedung tersebut karena ledakan itu, tidak membuat suara Sakura teredam olehnya.

“Bukankah dia ayahmu, Sasuke~?”

“Angkat tanganmu sekarang!”

Kekehan penuh kemenangan dari Sakuralah yang mengiringi gerakan perempuan itu mengangkat kedua tangannya ke belakang telinga. Tawanya belum berakhir saat beberapa orang berseragam dari tim blockade I depannya mendekati dan membekuknya.

Sasuke masih terdiam. Tubuhnya bergetar menatap syok kea rah sumber ledakan. Ia masih tidak percaya dengan semua yang tertangkap kedua mata elangnya.
Ayahnya.

Tawa Sakura berhenti bersamaan dengan wajah Sasuke yang kini menoleh pelan ke arahnya dengan pandangan tanpa nyawa. Menatapnya dengan raut yang sangat tidak percaya.

Wanita ini.

Benarkah ia yang melakukannya?
Semua terasa bagai mimpi, membuatnya ingin tertawa. Ia menatap lekat pada gadis yang kini berlutut karena cengkeraman seorang pria bertubuh tegap di belakangnya yang menekan tubuhnya ke bawah. Pandangan gadis itu sangat meremehkan.

Dengan segala emosi ia maju mendekat dan menarik bagian dada gaun Sakura. Beberapa orang yang mencoba menghalangi harus mengurungkan niatnya saat mendapati lirikan tajam mengancam dari Sang Pria.

“Apa ini, Sakura?!”

Teriakan itu hanya membuat ekspresi Sakura makin senang. Ia menatap sorot dengan sejuta emosi yang terpancar kuat di mata Sasuke. Marah, tak percaya, putus asa.

“Pernahkah kau bermain catur, Sasuke? Pernahkah kau berpikir apa peranmu jika aku yang memainkannya?”

Raut Sasuke mengeras seiring dnegan cengkeramannya yang mengerat. Ia tidak mengerti keadaan ini. Ada apa sebenarnya?

“Kau tampan? Kau orang hebat? Keluargamu sangat berpengaruh? Kau adalah raja yang kuistimewakan?”

Ia menatap wanita yang kini menyeringai penuh ejekan padanya.

“Kau bodoh kalau berpikir seperti itu.”

Kenapa? Apa yang tidak diketahuinya? Siapa sebenarnya gadis ini?

“Kau hanyalah pion yang aku korbankan untuk menghancurkan Uchiha.”

Tangan Sasuke bergetar berusaha menekan semua emosi yang hendak membludak keluar. Seringai masih belum meninggalkan wajah cantik itu.

“Tapi terima kasih untuk malam panas waktu itu–”

Sakura berkata lirih. Perlahan wajahnya kian mendekati telinga Sasuke. Tanpa ada yang menyadari, seringainya kini menghilang, berganti dengan tatapan mata yang kosong. Tanpa jiwa.

“–aku rasa itu sudah cukup untuk membayar nyawa kakak dan ayahmu.”

Dan apa yang terjadi selanjutnya benar-benar diluar kendali Sasuke. Emosi yang sedari tadi mengendap kini membuancah menghasilkan suatu tindakan yang bahkan ia sendiri tidak bisa mengontrolnya. Sebuuah pukulan tepat di rahang Sakura. Ini pertama kalinya ia memukul perempuan. Dan parahnya wanita yang ia pukul adalah –
–orang yang dicintainya.

Sakura hanya bisa tersenyum miris mendapati tubuhnya yang kini meringkuk menahan sakit akibat pukulan Sasuke. Mengacuhkan segala kericuhan yang tercipta akibat pemukulan tadi. Mengacuhkan orang-orang yang kini berusaha menahan pergerakan Sasuke yang kini berteriak kalap dan berusaha menyerang lagi.

Setitik airmata jatuh tanpa ada yang menyadarinya. Ia pantas mendapat pukulan ini. dan satu kata yang sempat meluncur dari bibirnya sebelum kesadar pergi darinya. Kata yang menggambarkan kehancuran hatinya saat ini.

“Maaf.”
.
.
.
.
Aku merasa ada yang hilang di wattpad dan setelah nyadar apa itu, ternyata ficku yg satu ini.. entah apa yang merasukiku sampai aku hapus..
Mungkin agak di revisi biar lebih kerasa feelnya kali yah.. votementnya jan lupa
.
Kudus, 13 Januari 2022

Bad GuysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang