Berbagi

10 2 0
                                    


"Buat cemilan istirahat nanti," ucap Rana setelah meletakkan tote bag berwarna hijau cerah di atas mejanya.
Bayu, Nana dan rekan yang lainnya segera menghampiri dan mengecek isi dari tote bag tersebut.
"Gila. Ini yang isi paket itu kan?" tanya Nana memastikan sambil mengambil satu bungkus snack berupa lidi-lidian ukuran jumbo.
Rana yang sudah duduk di tempatnya hanya mengangguk sambil menggoyang-goyangkan kursi hidroliknya ke kanan dan ke kiri.
"Emang kamu enggak doyan?" tanya Bayu yang sudah membuka Snack tersebut dan mencicipi varian baladonya.
"Doyan, tapi ngeri-ngeri sedap. Jadi bagi-bagi biar adil."
Nana yang mengerti hal itu tertawa keras, hingga menarik perhatian yang lainnya.
"Kenapa?" tanya Bayu bingung.
Nana menggeleng, membuat Bayu merengut.
Rana bangkit dari tempat duduknya dsn mengambil dua bungkus snack dengan jenis yang berbeda.
"Kamu berani makan?" tanya Nana penasaran.
"Buat Panca," ucap Rana membuat Nana dan Bayu saling pandang dan melempar pertanyaan.
"Kan dia yang jadi perantara. Kasian kalau enggak ikut nyicipin."
Keduanya hanya mengangguk mengeri.
***
Rana menghampiri pantry, di sana ada beberapa OB maupun OG yang berkumpul, tapi sayangnya orang yang ia cari tidak tampak batang hidungnya.
"Cari siapa Mbak?" tanya seseorang yang menyadari keberadaannya.
Rana mengerjap kemudain tersenyum.
"Ah, Panca di mana ya?"
"Oh, Mas Panca lagi di suruh keluar. Ada yang bis dibantu?"
Rana diam, gadis itu tampak bingung mengatakan apa yang ingin ia sampaikan dengan tangan mencengkram bungkus cemilan yang ia bawa tadi.
"Oh, enggak ada sih. Oh iya tolong kasih ini buat dia ya!"
Rana menyerahkan bungkus snack berukuran panjang itu pada perempuan yang tidak ia ketahui namanya. Lalu pergi begitu saja tanpa menjelaskan apa-apa. Membuat gadis yang dititipi itu hanya diam dan mematung ditempatnya.
Semenyata Rana, sepanjang jalan menuju ruangannya, gadis itu menyesali perbuatannya.
"Kenapa di titipin? Kenapa enggak ditunggu sampai ketemu Panca sendiri?"
Rana masuk ke ruangannya dan menemukan tatapan yang tak biasa dari rekan-rekannya.
"Kenapa?" tanya Rana sambil menarik kursi hidroliknya.
Belum sempat jawaban ia dapatkan. Rana sudah tahu jawabannya. Dengan melihat apa yang ada di depa matanya. Di atas meja kerjanya.
Sebuah kotak seukuran kotak sepatu dibungkus rapi dengan kertas kopi.
"Siapa yang kirim?" tanya Rana sambil mengecek, dan lagi-lagi tidak ada pengirimnya.
"Siapa yang bawa?"
"Panca!" kompak Bayu dan Nana menjawab.
Rana menghela napas lelah.
Lelaki yang ia cari malah datang ke ruangannya dengan mengantrkan sesuatu yangvmembuatnya lelah untuk menerima.
***
Rana baru saja turun dari Ojek online yang membawanya sampai di depan gang. Start dirinya berjalan kaki menuju tempat tinggalnya yang nyaman.
" Mbak Rana!"
Panggilan itu membuat Rana menoleh dan dilihatnya Panca berjalan cepat menghampirinya.
Seketika senyuman tersungging di wajahnya.
"Panca, kamu baru pulang juga?"
Panca mengatur napasnya ketika sampai di hadapan Rana.
"Iya, Mbak Rana juga?"
"Kamu jalan kaki atau naik Ojek?"
"Jalan kaki sehat Mbak. Cuma 15 menit kalau jalan cepet, kalau santai 20 menit," jelas Panca dengan keringat seukuran biji jagung di keningnya.
"Kamu jalan kaki apa lari?" tanya Rana.
Panca mengusap keringat di keningnya.
"Nih." Rana mengulurkan Tisu yang ia ambil dari dalam tas pada Panca.
"Kayaknya kamu lari. Dikejar siapa?" tanya Rana dengan ledekan diakhir kalimatnya.
Panca menerim tisu itu tanpa bertanya dan menghapus titik-titik keringat di dahinya.
"Makasih, Mbak," ucap Panca, meskipun terlambat tetapi itu lebih baik.
"Sama-sama." Rana mengangguk, tanpa sadar gadis itu sudah memperhatikan Panca sejak tadi. Saat lelaki itu memggunakan tisu pemberiannya.
Keduanya melanjutkan perjalanan dalam diam. Tidak ada bahan untuk mereka mengobrol, sampai langkah mereka terhenti dan sama-sama menyerong untuk menghadap masing-masing.
"Ada yang mau Mbak Rana tanyain?" tanya Panca yang lebih cepat beberapa detik sebelum Rana bersuara. Padahal gadis itu sudah membuka mulutnya.
"Ah, kamu juga mau ngomong sesuatu? tanya Rana.
"Ladies First!" ucap Panca membuat Rana tersenyum dan hal itu membuat Panca tak berkedip.
"Oke," Rana mrngangguk karena telah diberi kesempatan.
"Di kontrakan itu, kamu tinggal berdua?" tanya Rana. Pertanyaan yang sudah ia tahan sejak pagi.
Panca tidak langsung menjawab. Tetapi tatapan Rana begitu mengintimidasinya. Dan dengan pelan lelaki berambut cepak itu mengangguk.
"Saudara apa teman?" Rasa penasaran Rana semakin tinggi.
"Teman. Kenapa? Mbak Rana pernah ketemu dia?" Panca penasaran.
Cepat-cepat Rana membuang muka dan kembali melanjutkan perjalanan yang diikuti oleh panca di sampingnya.
"Kalau bayar berdua makin murah, Mbak. Lagipula tempatnya juga luas, kok."
Rana hanya mengangguk memgerti, dan mengurungkan niatnya untuk menanyakan hal lain.
"Emmmm.... kalau dari balkon tempat kamu, ke tempat saya keliatan jelas enggak sih?" Akhirnya Rana tak tahan untuk tak bertanya. Ada yang mengganjal di dalam dadanya jika hal itu tidak segera diutarkan.
Panca tidak langsung menjawab. Lelaki itu sejenak diam.
"Lumayan sih, saya kadang suka bersantai di sana dan bisa lihat kalau lampu rumah Mbak Rana nyala. Tapi saya jarang liat Mbak Rana. Jadi sempet kaget waktu liat Mbak Rana ada di lingkungan sini," jelas Panca panjang.
Rana kembali mengangguk. Gadis itu membenarkan. Ia memang jarang menunjukan diri di luar rumah selain membuka jendela. Dan dirinya pun jarang berada di dekat jendela jika jendela dalam keadaan terbuka.
"Oh iya. Tadi pagi Mbak Rana cariim saya?" tanya Panca. Pertanyaan yang ingin ia tanyakan sejak tadi.
"Oh, Iya. Tapi bukan yang gimana-gimana sih. Saya cuma cari kamu buat ngasih cemilan."
Seketika Panca menghentikan langkah kakinya membuat Rana refleks mengikutinya.
"Kenapa?" tanya Rana heran.
"Cemilan itu dari Mbak Rana," tanya Panca.
"Iya. Emang temen kamu enggak bilang?"
Panca menggeleng seperti anak kecil.
"Mereka cuma bilang kalau Mbal Rana cariin saya. Tapi enggak bilang kalau cemilan itu dari Mbak Rana."
Rana tersenyum, tampak melihat kekecewaan di mata Panca. Tetapi Rana tidak mengartikan demikian.
"Kenapa Mbak Rana kasih cemilan itu ke saya?" tanya Panca ingin tahu, terdengar rasa penasaran yang teramat tinggi.
"Emmmm...." Rana tampak bingung mengatakan apa sebenarnya terjadi. Tapi rasanya hal itu bukanlah hal yang begitu penting untuk dijelaskan.
"Kamu inget enggak? Paket yang kamu terima atas nama saya tempo hari?" Rana menatap lelaki itu dan menunggu reaksinya.
Panca mengangguk kaku.
"Inget."
"Nah, paket itu isiny cemilan. Banyak banget. Saya enggak akan abis kalau harus abisin sendirian. Jadi saya bagi-bagiin sama yang lain."
"Kenapa saya dapet juga?" Panca penasaran.
"Karena makin banyak yang makak. Makin cepet juga abisnya." Rana tersenyum bangga atas usahanya.
"Tapi Mbak Rana suka sama cemilannya kan?"
"Suka tapi kalau berlebih enggak bagus juga kan?! Makannya saya bagi-bagiin."
Panca menghela napas lega tanpa Rana ketahui.

Bersambung....

Aku sedang MencintaimuWhere stories live. Discover now