Sinar matahari bahkan belum seterang itu untuk bisa menembus gorden kamar, tetapi Bae Yoobin sudah terlihat bangun dari tidurnya.
Tak seperti pagi-pagi sebelumnya dimana ia merasa sekaget itu bahkan lupa bagaimana ia bisa berakhir tidur di samping Dong Sicheng, hari itu Yoobin yang sama sekali tak merubah posisinya, terlihat lebih tenang saat akhirnya mata dapat menjangkau dengan jelas sosoknya.
Masih terpejam, nafas Winwin terdengar teratur seolah tak terganggu dengan tatapan Yoobin yang tertuju padanya. Memperhatikan wajah tidur yang tak bergeming bahkan ketika gadis itu menggeser diri, mulai dari mata yang padahal masih tertutup, kemudian menuju hidung yang padahal hanya melakukan tugasnya menghembuskan keluar karbon dioksida, terakhir bibir yang padahal biasanya selalu menyambut Yoobin dengan senyum itu bahkan terlihat datar tanpa sudut.
Ah.
Padahal beberapa pagi Bae Yoobin sudah cukup sering disambut oleh wajah Kim Myungjun, tapi detik itu juga ia bisa merasakan darahnya berdesir cepat akibat jantung yang memompa lebih kuat; gadis itu berdebar hanya dengan melihat Dong Sicheng yang sepanjang malamnya cuma dihabiskan untuk memejamkan mata tanpa melakukan apapun, tanpa menyentuhnya selayak yang Myungjun biasa lakukan --ketika ia yang tak sempat pulang itu berkesempatan menginap di rumah sang kekasih.
"Oh, Yoobin-ah... kau sudah bangun?"
Suara berat yang terdengar serak itu menghentikan gerakan tangan Yoobin yang tanpa sadar naik dan mendekat menuju wajah Winwin; memikirkan bagaimana pipinya selalu mencembung menggemaskan bak sebuah apel ketika tersenyum itu membuat Yoobin jadi penasaran terhadap 'isinya' dan...
"O-oh, ya....."
Ia ingin menyentuhnya.
"A-aku sudah bangun."
Anggota gerak tubuh atas itu segera ditariknya sebelum si lelaki benar-benar akan sadar dengan tingkahnya. Berdehem rendah setelahnya, tubuh yang semula sedekat itu dengan Winwin digesernya mundur bersama dengan bangkitnya ia dari posisi.
"A-ah~ sekarang jam-- jam berapa, ya..." Yoobin meregangkan badan, mata beralih pada gorden yang masih tak menunjukkan tanda-tanda adanya sinar. "Kenapa cahaya mataharinya masih belum terlihat begini..."
Ditelinga Winwin, Yoobin saat itu terdengar seperti sedang bermonolog. Namun ia tetap bangun dan meraih ponsel miliknya di meja lampu. Menekan tombol daya, matanya diusap-usap agar bisa melihat dengan jelas angka yang tertera di sana sebelum menyahut. "Pukul delapan pagi. Sekarang jam delapan pagi."
Yoobin melirik pada suaminya, kali ini dia terlihat mengusap-ngusap wajah. Lalu tanpa berkata apapun turun dari ranjang, Winwin berjalan menuju gorden dan membukanya; jawaban tentang kenapa sinar matahari belum terlihat pun terjawab, itu pagi yang cukup mendung dengan awan kelabu yang sepertinya menutupi seluruh Seoul.
"Ternyata karena mendung..." kata Winwin tanpa sedikit pun menoleh pada Yoobin. "Makanya sinar matahari tak terlihat."
Lalu seperti para lelaki pada umumnya, tubuh itupun diregangkan sejauh yang Winwin bisa. Menyebabkan bajunya jadi terangkat sedikit, dari posisinya bisa Yoobin lihat ada patch yang mengintip dari sana. Membuat mata itu bergulir, tengkuk Dong Sicheng dipandangi seiring dengan kakinya yang menapak lantai.
"Bagaimana pegalmu? Apa itu masih terasa?"
Winwin menoleh, kedua pasang mata itu saling pandang dalam diam sejenak, sebelum dua sudut bibir si lelaki naik dengan pipi yang lagi-lagi mencembung lucu, seperti biasa. "Itu sepertinya tidak terasa lagi," ia menjawab. "Itu semua berkatmu, Yoobin-ah. Gomawo."
Tanpa tahu alasannya, ucapan dengan ekspresi Winwin yang seperti itu membuat Yoobin jadi tak tahan untuk tetap memperyahankan pandang pada suaminya. "A-aku hanya membantu menempelkan patch saja..." jantungnya mulai terasa menggila lagi. "Tidak ada yang perlu diterimakasihi tentang itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown Marriage
FanfictionIa bahkan tidak mengenal siapa lelaki yang diperkenalkan ayahnya sebagai Dong Sicheng ini, tapi kenapa tiba-tiba saja Beliau bilang jika dia adalah suaminya? Dan lagi-- Bagaimana Yoobin bisa tidak mengingat apapun soal pesta pernikahan yang seharusn...