03 : Lamaran

539 98 20
                                    

Disclamer : Masashi Kishimoto
.
.
Story au by : Aizuhime
.
.
Genre : hurt-comfort, family drama, romance, series.
.
.
21+
.
.
Mulmed : Calling out - Luna ft Krystal
.
.
NHL

🍁🍁🍁🍁

"Hinata, maaf. Aku tahu, aku sangat tidak tahu malu sekarang. Tapi aku benar-benar minta maaf."

"Aku tidak pernah berniat mengkhianati mu, sungguh.."

Sudah terhitung ratusan kali Toneri mengirim pesan yang sama ke Hinata setelah kejadian di altar, hingga nomornya diblokir. Hinata lelah, dia tak lagi bisa membedakan, apa Toneri tulus meminta maaf karena menyesali segala tindakannya, atau dia hanya ingin mendapat kata maaf supaya lega saja?

Katanya ikhlas adalah kunci untuk melangkah maju. Tapi, ada secuil rasa tidak terima yang sulit Hinata hilangkan meski ia sudah berusaha menerima segala keadaan. Mengapa semua berjalan mudah sekali bagi mereka yang berselingkuh? Hanya menyesal sesaat lalu cukup dengan satu kata 'maaf', mereka akan lupa pada segala masalah yang ada. Sedang untuk dia yang diselingkuhi, semua pilihan terasa salah. Jika tidak memaafkan, bayang masa lalu akan selalu menghantui, membuatnya terus menanyakan letak kekurangannya, membuatnya merasa buruk. Tapi untuk memaafkan, rasanya juga luar biasa tidak adil, sakit. Sekalipun Toneri dan Shion datang memohon maaf sampai mencium kakinya, waktu tetap tidak bisa diulang, dan Hinata tetap menerima luka yang tak akan pernah sembuh hanya dengan kata maaf.

"Cukup, Hinata. Bajingan seperti mereka tidak pantas mendapat air matamu. Harusnya kau berterima kasih pada Shion, karena sudah mengambil laki-laki seperti Toneri dari hidupmu." Tangan kecil Hinata menampar pipinya sendiri sampai bekas merah terlihat jelas ketika ia berkaca. Kewarasannya mesti segera ditarik kembali bagaimanapun caranya.

Sudah hampir dua hari sejak dia diantar pulang oleh orang asing dalam keadaan mabuk, dan dirinya masih enggan keluar dari kamar. Hinata sudah cukup menyusahkan ayah dengan menunjukkan sisi rapuhnya, sampai ayah bolak-balik memeriksanya di kamar karena khawatir. Beda dengan ibu yang meluapkan segala emosinya dengan kata-kata, ayah masih bersikap tenang bahkan setelah tahu kekacauan yang Hinata lakukan di pernikahan orang. Hinata tahu, ayah bukannya tak kecewa atau marah, tapi ayah sengaja menahan karena tak ingin putrinya makin terluka.

"Jangan lemah, Hinata. Hidupmu bukan cuma soal Toneri."

Lupakan segala kesialannya di masa lalu, Hinata punya tujuan yang lebih penting sekarang, dia akan hidup dengan bahagia bersama keluarganya. Sangat bahagia sampai tak ada waktu memikirkan masa lalu lagi.

.

.

.

.

"Mau kemana pagi-pagi begini?"

Hinata melirik sebentar ibunya yang sibuk menyiapkan sarapan di meja makan. "Tim produksi film menghubungi ku untuk bicara soal pekerjaan. Katanya pihak produser ingin bertemu denganku."

"Film? Film yang disutradarai Toneri itu? Kau masih bekerja di tim properti sebagai pelukis freelance di project itu?"

Hinata mengangguk singkat, sibuk mengambil alih pekerjaan ibunya yang tiba-tiba terlihat uring-uringan. "Bahkan setelah dicampakkan oleh Toneri, kau masih tidak bisa apa-apa tanpanya."

"Maksud ibu apa?"

"Kalau bukan karena Toneri sutradara di film itu, kau tidak akan direkrut. Lagi pula, lukisan semacam itu siapa saja bisa membuatnya." Hikari mendesah kasar, sedang Hinata masih diam dengan segala keterkejutannya. "Bagaimana jika kau nanti dikeluarkan dari project karena Toneri sudah tidak menyukai mu?"

Our Dark Fairy TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang