Hari ini hari minggu, Papa udah janji ajak aku buat jalan-jalan keluar sebentar. Tadi malam Papa tidur bareng aku. Mama dari kemarin diam terus di kamar, aku sering ketuk-ketuk kamar tapi Mama nggak ngejawab. Aku nggak ngerti. Apa Mama marah sama aku gara-gara nggak habisin makan malam kemarin?
Papa ajak aku ke apartemen Papa tapi anehnya disana juga ada Tante Alea. Tante Alea tersenyum sambil meluk aku, dia wangi banget. Aku melihat sekeliling, nggak ada teman Papa lagi. Disini cuman ada aku, Papa, sama Tante Alea. "Dion sayang, mau makan sereal?" Tante Alea panggil aku sayang, berarti Tante Alea sayang aku? Tapikan kami baru ketemua dua kali.
Aku memegang tangan Papa yang besar, Papa berjongkok untuk mengobrol denganku. "Kenapa?" Papa tersenyum ke arah aku. Aku bingung dari tadi, Papa sama Mama jadi aneh. Papa nggak biasanya nggak pamit sama Mama terus Mama juga nggak keluar dari kamar dari semalam.
"Kemarin malam Dion bilang mau disayang banyak orang, kan?"Aku mengangguk, aku memang suka kalau di sayang banyak orang. "Dion tahu Tante Alea sayang sama Dion?" Aku menatap Tante Alea yang tersenyum hangat seperti Mama, Miss Sarah, Miss Anita, dan Miss Wenda.
"Nanti kita bakalan sering main bareng." Main? Aku suka main, main robot-robotan, main lego, main gundam, dan masih banyak lagi! "Emangnya Tante Alea bisa main Lego?" Tante Alea berjalan ke arah kami dan berjongkok seperti Papa. "Iya, nanti kita main Lego bareng, kita bisa jalan-jalan bareng juga." Aku mengangguk sambil tersenyum. Aku punya teman baru!
Aku duduk di sofa sambil nonton Ben ten, Tante Alea membuatkan aku sereal. Papa sama Tante Alea sedang ngobrol di dapur apartemen. "Kamu hamil?" Kayaknya Papa sama Tante Alea lagi ngobrol serius disana. "Udah empat minggu." kata Tante Alea. Sambil menyuapkan sereal ke mulutku, aku jadi ingat perkataan Om Harit tentang ikan paus yang sedang hamil. Katanya kalau ikan paus hamil, nanti bakalan keluar dede ikan kecil dari perutnya. Nanti, Kalau Tante Alea hamil, Tante Alea juga bakalan keluar dede ikan kecil juga dong?
***
Aku lagi tidur, tapi ada suara piring pecah. Aku bangun dan Leo ada di samping aku, berarti yang pecahin piring bukan Leo. Aku juga dengar suara Mama teriak dari bawah. Aku buka pintu kamar dan pergi ke arah tangga. Di ruang tamu ada Mama sama Papa lagi berantem kayak Arnold sama Josh, tapi ini lebih parah dari Arnold dan Josh yang berantem karena rebutan gundam.
Aku pergi ke bawah pelan-pelan. Aku belum pernah lihat Mama kayak gini, Papa juga kayaknya lagi Marah. "Mama kenapa?" Papa menatap ke arah aku, Papa langsung menggendong aku dan pergi ke lantai atas. Papa masuk ke kamar aku dan mendudukan aku di ranjang. "Mama kenapa?"
Aku takut.
"Mama sama Papa baik-baik aja, kamu tidur sekarang ya." Papa cium kening aku dan pergi lagi. Aku nggak bisa tidur, di bawah terlalu berisik. Aku turun dari ranjang lagi dan membuka pintu, tapi nggak bisa. Pintunya dikunci. Suara di bawah semakin berisik, Mama sekarang makin kenceng nangisnya. Aku takut. Aku gendong Leo, terus kami sembunyi di dalam lemari. Setidaknya disana suara Papa sama Mama tidak begitu terdengar.
Aku ingin nangis, aku takut.
Aku terdiam sampai terdengar suara pintu kamar dibuka. "Papa," aku menangis sesegukan. Papa memelukku sambil mengusap punggungku. "Kita pergi dari sini." Papa mengambil koper dan memasukan beberapa baju ke dalam koper dan memasukan Leo kedalam ransel pet cargo.
"Mama gimana?" Papa menggendong aku, tapi Papa nggak menjawab semua pertanyaanku. "Aku melihat wajah Mama yang sudah lelah untuk menangis. "Kamu mau bawa Dion kemana?" Papa tak menjawab pertanyaan Mama juga. "Mas!" Aku takut, kenapa semuanya kayak gini?
***
Papa kembali mengajakku ke apartemen Papa. Disana ada Tante Alea. Papa mendudukan aku di kursi kayu yang sangat tinggi. "Alea saya bilang saya akan tanggung jawab, tapi caranya bukan gini."
Papa sama Tante Alea juga berantem. "Ya, terus aku harus gimana?! Nunggu kamu sampai kapan?" Papa menjambak rambutnya sendiri. "Sandra nggak ceraikan aku, dan aku nggak bisa ceraikan Sandra." Aku menatap kearah bawah, aku nggak bisa turun. Kalau aku mencoba turun, kursinya goyang. "Kamu nggak bisa?" Yang awalnya aku pikir Tante Alea adalah orang yang lembut, sekarang aku malah berpikir kalau Tante Alea adalah Nenek sihir yang diceritakan Titan. "Alea dengar, saya yang selingkuh. Dan seharusnya saya yang diceraikan bukan menceraikan."
"Terserah kamu, Mas." Tante Alea pergi keluar apartemen. "Sayang tunggu sebentar disini ya, Papa keluar dulu sebentar." Papa menyusul Tante Alea keluar.
Papa bilangnya sebentar, tapi jarum jam yang pendek yang awalnya diangka tujuh sekarang sudah diangka 10 dan Papa belum pulang. Aku ingin turun dari kursi. Aku takut, disini cuman ada aku sama Leo.
"Dion?" Aku mendengar suara Mama. "Mama!!" Aku menangis, aku menangis seperti Yunita yang kehilangan boneka kesayangannya di sekolah. Aku menangis seperti Arnold yang terjatuh di lapangan. Aku menangis seperti Jonathan yang ketahuan pipis di celana. Tapi aku nggak kehilangan boneka, aku juga nggak jatuh, dan aku juga nggak pipis di celana. Tapi, anehnya aku menangis lebih keras dibandingkan mereka.
***
Udah beberapa hari aku menginap di rumah Nenek bareng Mama, tapi hari ini Om Harit adiknya Mama menjemput kami buat kembali ke rumah. Aku dan Mama masuk ke dalam rumah. Rumah sudah rapi nggak kayak waktu Mama sama Papa berantem. Cuman disini sudah sepi. Lemari action figure Papa di ruang tamu sudah nggak ada. Ada suara Langkah kaki dari lantai atas.
Ada Papa.
Papa sama Mama udah baikan lagi, kan? Soalnya Arnold sama Josh juga cuman berantem beberapa menit aja. Masa Mama sama Papa berantemnya beberapa hari tapi nggak baikan? Mama menurunkan aku dari gendongannya.
Papa turun dari tangga dan berjongkok dan membuka kedua tangannya seperti ingin mendapatkan pelukan dariku. Tapi, aku takut. Aku takut Papa ninggalin aku kayak waktu itu. Tapi aku sayang Papa, jadi aku peluk Papa. Papa mengusap punggungku dan meminta maaf. Dia mencium seluruh wajah dan tangan aku. Papa sayang sama aku.
Tapi setelah ciuman terakhir di hidungku, Papa pergi keluar rumah. Aneh. Inikan hari libur. Papa pergi ke kantor?
Aku melihat ke arah Mama yang sepertinya biasa saja. Papa belum pamit sama Mama. Aku lari ke arah pintu dan melihat Papa sedang membuka pintu mobil. "Papa!" Aku berlari ke arah Papa, namun baru saja menuruni tangga menuju halaman Mama sudah menggendong aku.
Mama nangis lagi. Papa pergi. Aku nggak tahu harus gimana. Tapi, yang baru aku sadari, aku baru saja menangis lagi seperti beberapa hari yang lalu di apartemen tapi bedanya sekarang aku nggak sendirian, aku berada digendongan Mama yang sama-sama sedang menangis.
-f i n-
Mau tahu alasan Mama Dion belum ceraikan Papa Dion kenapa? Biar Papa Dion sama Alea nggak bisa bareng dan tentu aja Papa Dion juga nggak bisa bareng sama Mama Dion lagi. Kalaupun Papa Dion nekat nikah sama Alea, Mama Dion bisa laporin Papa Dion.