Semua itu berawal dari awal tahun 20XX saat Jena menonton Festival Musik dan ketidaksengajaan mempertemukannya dengan Akram, sosok yang pernah Jena abaikan dulu. Tapi tahun ini sangat membuat Jena bingung karena Gibran yang sudah lama menggantungkan...
Belum lama Tania membawaku pergi dari tampat semula Akram berteriak. "Jen Line lo masih yang lama kan?" Aku hanya bisa mengangguk-anggukan kepala saja.
Tapi tunggu dia bilang apa? Line? Mau apa dia ?
Selamat datang di dunia overthingking Jena!
▪️▪️▪️
Hari Ini hari Senin hari yang paling dibenci sama kaum-kaum pelajar, kecuali Jena. Mau tau alesaannya apa? Soalnya dia bisa upacara terus sorenya, pulang sekolah dia ada kumpul eskul Paskibra. Mustinya dia kan nggak ngerasa seneng udah pagi upacara terus sorenya latihan apa nggak ngerasa cape tuh, sebenernya Jena juga cape tapi semua ini ada alesannya. Gibran.
Upacara Hari Senin itu pasti dipimpin Gibran, jadi Jena seneng. Kumpul eskul Paskibra juga Jena ketemu Gibran, double seneng. Rasanya capenya Jena kaya terbayar aja gitu. Kalian kalo bucin jangan bulol ya TT
Seperti pada saat ini dimana jadwal eskul Paskibra untuk berkumpul, mereka semua berkumpul dilapangan karena ini merupakan pertemuan pertama mereka setelah kenaikan kelas. Di samping lapangan terdapat Gibran yang sedang duduk, "Gibrannn!" teriak Jena dari koridor yang berada di sebelah lapangan. Gibran hanya membalasnya dengan melambaikan tangan.
"Lucu amat sih tuh orang." Ucap Jena dalam hati.
Jena itu anaknya aktif dan tidak bisa diam, berbeda sekali dengan Gibran yang terlihat tenang dan kalem.
Jena suka Gibran karena menurutnya laki-laki itu gemesin, kalau Jena isengin sedikit pasti mukanya memerah entah menahan malu atau marah. Pembawaan Gibran yang tenang dan juga otaknya yang encer juga membuat Jena jatuh hati padanya. Pokoknya Gibran itu paket komplit.
Banyak usaha sudah Jena lakukan untuk mendapatkan hati Gibran, dari mulai masuk eskul Paskibra sampai ikut seleksi olimpiade Biologi padahal sudah jelas Jena kan anak IPS. Semua sudah Jena lakukan agar dirinya menjadi dekat dengan Gibran.
Sebenarnya hampir semua orang tahu bahkan, sudah menjadi rahasia umum jika Jena menyukai Gibran. Tetapi, Gibran tidak menolak Jena atau risih dengan tingkah lakunya. Terkadang Jena berpikir : Apakah sebenarnya Gibran menyukainya juga? karena respon yang diberikan Gibran pada Jena itu terkesan menerima bukan menolak. Kalau seperti ini kan kesannya seperti digantung bukan?
Setelah selesai latihan dan kumpul eksul entah tiba-tiba Gibran menghampiri Jena, "Jen mau pulang?" Pake ditanya lagi, iyalah Jena mau pulang emang keliatannya dia mau nginep gitu disekolah.
"Iyanih, kenapa Gib?" Tetap slow meskipun di depan gebetan, iya donk shay.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kalo mau balik bareng yu? Sekalian beli nasi goreng Bang Ohim." Jena mendengarnya hanya bisa berteriak dalam hati, akhirnya pelet Jena berhasil juga. Bercanda Jena nggak pake pelet apapun kok hehehe.
"Kontrol muka, kontrol muka Jen! Jangan sampe Gibran liat muka jelek lo, aduh idung gua kembang kempis ngga ya?" Monolog Jena dalam hati.
Balik lagi kepada ajakan pulang bareng Gibran siapa yang nggak mau sih diajak doi, tumben banget mana ngajak makan nasi goreng favoritnya lagi. Sebelum Jena menjawab notif handphone Jena berbunyi.
Klinung!
Jena sudah hatam dengan suara notif ini apalagi kalo bukan Line.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jena membola, ia tidak menyangka ucapan Akram perihal akan menghubunginya itu nyata. Jena pikir itu hanya basa-basi semata karena mereka tidak sengaja bertemu. Lagi pula kenapa coba Akram nanya Jena lagi dimana kaya lagi di tempat yang sama aja. Jena kembali menatap Gibran, "Ayo Gib, nanti takut ujan."
Saat Jena hendak berjalan ke keluar lapangan outdoor menuju koridor tiba-tiba saja pintu lapangan indoor terbuka. Fyi, koridor tempat lalu-lalang orang itu dihimpit oleh dua lapangan outdoor dan indoor, jangan lupakan juga pintu lapangan outdoor dan indoor juga berhadap-hadapan. Bayangkan jika dalam waktu bersamaan segerombolan anak yang sudah selesai bermain basket dan sepakbola keluar lapangan dalam waktu yang bersamaan. Mantap wangi surga ૮ - ﻌ-ა
"Jena."
Fix. Jena halusinasi, masa dia mendengar suara Akram yang sedang memanggilnya. Jena yang sedang menunduk menaikkah pandangannya, mulutnya refleks terbuka terlalu kaget dengan apa yang dia lihat sekarang. Di depannya berdiri laki-laki setinggi 177 cm dengan seragam sekolah yang sama dengan yang ia kenakan. "Hah?!" Hanya hal itu yang hanya bisa Jena keluarkan dari mulutnya.
"Line gua nggak dibales Jen?" Jena menyernyitkan dahinya, masih mencerna apa yang terjadi.
"Lo pindah Ram? Bukannya di Bandung ya?" Bukannya membalas pertanyaan Akram Jena malah balik bertanya.
"Ya gitulah, buktinya gua di depan lo." Jena mendelik, Akram selalu saja membalas Jena dengan kalimat yang tidak terduga.
"Jen," panggilan Gibran menyadarkan Jena, Akram juga tersadar yang tadinya hanya menatap Jena tapi sekarang juga menatap Gibran. Jujur Jena tidak suka dengan situasi saat ini, berasa lagi kegep selingkuh. Dan apa-apaan dengan kedua orang di samping Jena, mereka lagi lomba tatap-tatapan atau apasih.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Yaudah kalo gitu. Ram, gua balik ya." Suara Jena mengintrupsi keduanya yang sedang bersitatap itu. Jena pun tersenyum pada Akram dan melambaikan tangannya, "duluan Ram!" Akram membalas senyumnya dan melambaikan tangannya, Jena berjalan meninggalkan koridor diikuti oleh Gibran dibelakangnya.
▪️▪️▪️
Makasi udah mau baca cerita Lele❣ Maaf ya kalo kebanyakan gambar hehe, oh iya bintangnya boleh kali <3