─[end]─

14 5 0
                                    

Suatu Kesalahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suatu Kesalahan





















Apa jadinya jika hari esok tidak benar-benar datang menyambangi hidup kita?

Beberapa orang mungkin memilih untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, menghabiskan semua harta yang mereka punya, melakukan hal gila yang belum pernah dilakukan atau sengaja dipendam dalam-dalam, dan lain sebagainya. Semua orang tentu memiliki rencana berbeda-beda untuk masalah ini.

Lantas, bagaimana jika seseorang ditakdirkan untuk melewati hari ini —atau dalam artian, menyudahi segalanya lebih cepat dari yang seharusnya?

Wonyoung tidak pernah menduga bahwa seseorang itu adalah dirinya.

Sejak tadi, Wonyoung tak mengerti apa yang kini tengah terjadi. Gadis itu bahkan terkejut merasakan kedua pipinya yang basah kuyup dan mendapati Kim Doyoung berdiri menjulang di hadapannya. Jelas-jelas ini adalah kali pertama di mana pemuda Kim mengajak Wonyoung ke dalam rumah tua yang selama ini menjadi tempat mereka berlatih. Piano milik Kim Doyoung bahkan belum ada di sini.

"Kalau kau merasa sedih, lakukan gerakan fouettés."

Sama persis seperti waktu itu. Suara, intonasi, bahkan ekspresi Doyoung kala mengudarakan kalimat tadi, sesuai dengan memori masa lalu Wonyoung. Seraya memandangi lantai kayu, manik coklat Wonyoung terasa kian memanas. Terlepas dari apakah ia harus mengulang waktu lagi dari sini, atau ini hanya sekedar mimpi —gadis itu tak dapat menyangkal bahwa ia merindukan masa-masa di mana mereka masih belum mengenal satu sama lain secara lebih dalam.

"Jang Wonyoung."

Sang pemilik nama mengangkat dagu dengan segera. Memperlihatkan dengan jelas keterkejutannya kepada Kim Doyoung yang tampak santai dengan tangan terlipat di depan dada. Apa ini? Bukankah kenyataannya mereka balum berkenalan? Bagaimana bisa Kim Doyoung tahu namanya?

Namun, bertolak belakang dengan keinginannya, Jang Wonyoung tak lagi bisa bergerak. Sekujur badannya seakan membeku saat itu juga. Pun dengan suaranya yang hanya tertahan di ujung lidah.

"Aku tahu kau belum sepenuhnya bisa menguasai gerakan rumit itu. Tapi, lihat, kau bahkan berdiri kembali setelah terjatuh berkali-kali. Kuakui kau hebat, Jang Wonyoung. Lebih dari diriku yang selalu ingin menyerah di setiap detik aku bernapas." Kim Doyoung menyesuaikan tingginya dengan Wonyoung. Menatap obsidian milik Wonyoung yang penuh akan genangan cairan bening yang siap terjun kapan saja.

"Kau tidak seutuhnya salah, tapi, keputusanmu untuk mengubah takdir yang sudah Tuhan tetapkan adalah suatu kesalahan besar. Kau mungkin tak akan menyangka jika di detik-detik terakhir, aku menemukan alasan yang dapat dengan cepat mengusir kemauanku untuk mengakhiri hidup. Tapi, Tuhan memang Perencana yang sangat tidak terduga." Pemuda itu terkekeh. Tampak menyedihkan.

"Jadi kurasa ...." Detik itu juga, satu bulir air hangat jatuh melewati permukaan pipi Doyoung tanpa aba-aba. Ia tersenyum perit. "aku akan baik-baik saja meski kau tak bersikeras menyelamatkanku."

Terus terang saja, rasanya terlalu menyakitkan melihat sisi rapuh seorang Kim Doyoung. Mengingat Wonyoung hanya pernah melihatnya menangis sekali saja seumur hidup, Kim Doyoung benar-benar menyuratkan penyesalan dari sorot mata redup itu —tepat di bawah atap yang selama ini menjadi saksi bisu.

"Menurutmu, mengapa Juliet menusukkan pisau ke tubuhnya?" tanya Wonyoung tiba-tiba. Sementara Kim Doyoung hanya menilik gadis itu tak mengerti. "karena dia tak mau membiarkan Romeo pergi sendirian. Pria itu adalah kunci kebahagiaan Juliet. Orang yang membuatnya dapat meniti sebuah memori indah yang sukar ia lupakan."

"Aku memang bodoh ingin menyelamatkanmu, tapi itulah yang aku rasakan." Wonyoung berkata penuh keyakinan. "karena kau, aku jauh lebih menyukai balet dan menari dengan sepenuh hatiku."

Sebelum berjumpa dengan pemuda Kim, Wonyoung memang belum pernah sebersyukur hari ini. Meski gadis itu tahu bahwa dirinya tak akan kembali lagi ke dunia, Wonyoung tetap senang asalkan bersama Kim Doyoung. Dan entah karena apa, Wonyoung menjadi tahu segalanya yang sama sekali belum pernah ia ketahui.

"Kau tidak membenciku —terlepas dari apa tujuanku mengajarimu?" Doyoung sebetulnya tidak cukup siap mendengar jawaban dari pertanyaan yang mendadak terlontar dari mulutnya ini. Tapi apa pun itu, Kim Doyoung perlu paham apa yang sebenarnya dirasakan Wonyoung.

"Tidak, dan tidak akan pernah. Aku percaya, pasti terselip niat baikmu walaupun hanya secuil. Karena itu, Kim Doyoung ... terimalah dirimu sendiri dengan baik."

Kim Doyoung mematung di tempatnya. Bayangan dirinya yang selalu mengharapkan kematian dan segala ratapan kesalahan yang selalu ia lontarkan, berputar di benaknya bak film dokumenter. Semua begitu jelas bahwa apa yang ia katakan sebelumnya merupakan suatu kebohongan. Kim Doyoung tak sungguh-sungguh kehilangan niat mengakhiri hidup di saat akhir hayatnya.

Kim Doyoung jarang —bahkan hampir tidak pernah berhenti memandangi dirinya sendiri dengan sebelah mata. Semua kesalahan yang ada di dunia ini seakan tertumpah kepadanya tanpa tersisa. Doyoung lupa bahwa jika dilihat lebih dalam lagi, jiwanya cukup lelah.

Bagaimanapun, raga ini milik Tuhan. Tak ada hak bagi Kim Doyoung untuk menyalahkan atau bahkan menyakitinya seperti ini.

Sementara itu, gadis Jang melebarkan mata seraya menutup mulut dengan kedua tangannya. Tubuh Doyoung perlahan-lahan memudar dan seolah akan lenyap setelahnya. Barre yang berdiri di belakang Doyoung pun terlihat begitu jelas di penglihatannya. Mengundang air mata Wonyoung untuk tumpah dengan deras, kala Kim Doyoung menarik kedua ujung bibir yang seakan membuktikan bahwa dirinya betul-betul telah menerima pemberian Tuhan dengan segenap hati.

"Kini, jiwamu sudah bersih. Kau tak akan lagi melihat dirimu sendiri sebagai seorang yang keji. Dan kau bisa mengistirahatkan ragamu yang berharga dengan sepantasnya sekarang. Terima kasih, Kim Doyoung."

──────────── .

Wey, ini tamat beneran? T0T
Gak nyangka bisa nyelesaiin cerita ini ueueueu
Karena jujur aja ya, banyak banget judul yang aku tulis di apk note aku. Tapi ya gitu ... belum ada yg bisa nyempe tamat, haha.

Jadi? Udah beneran ni?

Oiya, tujuan aku bikin cerita ini adalah buat ngasih tahu kalian bahwa waktu gak bakalan bisa diputer balik. Kalau pun bisa, aku yakin gak bakalan bisa mulus, semulus skenario yang udah Tuhan ciptain. Ikutin alurnya aja dan buat hari ini lebih baik dari hari kemarin. Tapi, jangan kecewa juga sama hari kemarin, karena kamu pasti udah ngejalanin hari kemarin dengan kemampuan terbaikmu. Udah bersyukur belum buat hari ini?

Jika Tuhan mengijinkan, see you soon, orang hebat!

Fouettés [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang