2.

174 40 4
                                    

"Saya Hae In. Kamu?"

Jisoo tertegun melihat keberanian laki-laki di sampingnya ini. Ia berdebat dalam hati apakah harus memberikan nama aslinya atau tidak? Karena bisa saja laki-laki ini adalah orang jahat yang mungkin punya niat buruk. Apalagi dalam situasi seperti ini, di mana hujan sedang turun deras dan sepi orang berlalu-lalang.

"Jisoo. Nama saya Jisoo." Jisoo mengulurkan tangannya ke arah Hae In. Mereka berjabat tangan.

Hae In dapat merasakan jari-jari Jisoo yang kaku dan kedinginan. Jika saja dirinya tidak sedang kehujanan juga, ingin sekali rasanya ia menolong perempuan ini. Mungkin sekadar meminjamkan jaket hangat. Sayangnya, jaket yang ia bawa dan ia sampirkan pada tiang halte barusan sudah setengah basah. Jangankan itu, kemejanya sendiri sudah basah kuyup. Ia jadi khawatir jika kulitnya akan terlihat karena kemeja yang lama kelamaan terasa menempel karena air hujan.

Hae In kembali memperhatikan lukisan yang tengah dipeluk Jisoo. "Lukisannya gak apa-apa?"

Jisoo tertawa kecil. "Lukisannya sih gak apa-apa, ini kita yang kedinginan."

"Maksud saya, bakal kena air hujan, gak?" Muka Hae In terasa hangat karena malu. Aduh, gue kenapa, sih.

"Semoga engga," Jisoo melirik lukisan yang dibawanya. "Karena kalo sampai basah, saya bisa kena masalah."

"Tapi menarik, loh. Kamu kerja di museum, eh, art gallery. Awalnya gimana?"

Jisoo yang bertahun-tahun menganggap bahwa ini adalah pekerjaan yang super membosankan, tiba-tiba menjadi antusias menceritakan apa saja yang ia lakukan sebagai asisten dari orang nomor satu di galeri. Sepanjang Jisoo berbicara, Hae In mengangguk-angguk sebagai tanda menanggapi. Senyum tipis tak juga pudar dari wajahnya. Melihat perempuan itu bercerita dengan nada semangat, Hae In sampai lupa kalau mereka sedang terjebak di tengah hujan yang entah sampai kapan.

Dari jauh, mobil dengan kecepatan tinggi melaju lurus hendak mengejar lampu hijau. Dengan sigap, Hae In langsung mengambil posisi dengan berdiri di depan Jisoo,-memeluknya dengan cepat agar Jisoo dan lukisannya tidak kebasahan akibat percikan air dari roda mobil.
Alhasil, bagian punggung pada kemeja Hae In kotor. Jisoo berusaha membersihkan punggung Hae In dengan satu tangannya, namun tentu saja sia-sia karena noda tanahnya lebih pekat menempel.

"Aduh, gimana ini? Sorry, banget, gara-gara saya kemeja kamu jadi kotor." Jisoo terlihat panik sambil tetap berusaha mengusap-usap punggung Hae In.

Hae In menggeleng sambil berusaha meminta Jisoo untuk berhenti membersihkan kemejanya dan agar perempuan itu tidak perlu terlalu khawatir. "Gak apa-apa. Daripada lukisannya rusak, nanti kamu lebih repot lagi."

Jisoo kembali memeluk lukisannya dengan gelisah. Ia tidak nyaman melihat orang lain harus kesusahan karena dirinya.

Mereka kemudian kembali diam selama beberapa menit. Suara air hujan yang tak kunjung reda menjadi musik pengiring di antara keduanya. Jisoo melirik arloji di pergelangan tangannya. Setidaknya, ia harus sudah sampai di galeri dalam waktu 40 menit dari sekarang. Apakah ia harus pamit pulang dan menerobos hujan untuk menuju halte bus utama?

"Udah mau pergi?" Hae In menoleh ke arah Jisoo. "Ke galeri, ya?"

Jisoo mengangguk sambil sesekali melirik ke arah halte bus yang berada sekitar 300 meter di depannya. "Iya, harus udah sampai di sana sekitar setengah jam lagi."

Hae In menoleh ke arah lirikan Jisoo. Ia lalu berkata, "Terobos aja? Bareng sama saya. Nanti kita tutup lukisan kamu pakai jaket saya yang setengah basah ini. Gak parah kok basahnya. Saya yakin aman."

Jisoo terlihat ragu. Namun ia kembali berpikir, jika menunggu lagi, maka waktunya akan terbuang percuma. Setelah beberapa menit berpikir panjang, Jisoo mengangguk.

"Oke." Hae In mengambil jaket yang ia sampirkan pada tiang halte dan melebarkannya ke arah Jisoo. "Bungkus lukisannya di sini."

Jisoo mengulurkan tangannya agar lukisan tersebut bisa dibungkus dengan jaket. Setelah dirasa cukup aman, Jisoo kembali memeluk lukisan yang kini sudah terbalut oleh jaket tebal cokelat milik Hae In. Mereka saling tatap dan memutuskan untuk berlari kecil dalam hitungan ketiga.

"Satu..." Jisoo memulai hitungan.

Hae In tertawa sambil menyipitkan matanya. "Dua..."

"Tiga!"

Setelah berteriak 'tiga' secara bersamaan, mereka berlari menerobos hujan sambil tertawa lepas seperti anak kecil yang baru pertama kali mandi hujan. Mereka tidak menyangka bahwa jarak 300 meter ternyata bisa sejauh itu akibat hujan deras. Tanpa berhenti sedetik pun, mereka akhirnya sampai di pelataran halte yang beratap. Gabungan antara kehabisan nafas akibat berlari dan tertawa, mereka berusaha mengatur nafas sebentar sebelum masuk ke dalam halte utama. Petugas halte memperhatikan mereka berdua dengan tatapan aneh dan keheranan. Apa yang dilakukan dua orang dewasa ini di tengah hujan?

Setelah melewati tap gate, mereka bergegas mencari bangku kosong sembari menunggu bus. Jisoo buru-buru membuka balutan jaket milik Hae In dan membuka resleting tas tersebut sedikit untuk sekadar mengintip.

Jisoo menangkat ibu jarinya. "Aman."

Hae In membalas dengan mengangkat kedua ibu jarinya. "Aman."

Mereka kembali larut dalam diam. Anehnya, ini bukan jenis diam yang mereka benci. Bukan jenis diam dan sunyi yang membuat suasan menjadi canggung. Mungkin karena ada suara hujan sehingga suasana menjadi lebih nyaman.

Setelah 10 menit menunggu, bus yang Jisoo tuju pun sudah terlihat dari kejauhan. Ia bergegas berdiri, namun Hae In masih duduk di tempatnya. "Kamu gak naik arah ini?"

"Enggak. Saya naik yang arah sebaliknya." Hae In bangkit dari tempat duduknya, berjalan pelan ke arah Jisoo, dan menepuk pundaknya perlahan. "Hati-hati di jalan. Jangan terobos hujan lagi."

"Enggak, udah kapok." Jisoo tertawa. "Kalau gitu, saya duluan, ya."

Hae In hanya mengangguk dan membiarkan Jisoo berjalan sendiri ke tempat mengantri bus. Bus pun datang dan Jisoo masuk ke dalamnya. Sebelum pintu sempat tertutup, Hae In berlari ke arah depan. Jisoo kaget dan bergerak sedikit maju, namun sayang, pintu bus sudah tertutup.

Hae In memperhatikan bus yang melaju perlahan, lalu hilang di telan hujan. Ia memegang jaket yang ada di pangkuannya sambil bertanya-tanya dalam hati apakah ia akan bertemu dengan perempuan itu lagi?

----------

Jujur banget, inspirasi saya nulis Piece of Art ini gara-gara saya kejebak hujan di halte selama hampir setengah jam. Saya bikin skenario di dalam otak dan yaa... Jadilah karya ini. Semoga kalian suka dan gak bosen ya :D Jangan lupa share ke teman kalian supaya mereka bisa ikut baca juga. Terima kasih!

blueinjisoo.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Piece of Art [haesoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang