يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
(Q.S. Al-Baqarah :153)🌻🌻
Tahun 1258 Masehi, adalah tahun yang menyedihkan bagi umat Islam di Turki. Tahun yang menyisakan kisah catatan kelam dalam sejarah Islam. Pada tahun tersebut kekhalifahan Abbasiyah yang bertahta selama 500 tahun dengan segala kebesarannya lenyap dari muka bumi.
Baghdad luluh lantak dihancurkan. 1,8 juta kaum muslimin di Baghdad disembelih dan kepalanya disusun menjadi gunungan tengkorak. Pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan membumi hanguskan kota. Mongol nyaris tak menyisakan korban selamat.
Dua dekade pasca tragedi menyeramkan di Baghad, sebuah suku terbentuk di pegunungan Kure. Pegunungan yang ada di kawasan Laut Hitam. Suku tersebut bernama Suku Kure. Masyarakatnya merupakan keturunan orang-orang yang berhasil selamat dan kabur dari kekejaman bangsa Mongol.
Namun masalah satu teratasi, muncul lagi masalah yang lain. Aslan Bey, pemimpin Suku Kure yang pemberani meninggal dunia dalam perjalanannya berdagang. Ia meninggalkan dua anaknya.
Suku Kure diselimuti kabut kedukaan. Para tetua suku terpecah menjadi dua kubu. Satu kubu mendesak agar diangkatnya kepala suku baru. Kubu yang lain memberontak, karena suku masih dalam suasana duka.
"Kakak!" panggil pemuda yang hampir menginjak usia sepuluh tahun itu dengan gembira. Ameera melepas sorban penutup wajahnya dan tersenyum simpul pada adiknya.
"Assalamu'alaikum, Halil."
"Wa'alaikumsalam. Kau tahu kak? Aku sudah menguasai pelajaran yang kakak ajarkan padaku kemarin," ucap Halil dengan wajah polosnya.
Ameera membungkukkan badannya agar sejajar dengan Halil. Mata birunya menatap teduh, ia mengusap surai coklat adiknya.
"Puji syukur Halil. Kamu memang anak pintar dan pemberani. Semoga Allah meridhoi."
Ameera menggandeng tangan Halil dan mengajaknya untuk masuk tenda. Ameera meletakkan kelinci buruannya pada sebuah baskom dari kulit kerbau. Ia mencuci tangan, dan melepas jubahnya. Ameera menghela napas, ditatapnya busur panah pemberian mendiang ayahnya, Aslan Bey.
Ia anak tertua dari pernikahan pertama ayahnya. Ibunya, Zeheb Hatun wafat saat melahirkan Halil. Kemudian Aslan Bey menikah dengan Derya Hatun, namun hingga ajal menjemput sang ketua suku, mereka tak mempunyai momongan.
"Kelinci lagi? Ameera?" tanya sebuah suara yang datang dari arah belakangnya.
Ameera memutar bola matanya jengah. Ia paling malas jika harus berhadapan dengan sepupunya, Mesut Bey. Pria yang dua tahun lebih tua darinya itu tersenyum remeh.
Mesut duduk pada sebuah kursi yang dilapisi bulu domba dengan panjang satu meter. Ia memperhatikan Ameera yang sedang mencuci wajah dengan air. Tanpa menghiraukan kedatangannya, Ameera kemudian membersihkan busur dan anak panahnya.
"Para penasehat dan tetua suku menunggu kehadiranmu di aula pertemuan, dan kau malah menghabiskan waktu hanya untuk menangkap kelinci kecil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ameera [SLOW UPDATE]
General FictionIa ada di mana-mana. Di kanan, kiri, atas, bawah, belakang dan depanmu. Ia bahkan mengalir dalam darahmu. Iblis.