3. Sebuah kenyataan

12.9K 1.5K 178
                                    


"A—apa?" Jaehyun bertanya dengan tidak percaya, takut ia salah dengar. Berdiri dengan semakin gugup, suhu tubuhnya terasa semakin dingin, dengan sedikit rasa pusing yang mendera.

Mata Taeyong kembali berkaca-kaca, tanpa sadar air matanya kembali menetes tanpa bisa ia cegah. "Aku mengandung anakmu, saat kau pergi malam itu. Aku menyadarinya saat dua hari merasa mual. Aku ingin sekali memberitahumu tentang kabar bahagia ini, tapi sayang, kau sudah pergi ke Australia waktu itu. Aku sudah berusaha menghubungimu, tapi tidak bisa, kau pasti sudah memblokir nomer ku benar?"

Taeyong menjeda kalimatnya, mencoba mengatur nafas yang tak beraturan. "Kau pergi, karena rasa tanggung jawab mu pada anak yang di kandung wanita itu, orang yang kau cintai. Tapi, aku disini berdiri sendiri, mengandung seorang anak tanpa ada tanggung jawab."

"Merawat kandunganku seorang diri. Terkadang Jeno datang ke kamarku malam hari, mengusap tengkukku saat aku mual dan muntah-muntah, aku benar-benar bersyukur karena masih memiliki Jeno, dan malaikat kecil di dalam perutku. Saat aku melahirkan dirumah sakit, tidak ada yang menemaniku, seharusnya suamiku berdiri disampingku, menggenggam tanganku, untuk menguatkan ku, ketika aku berjuang mempertaruhkan nyawa untuk melahirkan anaknya."

Taeyong tertawa pelan dengan mata yang masih basah, terlihat memilukan. "Tapi kenapa? Kenapa aku tidak marah padamu? Seharusnya, aku menendang mu keluar saat ini juga." Taeyong menggeleng lemah. "Aku tidak bisa, Jaehyun. Aku mencintaimu. Orang-orang mengatakan jika aku bodoh, karena terus menunggu mu. Jaehyun, terkadang mencintai seseorang tidak perlu menjadi pintar.
Aku yang bodoh dan rapuh ini, masihlah membutuhkan mu."

Taeyong menghapus jejak air matanya dan menatap Mingyu yang masih berdiri dengan canggung, dengan Ara yang masih diam dalam gendongan Mingyu. Taeyong tersenyum kecil. "Mingyu hyung, selalu datang membantuku. Dia yang membawaku kerumah sakit, membatalkan meeting pentingnya di kantor, hanya demi menolong ku."

"Taeyong, sepertinya aku harus pulang sekarang. Hujan sudah mulai reda." Mingyu pamit untuk pulang, ia hanya tidak mau berdiri diantara orang yang sedang membahas masalah pribadi.

Ketika Mingyu menurunkan Ara dan pergi keluar, Ara berlari menghampiri Taeyong. Dan merentangkan kedua tangannya, Taeyong mengangkat Ara, menggendongnya didepan dada.

"Dia sangat mirip denganmu." Taeyong tersenyum kecil. "Oh, dia juga memiliki lesung pipi pada kedua pipinya, Ara ayo tunjukan."

"Bagaimana caranya, bunda?"

Taeyong terkekeh, dan menggelitik perut bulat Ara dengan jari-jari nya yang bergerak acak, membuat Ara mendongak dan tergelak sementara tangannya berusaha menjauhkan tangan Taeyong. Lesung pipi terlihat dengan jelas, dengan barisan gigi susu yang terlihat menggemaskan, Ara begitu cantik.

Taeyong menghentikan tangannya, dan kembali menoleh pada Jaehyun, "Kau melihatnya?"

Jaehyun mengangguk dengan kaku. Istri dan anaknya, terlihat begitu bahagia, walaupun ia tidak berada disisi mereka, selama bertahun-tahun. Taeyong yang bahkan tidak marah padanya. Apa yang kau lakukan Jung Jaehyun? Kau memiliki seorang malaikat baik hati, tapi dengan jahatnya dirimu malah meninggalkan nya, dan melukai hatinya.

"Ara, lihat bunda." Ara menoleh, mengalihkan pandangannya dari Jaehyun, dan menatap Taeyong. "Kau ingin tahu ayahmu?"

"Aku memiliki, seorang ayah bunda?"

"Tentu. Didepanmu, dia ayahmu." Ara kembali menoleh pada Jaehyun, yang sudah menangis.

"Aku mau ayah! Aku ingin memeluk ayah!"

Taeyong menyerahkan Ara pada Jaehyun. Jaehyun menggendong Ara dengan perasaan yang berdebar, putrinya yang baik, sama seperti ibunya. Menerimanya dengan senyuman, tidak marah pada dirinya yang jahat. Wajahnya memang mirip dengannya, tapi hati nya sangat mirip dengan ibunya, seperti seorang malaikat.

"Ayah sangat pucat, apakah ayah sakit?"

Jaehyun tersenyum sendu, "Ayah, baik-baik saja."

"Anakmu dengan Rose, pasti juga sudah sebesar Ara. Anak itu lebih beruntung dari Ara, ia bisa merasakan kasih sayang darimu, dan orang tua yang utuh. Sementara Ara, ia hanya dirawat oleh orang tua tunggal."

"Anak—" Ucapan Jaehyun terpotong saat mendengar teriakkan dari ujung tangga.

"Bunda!" Jeno berlari dan menghampiri Taeyong.

"Kau sudah selesai belajar, Jeno?"

"Uhm." Jeno mengangguk pelan.

Jeno mendongak, "Ayah, sudah kembali bunda?"

"Iya, ayah sudah kembali." Taeyong tersenyum, mengusap kepala Jeno. Jeno sudah tumbuh besar.

"Ara, cepat turun dari gendongan ayah!"

"Tidak mau!" Ara memberontak, dan memeluk leher Jaehyun dengan erat, seakan tidak mau kehilangan sosok ayah lagi.

"Ara turun. Ayah akan pergi meninggalkan mu setelah menggendongmu dan makan malam. Setelah itu ayah tidak akan kembali lagi."

"Jeno, apa yang kau katakan?" Taeyong tidak menyangka jika Jeno, akan mengucapkan kata-kata seperti itu.

"Itu memang benar kan ayah? Setelah ini, ayah akan pergi lagi, iya kan ayah?"

•••

TBC

Kenapa Taeyong nerima Jaehyun dengan mudah? "Can't stop loving you." Jadi, apapun yang terjadi, apapun yang jaehyun lakukan, Taeyong akan terus mencintai Jaehyun. Dan tidak akan pernah berhenti, dan tidak berubah.



Terimakasih sudah memberikan kata semangat, aku menyukainya. ❤️

Can't stop Loving you - Jaeyong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang