2. Azura

38 5 10
                                    

Suara deru kendaraan mulai terdengar di kejauhan, menandakan orang-orang sudah memulai aktivitasnya. Mereka ada yang pergi bekerja, bersekolah, bahkan pergi untuk sekadar mencari sarapan, memberi asupan pada tubuh yang sudah minta diisi makanan.

Tapi Azura tetap pada posisinya semula, meratapi hidup di teras rumah yang terlihat suram. Penampakan Azura seperti orang tak bertenaga, tapi ya memang Azura tidak berselera untuk makan. Hal itu membuat tubuhnya kurus, wajah pucat tidak segar di tambah lagi lingkaran hitam sekitar matanya akibat sulit tidur.

Tante Azura yang biasa dipanggil Bi Saras, adiknya Ibu Azura, seringkali mengirimkan makanan untuk keponakannya itu. Sepeninggal Ibu Azura, dialah yang memperhatikan makan Azura. Tiap beberapa minggu sekali, Bi Saras membawa kotak makanan berisi lauk-pauk yang bisa disimpan dalam kulkas. Meski Ia tahu, Azura jarang bahkan hampir tidak pernah menghabiskan makanan itu.

Bi Saras tentu saja akan mengomel bila melihat makanan masih menumpuk dan tak disentuh, bukan hanya karena itu kirimannya tetapi Ia khawatir dengan kesehatan keponakannya itu. Bagaimana bisa sehat bila tak makan sama sekali? Begitu pikirnya.

***

Azura yakin, sebentar lagi pasti Bi Saras akan datang, maka ia buru-buru mengusap matanya yang masih basah oleh air mata lalu masuk ke dalam rumah. Kalau tidak, pasti bibinya akan kembali berbicara untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Benar saja, baru beberapa menit Azura masuk, suara pagar rumahnya berbunyi tanda orang masuk.

"Assalamualaikum, Zura," ucap Bi Saras seraya mengetuk pintu rumah.

Azura membuka pintu dan memasang senyum tipis untuknya.

"Waalaikummusalam, Bi, hayu masuk."
Bi Saras, seperti biasa membawa kotak makanan baru di tangannya. Azura hafal betul selanjutnya Bi Saras akan menuju kulkas dan memeriksa makanan di dalam kotak.

"Coba kita lihat, makanannya habis ga ya?" ucap Bi Saras dengan nada khasnya.

Pintu kulkas dibuka dan . . . Taraa!

Susunan kotak plastik makanan itu masih sama dengan terakhir kali Bi Saras susun. Isinya pun tak berkurang.

"Aduuh, Zura. Kamu gak makan?"
Azura diam saja tak menjawab.

"Ehm,.. kamu tuh mau Bibi masakin apa? Biar kamu mau makan. Jangan gini terus, Zura sayang. Nanti kalau kamu sakit gimana? Rumah Bibi kan jauh, ga bisa sering mantau kamu."

Bi Saras hanya bisa mengelus dada melihat Azura. Azura sangat sulit dibujuk untuk makan. Bi Saras lalu mengeluarkan semua kotak makanan yang sudah lama di dalam kulkas dan menggantinya dengan yang baru Ia bawa. Terlihat ada kotak berisi ayam bumbu kuning, ikan yang sudah dibumbui, dan ada beberapa jenis lainnya.

"Ini yang udah lama Bibi bawa aja lagi ya. Nih sok dimakan, tadi Bibi beli nasi kuning depan sekolahan. Rame yang belinya, pasti enak," ucap Bi Saras panjang lebar. Ia menyodorkan sepiring nasi kuning lengkap dengan telur balado, bihun, dan kerupuk pada Azura.

Azura yang duduk di samping Bibinya itu menerima dengan terpaksa. Ia menyendok suapan nasi pertama ke dalam mulutnya. Aneh, walau aroma makanan di hadapannya sangat menggoda, tetapi yang ia rasakan malah mual. Nafsu makan Azura memang belakangan ini berkurang, makanan jenis apa pun belum ada yang membuatnya tergoda. Tapi demi membahagiakan dan menghargai pemberian Bibinya, Azura akhirnya makan.

"Sok dimakan, dihabisin ya nasi kuningnya," kata Bi Saras sambil mengemas kotak makanan yang akan ia bawa kembali.

Bi Saras, seperti biasanya selalu terburu-buru berkunjung lalu pamit pada Azura, ia harus menjaga warung dekat rumahnya.

Ah, mengapa Bi Saras repot-repot mengirimkan makanan sebanyak itu untukku? Toh aku tak nafsu makan, pikir Azura.

Selang beberapa menit Bibinya pergi dari rumah, Azura menyudahi proses mengunyahnya. Terlihat nasi kuning yang tidak banyak berkurang, hanya diaduk-aduk saja olehnya. Azura menggulung kertas nasi kuning itu dengan asal, membuka pintu rumah, lalu mencari tong sampah.

Dia memilih menyingkirkan bungkusan itu di tempat sampah depan rumah, agak sedikit menyebrang jalan. Terburu-buru ia melangkah sambil sedikit menunduk karena angin yang tiba-tiba berembus kencang.

Plung!

Ia kembali masuk ke dalam rumah, mengunci pintu, dan menyembunyikan diri di dalamnya.

Tanpa di ketahui Azura, tepat setelah ia menyeberang jalan, saat tiupan angin menerbangkan rambutnya, ada seseorang yang memperhatikannya.

Teman BertamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang