keputusan

27 2 0
                                    


Maira kini tengah berada di taman belakang kampusnya. Ia terduduk di bawah pohon beringin yang menjulang besar dan memiliki daun yang rimbun. Ia menatap lurus kedepan dengan melamun seakan sedang memikir kan sesuatu yang membebani nya.

"Oy, jangan melamun", tegur Nadia menepuk pundak Maira.

Maira sontak tersadar dari lamunan nya dan duduk berpindah posisi menghadap ke Nadia yang tengah menyantap bekal.

"Nad, aku kemarin di lamar orang"

Nadia yang hendak memasukan sesuap nasi ke mulutnya hanya bisa menatap Maira dengan mulut terbuka.

"Di masukin dulu tuh nasinya"

Dengan cepat Nadia memakan nasi yang tadi ia jeda perjalanannya untuk masuk ke mulut. Lalu, ia menutup kotak bekal dan menaruhnya kembali.

"Ah yang bener, gak percaya aku. Masa iya seorang Maira tiba-tiba dilamar padahal gak pernah deket sama cowok", ucap Nadia tak percaya.

"Ish, bener Nad. Aku juga heran, tidak pernah bertemu tapi tiba-tiba melamar"

"Jodoh lah namanya", jawab Nadia.

Maira terdiam. Tapi selama ini, ia tak pernah dekat bahkan menyukai seorang lelaki. Kecuali seseorang yang pernah hadir di masa kecilnya. Entahlah, ia pun bingung dengan perasaan nya. Apakah ia mengagumi nya? Atau betulan menyukai nya?. Ia tak pernah berpikir semacam itu karena dulu ia masih sangat kecil untuk merasakan itu. Namun, hingga sekarang tidak ada yang bisa menggantikan seseorang itu dari hati dan pikirannya.

"Terus gimana? Kamu tolak? Atau kamu terima?", tanya Nadia.

"Aku terima sih, tapi masih ragu sebenarnya",ucapnya.

"Kenapa gak minta waktu dulu? Kan kamu gak cinta sama dia".

Maira terdiam. Benar juga perkataan Nadia, apa mungkin ia merasa tak enak untuk menolak atau meminta waktu untuk berpikir dan memberi keputusan.

"Gak enak nolak? Kebiasaan! Jangan jadi orang gak enak an Mai. Ntar orang bisa seenaknya aja sama kamu", cibir Nadia.

"Jauh di nanti, dekat di tolak. Itulah jodoh, kalau udah ada yang pasti kenapa gak di terima aja? Semakin dewasa makin ngerti bahwa memilih pasangan bukan soal cinta, walaupun saat ini aku belum mencintai nya siapa tau kedepan nya Allah menghadirkan cinta antara aku dan dia bukan?. Lagipula agamanya juga bagus gini", jawab Maira seraya mengacungkan jempol tangan nya.

Nadia terdiam mendengar jawaban dari Maira.

"Daripada nunggu yang gak pasti??", tanya Maira.

Nadia menoleh ke arah Maira dengan menyipitkan mata, "ngejek aku nih??"

Maira tertawa melihat reaksi teman nya itu. Mereka lalu melanjutkan aktivitas masing-masing yang sempat tertunda.

•••

Terdengar suara ketukan pintu dan salam dari luar rumah, "Assalamu'alaikum...."

"Wa'alaikumussalam, iya sebentar."

Maira bergegas untuk membuka pintu, dan saat pintu di buka terlihat seorang lelaki yang melamarnya kemarin.

"Orang tuan kamu ada?", tanya nya.

Maira hanya terdiam tak menjawab pertanyaan tersebut. Ia terus mengamati secara detail wajah lelaki itu hingga tak berkedip.

"Udah, jangan di lihatin mulu. Kan belum sah", goda nya.

'Astagfirullah!' maira merutuki dirinya sendiri. Ia lalu mempersilakan Ridwan masuk dan menyuruhnya untuk menunggu di ruang tamu.

Selang beberapa menit, Pak Akbar ikut duduk di sebelah Ridwan dan menanyakan maksud Ridwan datang kerumah.

"Nanti sore, Umi mengajak Maira ke butik langganan Umi untuk memilih gaun yang akan di kenakan saat akad nanti", jelas Ridwan.

Maira yang dapat mendengar itu dari ruang TV sontak membulatkan matanya hingga mulutnya menganga.

Pak Akbar melirik Maira sekilas dan tersenyum melihat reaksi putrinya itu. "Sini Mai, tidak usah menguping"

Maira yang ketahuan bergegas masuk menuju kamarnya. Ia terduduk lemas di depan meja riasnya. Menatap dirinya sendiri dalam waktu lama. Dan tiba-tiba ia tersenyum sendiri yang membuatnya salah tingkah. Jantungnya berdegup sangat kencang. Sampai ia tidak bisa mengungkapkan apa yang sedang ia alami sekarang.

Dari luar, terdengar suara mobil Ridwan meninggalkan rumahnya. Maira keluar dari kamarnya dan langsung mendekati Papa nya dan menanyakan apa yang beliau bicarakan dengan Ridwan.

"Ridwan mengajak Mai buat ke butik selepas sholat ashar. Nanti Mai di temenin mama sama Kak Devan. Terus, akhir pekan Ridwan mengajak kita untuk mengurus segala keperluan pernikahan kalian," jelas Pak Akbar sambil mengelus kepalanya.

Maira tersipu malu. Untuk pertama kalinya ia merasakan seperti ada kupu-kupu berterbangan di perutnya. Ia merasakan rasa bahagia luar biasa yang selama ini belum pernah ia rasakan mengenai perasaaannya terhadap lelaki.

"Masih ada waktu 3 jam. Mai istirahat dulu aja sana, habis itu bisa bersiap untuk ke butik", perintah papanya.

Maira lalu menurut dan segera merebahkan tubuhnya ke kasur. Ia menatap langit-langit kamarnya lama. Hingga memunculkan wajah Ridwan sedang tersenyum disana.

Maira lantas mengelus dadanya dan mengucapkan istigfar berkali-kali. Ia lalu memanfaatkan waktu 3 jam untuk membaca novel, bolak-balik kamar mandi, bolak-balik menuju teras rumah, membuka-tutup kulkas, menyalakan-mematikan TV, dan begitu seterusnya ia mengulang kegiatan tersebut karena saking gugupnya.

Orang tuanya yang melihat tingkah Maira hanya tersenyum seraya sesekali berkomentar dan menggelengkan kepala.

"Mending Mai berdoa saja ke Allah, serahkan semua ke Allah biar Mai tenang. Gak seperti orang gila begini", tegur Mamanya.

Maira yang mendengar teguran itu mendengus sebal dan mengembungkan pipinya.

Pak Akbar terkekeh. "Sudahlah, seperti tidak pernah muda saja."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pelabuhan Terakhir KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang