Taliya, atau nama lengkapnya Taliya Hadiwinata adalah seorang wanita karir berumur 26 tahun. Karir pekerjaannya sangat baik. Gajinya pun sudah menyentuh dua digit. Untuk seumur Taliya, hal tersebut sudah bisa dikatakan sukses di usia muda.Banyak kesempatan untuk Taliya menggapai karir lebih tinggi lagi. Namun, ㅡ
"Nggak. Papa gak setuju."
ㅡ Orangtuanya tidak setuju.
Taliya menghela napas lelah. "Pa, ... , cuman tiga tahun kok, gak lama. Lumayan nanti aku balik ke sini gaji aku jadi lebih tinggi dari yang sekarang."
Yuna, sang mama, mengusap puncak kepala anak pertamanya. "Ya emang bagus nanti kamu balik ke sini gajinya jadi besar. Tapi, Mama dan Papa khawatir, Nak. Kamu nanti tinggal di Inggris sendiri. Kalau sakit gimana? Apalagi kalau mau menstruasi kamu suka sakit, bahkan pernah nyampe pingsan. Kami khawatir kamu di sana kenapa-napa," jelas Yuna dengan lembut dan penuh pengertian.
Taliya merajuk. Ia berdiri dan berjalan menuju kamarnya dengan kaki yang Ia hentak keras, meninggalkan makan malamnya begitu saja. Ia kesal setengah mati karena tidak diizinkan untuk menggapai karir lebih tinggi dengan pergi ke London, Inggris. Lagipula orangtua dan adiknya pun menikmati hasil jerih payahnya, kenapa Ia harus dilarang untuk mendapatkan karir lebih baik.
Padahal dengan karirnya yang semakin naik, pendidikan adiknya bisa terjamin. Mungkin Taliya bisa juga menyekolahkan adik perempuannya, Soleil, ke luar negeri nantinya. Seharusnya mereka mendukung perjalanan karirnya, bukan malah melarangnya untuk berkembang.
Pintunya tertutup rapat dengan Ia yang memutar kunci agar tidak ada yang bisa masuk ke dalam kamarnya. Ia sedang kesal, jadi tidak boleh ada yang masuk ke kamarnya. Taliya membalikan ponselnya, melihat belakang ponselnya terdapat photocard salah satu member idola Koreanya. Ia tersenyum hanya karena foto tersebut. Hanya dengan melihat lesung pipinya saja membuat Taliya kembali senang.
Memang, pesona idola Korea itu tidak main-main.
Suara ketukan pintu membuat senyumnya luntur. Ia segera mematikan ponselnya yang sedang memutarkan vidio fancam idola Korea kesayangannya. Dengan malas, Taliya bangun dari kasurnya untuk membuka kunci pintu kamarnya tanpa Ia buka pintunya. Memilih untuk segera berbaring lagi di atas kasur dan memainkan ponselnya.
Melihat Simon, Ayahnya, masuk ke dalam kamar, Taliya segera keluar dari aplikasi YouTube. Simon itu anti dengan kekoreaan. Taliya malas mendengar Ayahnya menghujat idolanya, tidak lupa dengan Taliya yang dicermahi dengan hal yang tidak berkaitan dengan idolanya.
Simon duduk di pinggir kasur anak pertamanya. Ia menatap anaknya yang masih terlihat sangat kesal. "Papa minta maaf. Papa sebenernya boleh aja kamu kerja ke luar negeri. Tapi harus punya suami dulu biar Papa gak khawatir di sini."
Taliya menggeram kesal. Ia mendudukan dirinya dan menatap Simon putus asa. "Aku kapan kerjanya kalau gitu? Pacar aja gak punya. Terakhir pacaran aja kelas sepuluh, cuman tiga bulan itu juga," keluh Taliya.
"Yaudah, nanti Papa bantu cari suami."
"Gak usah," jawab Taliya dengan ketus dan cepat.
Ia kemudian membaringkan dirinya dan menutupi tubuhnya dengan selimut. "Yaya ngantuk. Mau tidur."
Simon pun menghela napas pelan. Ia mengalah dan segera keluar dari kamar anak perempuannya. Tidak lupa mengucapkan selamat tidur dan mengatur lampu kamar menjadi temaram dengan remot yang berada di nakas.
Taliya menghadapkan tubuhnya melihat langit-langit kamar ketika pintu sudah tertutup. Ia menghela napas berkali-kali. Bingung akan keputusan orangtuanya. Bagaimana bisa Taliya mendapatkan suami dalam waktu yang singkat.
TBC
hai peeps, Hugo here! 🐣
Lanjutan ceritanya di Karyakarsa. Silakan cek profilku. Di sana ada linknya
KAMU SEDANG MEMBACA
Dicari: Suami [Taliya Ver.] ✓
Fiksi UmumTaliya itu wanita karir. Pekerjaannya sedang berada di puncak. Dan dia membutuhkan seorang suami.