Chapter 1

12 2 0
                                    

"Lilianne Tanuwijaya Halim, will you take my last name?" tanya Randy. "Ini ... kamu serius? Kamu gak bercanda, kan?" tanyaku masih tidak percaya. "Jadi ... jawabanmu?" tanyanya memastikan. "Of course, my answer is yes!!" jawabku. Dari saat itu lah ... kami bertunangan. Tetapi menjelang hari pernikahan, aku putus dengannya. Mungkin karena kami memang bukan jodoh. Apakah kalian percaya pada jodoh?

Banyak orang yang berkata kalau jodoh tidak akan kemana. Semua orang memiliki tali jodoh mereka masing-masing. Tetapi apakah jodoh merupakan hal yang nyata? Orang yang kukira merupakan jodohku malah menyakiti hatiku dan akhirnya kami putus. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tali jodohnya terputus? Hal yang konyol.

Semua bermula dari enam tahun lalu saat kami mulai berpacaran. Randy merupakan murid terpopuler di sekolah. Ia merupakan ketua tim basket sekolah, terlebih parasnya yang tampan dan nilainya yang bagus. Aku pun ikut terpikat pada ketampanannya. Hari itu merupakan hari terpanas disepanjang minggu dan aku berencana untuk pergi ke kantin membeli minuman. Saat hendak keluar, aku dicegat oleh Randy yang saat itu merupakan kakak kelasku. "Hai Lilianne! Mau kemana? Kantin ya?" tanya Randy. "I-iya kak," jawabku gugup. "Aku langsung ke intinya aja deh! Aku udah suka sama kamu dari semester lalu, mau gak kamu jadi pacarku?" tanya Randy sambil menyodorkan bunga dihadapanku. Tentunya aku kaget dan juga senang bercampur dengan sedikit malu karena banyak orang yang memerhatikan kami saat itu. Tanpa berpikir panjang aku mengangguk dan itulah awal mula perjalanan kami.

Kami sudah berpacaran selama enam tahun dan itu merupakan waktu yang panjang untuk mengenal satu sama lain. "Dy, aku laper nih, cari makan yuk," ajakku. "Mau makan apa? Burger?" tanya Randy. "Aww, Baby, kamu tau aja kesukaanku. Aku yang Italian Cheese Burger ya!" jawabku. "Aku tanya Mama sama Papa ya, biar sekalian pesen," lanjutku. "Oke deh! Mama Papa kayaknya dibawah, kamu turun dulu aja nanti aku nyusul," ujar Randy. Aku pun mencium pipi Randy dan bergegas turun ke bawah. 

"Mama, Papa, aku sama Randy mau pesen burger. Mama sama Papa mau gak?" tanyaku pada kedua orang tua Randy. Walau masih bertunangan, aku sudah diperbolehkan memanggil kedua orang tua Randy dengan sebutan mama dan papa. "Boleh, punya Mama samain aja ya sama punya Papa," jawab mama. "Oke Ma, aku bilangin Randy dulu ya," ujarku sambil mengambil handphone untuk mengabari Randy. Tak lama kemudian Randy turun dan makanan pun sampai. Kami duduk bersama di meja makan sambil berhadap-hadapan.

"Kalian udah siapin tanggalnya buat bulan depan? Anne udah cobain gaunnya?" tanya mama sembari makan. "Kita nikahnya dua bulan lagi Ma. Kita pilih tanggal 21 bulan Januari biar bagus tanggalnya 21-1-21," jawabku. "Anne tinggal fitting dua kali lagi Ma, punya Randy juga sama," sambungku. "Ooo, kamu yakin bakal keurus semua? Banyak loh yang harus di siapin," ujar mama khawatir. "Tenang Ma, kita yakin kita bisa kok," jawab Randy. "Kalian kalo belum siap ga usah terburu-buru. Kamu jangan malu-maluin keluarga kita loh Dy," ujar papa. "Iya Pa, tenang aja," jawab Randy lagi.

Tak terasa waktu sudah berjalan begitu cepat. Dua bulan sudah berlalu dan dua hari lagi merupakan hari pernikahan kami. Hari ini kami berencana untuk mengambil cincin yang sudah kami pesan. "Yaampun, ga nyangka banget ya tinggal dua hari lagi By," ujarku gembira. "Iya nih, aku ga sabar liat kamu pake gaun pernikahannya. Pasti cantik banget!" balas Randy. Aku yang mendengar perkataan Randy pun tersipu malu dan memukul lengannya dengan pelan. "Oh iya By, kamu ke tempat cincin dulu ya. Aku mau ke toilet, perutku sakit banget nih. Kemungkinan bakal lama, jarak toilet sama tempat cincinnya lumayan jauh juga," ujarnya lagi. "Oke deh, nanti ambil cincinnya atas nama kamu kan?" tanyaku. "Yup."

Dear AnneWhere stories live. Discover now