6. Pilihan

6 3 0
                                    

Hari pertama, masih sangat berat untukku, bahkan kedua anakku menitihkan air matanya melihat keadaanku. Hari kedua, Ketiga, Keempat, Kelima bahkan dua minggu berlalu, aku hanya menghabiskan waktuku dengan melamun dan menangis.

"Mommy" ucap kedua anakku dengan lirih dan mata yang telah bergenang air mata.

"Mommy, kenapa? Daddy jahat ya sama mommy?" Tanya Jevano dengan keraguan sembari memeluk tubuhku

"Mommy, jangan sakit, jangan seperti ini, vino takut" lirih Jevino saat memelukku yang aku tau Jevino telah menangis

Saat keduanya menangis sambil memelukku, aku sadar, aku tak boleh seperti ini, kasihan anak-anak jika aku terus begini, aku harus bangkit, harus ku buktikan bahwa aku bisa hidup baik bersama atau tanpanya.

"Vano, Vino, maaf ya, maafin mommy" ucapku dengan lirih sambil membalas pelukan kedua anakku itu

"maaf ya, jika setelah ini kita hidup tanpa daddy. Tapi mommy janji, mommy akan selalu ada untuk kalian dan selalu beri apapun yang kalian inginkan" lanjutku masih dengan suara lirih dan sedikit isakan

"memangnya daddy kemana mommy?" Tanya Jevino sambil menatap mataku menyiratkan keberatan dan juga kesedihan diwaktu yang bersamaan

"nanti ya, jika sudah waktunya kalian akan mengerti apa yang sedang terjadi sekarang" jawabku sembari tersenyum kecil juga air mata yang menetes.

Dunia ku dan juga anak-anak harus tetap berjalan, bersama atau bahkan tanpa sosok lelaki itu. Sekarang prioritas ku adalah anak-anak, mereka harus tetap bahagia, menjalani kehidupan dengan semestinya, biarlah waktu yang menjawab semua pertanyaan mereka.

Dua hari setelahnya, aku merasa lebih baik, hari ini aku memutuskan untuk mengambil semua barang-barangku, pisah adalah jalan yang akan ku pilih, agar aku maupun dia dapat hidup bahagia dengan cara masing-masing.

"Vano, Vino, mommy mau bertanya, agar nantinya kalian tidak menyesal" ucapku pada anak-anak saat kami berada di halaman belakang rumah orangtuaku.

"Mommy dan daddy akan pisah, kita tidak akan tinggal bersama lagi. Vano dan Vino mau ikut dengan mommy atau daddy? Kalian boleh memilih, mommy tak akan memaksa untuk kalian berdua ikut dengan mommy. Senyaman kalian saja, karena mommy mau anak-anak mommy tetap bahagia" lanjutku menjelaskan maksud dan tujuanku, kutatap wajah mereka bergantian, seperti dugaanku, mereka masih merasa sedih dan bigung.

"Mommy, kemanapun nanti mommy pergi, atau bagaimana pun nanti keadaan mommy, Jevano akan selalu ikut bersama mommy" balas Jevano dengan begitu dewasa

"Jevino juga, dimanapun mommy berada, Jevino ingin selalu bersama mommy, selalu melindungi mommy dari orang-orang jahat" sahut Jevino dengan senyum tipisnya

"Terimakasih, kalian anak-anak mommy yang baik dan hebat, mommy janji, hidup kita akan bahagia" balasku dan memeluk erat keduanya.

"Mommy jangan sedih seperti kemarin lagi ya" ucap keduanya begitu kompak dengan senyuman lebar.

"mommy janji, tidak akan seperti kemarin lagi" balasku mengusap pipi keduanya.

"oh ya, mommy mau ambil barang-barang, kalian mau ikut? Supaya kalian bisa pilih barang apa saja yang ingin kalian ambil" lanjutku

"Ya, kita ikut" seru keduanya

Dengan mengendarai mobil milik papa, aku menyusuri jalan yang lumayan ramai ini, hingga tanpa sadar aku telah sampai di rumah yang penuh kenangan ini, 9 tahun bukanlah waktu yang sebentar, tapi takdir tak mengizinkan kami tinggal lebih lama lagi.

Setelah memasuki rumah ini, suasana sudah berbeda, terasa dingin dan kosong, tak sehangat dulu lagi.

"Ibu, ibu pulang?" tanya asisten rumah tanggaku, Rina

"Sebentars saja Rin, mau packing barang-barang" jawabku sembari berjalan menuju kamar diikuti oleh Rina

"Rin, tolong bantu anak-anak Packing ya" ucapku meminta tolong pada Rina

"Baik bu" seru Rina dan segera membawa anak-anak ke kamarnya.

Dengan berat hati ku buka pintu kamarku, tak ada kehangatan yang artinya kamar ini memang tak berpenghuni, kunyalakan pencahayaan, masih rapih seperti terakhir kali kutinggalkan. Dengan perlahan, ku masukan baju-baju milikku kekoper, makeup dan skincare, perhiasan yang kubeli dengan uangku sendiri, kutinggalkan semua barang yang Jefrey belikan untukku. Setelah 2 koperku terisi penuh, segera ku tarik keluar kamar, ku padamkan kembali pencahayaannya dan menutup rapat pintu.

"Sayang sudah belum?" tanyaku saat memasuki kamar kedua anakku

"Sudah mom" Sahut Jevano dan menarik kopernya. Rina membantu anak-anak membawa kopernya keluar rumah, kumasukkan ke 6 koper kami ke bagasi mobil.

"Sayang, pamit sama mbak Rina dulu" titaku pada anak-anak

"Mbak, terimakasih ya sudah selalu bantu kita selama ini, kita gak akan lupakan mbak" Ucap Jevano kemudian memeluk Rina sebentar.

"Mbak, maaf ya kalau Vano dan Vino nakal, suka gak mau denger kata-kata mbak, suka buat mbak kesal, maaf juga suka jahil sama mbak" timpal Jevino bergantian memeluk Rina

"Vano dan Vino, sehat-sehat terus ya, bahagia selalu, semoga nanti kita masih dapat bertemu kembali" balas Rina pada anak-anak dan tentunya mengeluarkan air mata

"Kita pergi ya mbak, mbak juga sehat selalu ya, bahagia terus" lanjut keduanya berpamitan dan segera masuk ke mobil

"Rin, terimakasih ya kamu sudah membantu saya selama 9 tahun ini, terimakasih sudah membantu saya mengurus rumah ini dan juga menjaga anak-anak, takdir sudah tidak mengizinkan saya menjaga rumah ini Rin, jadi ya saya harus pergi. Maaf juga ya jika selama ini ada perbuatan atau perkataan saya yang menyakiti kamu" ucapku panjang lebar pada Rina yang mulai menitihkan air mata

"Rin saya titip ini ya, kasih ke Jefrey. Setelah ini, kamu bebas Rin, mau tetap tinggal atau kamu memilih pergi dari sini. Saya pergi ya rin" lanjutku dan memberikan beberapa kartu kredit juga kartu atm milik Jefrey yang dulu diberikan padaku.

"Ibu dan anak-anak sehat selalu ya bu, bahagia selalu setelah ini" balas Rina kemudian ku peluk tubuhnya sebentar.

Ku tinggalkan rumah ini untuk hidup yang lebih bahagia bersama anak-anak, ntah dimana nantinya kami akan tinggal, yang pasti rasanya aku tidak bisa jika harus tetap tinggal di kota ini lagi.

"menurut kalian, jika kita harus pergi dari kota ini, tempat mana yang akan kalian pilih untuk tinggal?" tanyaku pada anak-anak saat kami menempuh perjalanan pulang kerumah orangtuaku

ArkanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang