Prolog

62 5 0
                                    

"Shh... sakit banget. Kenapa gak ilang-ilang sakitnya. Hahhh hahhh"

Pria berkulit tan itu meremas perutnya sendiri dengan kuat. Seragam sekolah yang dikenakan pun telah tampak kusut. Dia meremat-remat bagian perutnya berharap rasa sakit itu berangsut hilang. Namun ternyata dia salah. Sakitnya malah semakin menjadi sampai tubuhnya ambruk begitu saja di kamar mandi.

"Ya Tuhan. Kenapa sakit banget. Haikal gak kuat. Tolong Haikal. Shhh sakittt"

Wajahnya meringis merasakan sakit di bagian perutnya. Keringatnya bercururan membasahi dahi dan tubuhnya.

Dia sendirian, tidak ada siapapun yang menolongnya. Perlahan tubuh itu merangkak keluar dari kamar mandi. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki, tangannya merogoh laci disebelah tempat tidur dan mengeluarkan dua tabung obat lalu menelan 4 butir obat sekaligus tanpa air.

"Haikal kamu kuat. Ayo kamu kuat. Kamu pasti bisa menyembunyikan sakit ini. Kamu bisa."

Batinya berharap tidak akan ada yang tau tentang kondisi dirinya saat ini.

Brakk..

Pintu tiba-tiba terbuka menampilkan sosok kakak ketiganya yang bernama Theo sedang berdiri di depan pintu. Tatapannya tajam seolah ingin menerkam mangsanya.
"Bangun, jangan males. Balajar sana. Hidup kok bisanya nyusahin aja."

"I-iiya kak. Sebentar lagi"

Tanpa menunggu jawaban dari sang adik, Theo sudah menutup pintu itu dengan keras sampai menimbulkan bunyi bedemam yang nyaring.

Haikal terperanjat.

"Iya aku harus belajar, aku gak boleh kecewain Kak Theo. Aku harus jadi anak pinter biar bisa dapat nilai bagus"

Dengan sisa-sisa tenaganya, Haikal mulai bangkit dan berjalan menuju meja belajarnya. Bersyukur rasa sakit di perutnya kini sudah bersangsur-angsur hilang.

Haikal memang tak pernah bercerita tentang penyakit yang dideritanya. Haikal memilih untuk menyimpannya sendiri. Karena dia pikir jika kakak-kakaknya tau dia sakit, dia malah akan semakin merepotkan mereka. Dan Haikal tak mau itu sampai terjadi.

Sudah terbiasa tidak dianggap, selalu diabaikan dan disiksa membuat Haikal terbiasa dengan kesendirian serta rasa sakit. Haikal terbiasa dengan kesendirian dan tak pernah bercerita banyak tentang hidupnya pada siapa pun. Karena Haikal, senang dengan kesendirian.


Pelukan Untuk Haikal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang