Part 2-Perkenalan

11.4K 963 109
                                    

"Rin." Editha menyenggol-nyenggol lengan Airin dengan siku kanannya, "Ada murid baru, Rin," bisik Editha.

"Mm-hm," Airin hanya bergumam pelan sembari melanjutkan tugas yang diberikan oleh Guru Matematikanya.

Kedua mata Editha memerhatikan seorang cowok yang sedang berdiri di depan kelas didampingi oleh Pak Wiji, guru piket hari ini. Edith senyum-senyum kecentilan, diam-diam merapikan rambutnya agar terlihat jatuh tergerai dengan indah. Dan ternyata, saat ia memerhatikan sekelilingnya, teman-temannya yang perempuan pun sedang melakukan hal yang sama. Hanya teman yang di sebelah kanannya saja yang terlihat tidak tertarik sedikitpun.

"Gue Billy Aozora Digant, pindahan dari Bandung. Dan panggil gue Billy aja." murid baru yang bernama Billy itu memperkenalkan diri dengan singkat. Dan setengah dari isi kelasnya melemparkan senyum-senyum centil, berharap bisa menarik perhatian si murid baru. Tapi sayang, Billy hanya memandang pada satu titik, pada seorang gadis yang sudah menyemburnya tadi pagi dengan tamparan kata-kata yang sungguh dingin.

"Rin, namanya Billy, Rin." Editha kembali mengusik ketenangan teman sebangkunya.

Airin mulai berdecak kesal. Mendongakkan kepalanya, berharap jika ia sedikit melirik ke arah si murid baru, Editha bisa kembali diam dan berhenti menganggunya.

Airin memutar kedua bola matanya dengan malas saat si murid baru melemparkan senyum tepat ke arahnya. Sedetik kemudian, Airin kembali menekuni buku tulis yang terbuka di hadapannya. Menyelesaikan dua soal lagi yang masih terhenti di kertas hitungan berwarna buram.

Editha menoleh ke arah Airin. Menaik-turunkan kedua alisnya, "Ganteng, kan?"

Airin menghela napas panjang, "Ganteng juga gue gak tertarik," ketus Airin singkat.

Mendengar pernyataan Airin, kedua bahu Edith turun dengan lesu. Kedua matanya menatap Airin dengan sayu.

*****

Ada rasa senang yang menyelinap di hati Billy saat Airin mendongakkan kepala untuk sedikit memandangnya. Refleks, Billy menyunggingkan senyum termanis yang ia punya ke arah Airin berada, bangku yang tepat berada di tengah-tengah. Sedetik kemudian, ia mengulum senyum gelinya saat ia melihat kedua mata Airin yang menatapnya dengan jengah.

"Billy."

Billy menoleh ke arah meja guru, kemudian mengangguk serta tersenyum sopan. Guru yang bertahi lalat di pipi kanannya tersebut membalas senyum Billy dengan ramah.

"Kamu boleh duduk. Ada dua kursi yang kosong. Terserah kamu mau duduk dimana."

Dahi Billy mengernyit. Kedua matanya menyapu ke seisi kelas. Mendapati ada satu kursi kosong, bersebelahan dengan gadis berbibir mengilap karena sapuan lipgloss sedang tersenyum malu-malu ke arahnya. Melihatnya, Billy mendadak merasa sulit menelan ludahnya.

Dan satu kursi lagi terletak di baris kedua dari belakang, lurus dengan meja guru. Billy menghela nafas lega, sebelah kursinya diduduki oleh seorang laki-laki yang sedang menepuk-nepuk kursi kosong di sebelahnya dengan senyum lebar menghiasi wajah.

"Silahkan duduk, Billy. Kalau ada yang perlu ditanyakan lagi, bisa minta bantuan ke Airin ya, dia ketua kelas di sini."

Billy seperti dihembus angin  segar. Kepalanya mengangguk antusias, "Terimakasih, Bu."

Billy melangkahkan kakinya dengan ringan. Sesekali melirik ke arah bangku Airin, melihat gadis itu mengerutkan dahinya dengan serius, telunjuk dan jari tengahnya memainkan pensil di tangan kanannya yang mungil. Pandangannya sesekali beralih ke papan, kemudian ke buku tulis di hadapannya. Menarik. Airin begitu menarik. Dan Billy lega, menyadari ia mendapat tempat duduk yang cukup strategis untuk memandangi segala gerak-gerik Airin. Mungkin akan menjadi pelipur rasa bosannya saat ada di tengah keseriusan kelas yang berpotensi membuat lehernya pegal nanti.

Lima jari terulur di hadapan Billy, bersamaan dengan ia menyandarkan punggung di kursi barunya. Billy menyambut uluran kelima jari tersebut. Memandang teman barunya dengan tawa lebar.

"Kito." Cowok dengan wajah sedikit oriental dan mata yang hampir menjelma menjadi satu garis lurus, menatapnya dengan ramah.

"Billy," balasnya ramah sembari mengayunkan sedikit jabatan tangannya ke bawah.

"Kalau ada apa-apa, tanya ke gue aja. Jangan ke Airin."

Dahi Billy mengernyit dengan heran.

Seolah mengerti kebingungan teman barunya, Kito menepuk bahu Billy dengan pelan, "Nanti lo kena sembur," Kito terkikik.

Sebelah tangan Billy ganti menepuk bahu Kito, menenangkan, "Udah tadi pagi di koridor. Dan gue bakal membiasakan diri, kalo lo mau tau."

Kerutan di dahi Billy yang sudah menghilang, kini beralih ke dahi Kito.

*****

Billy mendengar bel istirahat berbunyi nyaring. Kedua matanya mendapati Airin yang sedang membungkukkan punggung, mencari-cari sesuatu di dalam laci mejanya. Sebuah buku Astronomi. Billy dengan jelas bisa membacanya saat Airin membuka lembar demi lembar buku tebal tersebut. Billy tersenyum penuh arti. Rupanya Airin suka dengan benda-benda langit.

Membulatkan tekad, Billy beranjak dari bangkunya. Berjalan mendekati bangku Airin yang berbeda dua baris dengannya.

"Billy Aozora Digant. " Billy menyebutkan nama lengkapnya dengan mantap sembari mengulurkan sebelah tangannya ke atas buku Airin yang sedang terbuka.

Melihat sebuah tangan yang mengulur di hadapannya, Airin mendengus kesal. Kedua kalinya murid baru ini mengganggunya dalam hitungan jam. Bahkan belum ada sehari.

Billy tetap bertahan dengan mengulurkan tangannya. Menunggu Airin untuk menyambutnya, meski hanya basa-basi. Dengan malas, Airin mendongakkan kepalanya. Memandang ke arah Billy yang sedang berdiri tepat di depan mejanya.

"Lo udah kenalan tadi di depan kelas, lo lupa?" ketus Airin, menepuk tangan yang sedang terulur di atas bukunya. Bermaksud menyingkirkannya.

"Kali aja lo mau lebih kenal sama calon pacar lo."

Airin terperangah kaget. Sekali lagi, ia mendongak ke arah Billy yang sedang menaikkan kedua alisnya, seolah menunggu sambutan berarti dari Airin.

"Lo pindahan dari mana sih? Rumah sakit jiwa?" Airin beranjak dari duduknya. Menutup bukunya dengan kasar hingga berdebum, kemudian membawa buku tersebut ke dalam pelukannya. Langkahnya menjauh meninggalkan Billy yang dengan jelas ia dengar tawanya menggelegar ke seisi kelas.

Melihat satu adegan tak biasa, mereka yang sengaja menetap di kelas saat istirahat, hanya mengelus dada prihatin. Rupanya ada yang berani menganggu singa betina yang selama ini tertidur, dengan tawa bahagia pula.

*****

Let Me be YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang